a. Multi Stage Flash (MSF)
Proses desalinasi menggunakan metode Multi-Stage Flash (MSF) dimulai dengan memanaskan air laut di dalam brine heater menggunakan uap panas dari turbin pembangkit listrik. Air laut yang telah dipanaskan kemudian dialirkan ke beberapa stage (biasanya 15–25 tahap), di mana tekanan di setiap tahap diturunkan secara bertahap. Penurunan tekanan ini menyebabkan air laut mendidih mendadak (flashing), menghasilkan uap air. Uap air yang terbentuk di setiap stage dikondensasi menggunakan tabung pendingin. Tabung ini juga memiliki fungsi tambahan sebagai pemanas awal bagi air laut masukan, sehingga energi yang dibutuhkan untuk pemanasan di brine heater menjadi lebih kecil. Uap air yang terkondensasi dikumpulkan sebagai air tawar, sementara air laut sisa yang memiliki salinitas tinggi disebut brine.
b. Multi Efftect Distillation (MED)
Proses desalinasi menggunakan metode Multi Effect Distillation (MED) memanfaatkan prinsip evaporasi dan kondensasi. Air laut masukan disemprotkan pada permukaan evaporator berbentuk tabung yang dilapisi thin film untuk mempercepat pendidihan dan penguapan. Penguapan pertama terjadi dengan memanfaatkan uap panas buangan dari pembangkit listrik atau boiler yang sekaligus terkondensasi menjadi air dan dikembalikan ke boiler. Uap yang dihasilkan dari proses penguapan digunakan untuk memanaskan efek berikutnya, dengan suhu pada setiap efek diatur menggunakan sistem hampa udara. Proses ini berlanjut hingga tahap akhir, di mana uap terakhir dikondensasi menggunakan final condenser. Kapasitas air tawar yang dihasilkan berkisar antara 2.000 hingga 20.000 m³/hari (0,5–5 MGD).
c. Membran Reverse Osmosis (RO)
Proses desalinasi dengan metode Reverse Osmosis (RO) memanfaatkan prinsip osmosis terbalik, yaitu dengan memberikan tekanan tinggi pada air laut agar air tawar dapat menembus membran semi-permeabel, sementara garam dan partikel lainnya tertahan. Sebelum proses utama, air masukan (feed water) terlebih dahulu melalui tahapan pre-treatment untuk mencegah kerusakan membran dan menjaga efisiensi sistem. Tahapan ini meliputi de-klorinasi untuk mengendalikan mikroorganisme, penggunaan koagulan dan media filtrasi untuk mengurangi padatan, penambahan scale inhibitor untuk mencegah pengendapan garam, pemasangan final cartridge filter sebagai perlindungan akhir, serta penggunaan sodium bisulfit untuk menetralkan klorin. Setelah pre-treatment, air masukan dipompa dengan tekanan tinggi, sebesar 54–80 bar untuk air laut dan 15–25 bar untuk air payau, menuju RO module, yang berupa bejana tekan berisi serat-serat fiber berlubang (fine hollow fiber). Serat-serat ini memiliki luas permukaan yang besar, memungkinkan air tawar keluar melalui dinding fiber, sementara sisa air yang lebih pekat (brine) dibuang melalui throttle valve.
Tantangan Penerapan Teknologi Desalinasi
Teknologi desalinasi yang canggih ini tentunya menghadapi tantangan-tantangan dalam upaya pengembangannya. Khususnya Indonesia, maka dari itu diperlukan adanya kolaborasi multisektoral untuk mensukseskan rencana ini. Tantangan-tantangan yang perlu menjadi perhatian salam pengembangan teknologi desalinasi diantaranya:Â
- Dampak Lingkungan Brine: Proses desalinasi menghasilkan brine dengan tingkat salinitas yang sangat tinggi, yang dapat berdampak negatif pada ekosistem laut di sekitar lokasi pembuangan. Brine yang dibuang secara masif ke laut dapat mengubah kualitas air dan menyebabkan biota laut kesulitan beradaptasi, bahkan mati. Hal ini memerlukan pengolahan brine lebih lanjut untuk mengurangi dampaknya terhadap lingkungan (Aradhani, A. R., 2023).
- Tingginya Konsumsi Energi dan Kurangnya Efisiensi Energi Terbarukan: Teknologi desalinasi membutuhkan energi yang sangat tinggi, yang sebagian besar masih bergantung pada sumber energi berbasis fosil (Wang J and Huo E., 2022). Sumber energi ini tidak terbarukan, sulit disalurkan ke daerah terpencil, memiliki harga yang fluktuatif, dan menghasilkan emisi karbon yang tinggi, sehingga tidak ramah lingkungan. Sementara itu, meskipun energi terbarukan seperti angin, matahari, laut, dan nuklir memiliki potensi besar dan lebih ramah lingkungan, teknologi desalinasi berbasis energi terbarukan masih kurang efisien dan tidak ekonomis. Inovasi baru yang mengoptimalkan penggunaan energi terbarukan perlu dikembangkan untuk mengurangi ketergantungan pada energi tradisional serta menekan emisi karbon.
- Biaya Operasional: Biaya yang tinggi merupakan tantangan utama dalam pengembangan teknologi desalinasi (Wang J and Huo E., 2022). Diperlukan perhatian lebih pada pengembangan teknologi yang memanfaatkan energi tingkat rendah, khususnya untuk proses desalinasi berbasis termal. Selain itu, peningkatan kinerja membran dan stabilitas proses desalinasi berbasis membran menjadi prioritas untuk menekan biaya operasional.
Kolaborasi Multisektoral: Suatu Langkah Nyata
Teknologi desalinasi mampu menjadi solusi potensial untuk mengatasi krisis air bersih di Jakarta. Teknologi ini mampu mengolah air laut menjadi air yang layak konsumsi. Namun keberhasilan implementasi teknologi ini bergantung pada integrasi antar berbagai sektor, baik pemerintah, swasta, akademisi, maupun masyarakat.
Pemerintah memiliki peran utama dalam menyediakan kebijakan dalam mendukung pengembangan teknologi desalinasi untuk mengatasi permasalahan krisis air bersih di Jakarta. Pemprov DKI Jakarta terus berupaya meningkatkan pelayanan air bersih agar dapat diterima dan digunakan oleh seluruh masyarakat. Pada tahun 2022 Â belasan instalasi pengelolaan air bersih telah dibangun dan disebar pemerintah di berbagai pulau yang terletak di Kabupaten Kepulauan Seribu.
Sektor swasta memiliki peran strategis melalui inovasi dan investasi teknologi desalinasi untuk mengatasi permasalahan di Jakarta. Investasi yang dilakukan oleh perusahaan swasta, didukung oleh inovasi teknologi dan kerja sama dengan pemerintah. Salah satu contoh nyata peran sektor swasta seperti Metito dan Ancol yang telah mengadopsi teknologi desalinasi berbasis Reverse Osmosis (RO). Di wilayah Ancol, teknologi desalinasi telah berhasil menyediakan pasokan air bersih untuk kawasan wisata dan masyarakat sekitar.
Sektor akademis juga memiliki peran strategis dalam mengatasi krisis air bersih di Jakarta. Kalangan akademis dapat berkontribusi melalui penelitian terkait teknologi yang mampu, lebih hemat energi, dan ramah lingkungan untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Selain itu sektor akademis juga dapat menyediakan data ilmiah terkait permasalahan ini.