Interaksi sosial memainkan peran krusial dalam proses pembelajaran anak. Dua tokoh penting dalam psikologi perkembangan, Lev Vygotsky dan Jean Piaget, memberikan kontribusi signifikan terhadap pemahaman tentang bagaimana interaksi sosial memengaruhi pembelajaran.
Vygotsky menekankan bahwa pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial dan budaya. Ia memperkenalkan konsep Zona Perkembangan Proksimal (ZPD), yang merujuk pada jarak antara apa yang dapat dilakukan anak secara mandiri dan apa yang dapat dicapai dengan bantuan orang lain. Dalam ZPD, interaksi sosial berfungsi sebagai jembatan yang memungkinkan anak mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi.
Konsep scaffolding juga menjadi bagian penting dalam pemikiran Vygotsky. Scaffolding merujuk pada dukungan yang diberikan oleh pendidik atau teman sebaya untuk membantu anak belajar. Melalui interaksi ini, anak tidak hanya memperoleh pengetahuan baru, tetapi juga belajar bagaimana berpikir dan berfungsi dalam konteks sosial. Sebagai contoh, dalam pembelajaran matematika, seorang guru dapat memberikan pertanyaan terbuka yang memicu diskusi di antara siswa, sehingga mereka dapat saling membantu memahami konsep yang sulit.Vygotsky juga menekankan pentingnya bahasa sebagai alat komunikasi dan pembelajaran. Bahasa tidak hanya berfungsi sebagai medium, tetapi juga sebagai instrumen kognitif yang membentuk cara berpikir anak. Melalui dialog dan diskusi, anak belajar merumuskan pemikiran mereka dan membangun pemahaman yang lebih dalam.
Di sisi lain, Piaget menawarkan perspektif yang lebih fokus pada perkembangan kognitif individu. Ia menjelaskan bahwa anak-anak secara aktif membangun pengetahuan melalui pengalaman dan eksplorasi. Meskipun Piaget tidak mengabaikan peran sosial, ia lebih menekankan pada bagaimana individu menggunakan asimilasi (proses menyerap informasi baru ke dalam skema yang sudah ada) dan akomodasi (proses mengubah skema untuk mengakomodasi informasi baru) dalam memahami dunia.
Interaksi sosial, dalam pandangan Piaget, memberikan kesempatan bagi anak untuk berbagi pengalaman dan ide, yang dapat memperkaya proses pembelajaran. Misalnya, dalam sebuah proyek kelompok, siswa dapat saling berdiskusi dan memberikan umpan balik satu sama lain, yang memungkinkan mereka untuk mengembangkan pemahaman yang lebih luas tentang topik yang dipelajari.
Namun, proses internalisasi pengetahuan tetap menjadi fokus utama dalam teori Piaget. Ia berpendapat bahwa anak-anak harus memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan mengeksplorasi ide-ide mereka sendiri agar dapat mengembangkan pemahaman yang mendalam.
Di sisi lain, Piaget menawarkan perspektif yang lebih fokus pada perkembangan kognitif individu. Ia menjelaskan bahwa anak-anak secara aktif membangun pengetahuan melalui pengalaman dan eksplorasi. Meskipun Piaget tidak mengabaikan peran sosial, ia lebih menekankan pada bagaimana individu menggunakan asimilasi (proses menyerap informasi baru ke dalam skema yang sudah ada) dan akomodasi (proses mengubah skema untuk mengakomodasi informasi baru) dalam memahami dunia.
Interaksi sosial, dalam pandangan Piaget, memberikan kesempatan bagi anak untuk berbagi pengalaman dan ide, yang dapat memperkaya proses pembelajaran. Misalnya, dalam sebuah proyek kelompok, siswa dapat saling berdiskusi dan memberikan umpan balik satu sama lain, yang memungkinkan mereka untuk mengembangkan pemahaman yang lebih luas tentang topik yang dipelajari.
Namun, proses internalisasi pengetahuan tetap menjadi fokus utama dalam teori Piaget. Ia berpendapat bahwa anak-anak harus memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan mengeksplorasi ide-ide mereka sendiri agar dapat mengembangkan pemahaman yang mendalam.
Tahap Praoperasional (2-7 tahun): Anak mulai menggunakan bahasa dan simbol, tetapi berpikir mereka masih bersifat egosentris. Mereka sulit memahami perspektif orang lain, yang berdampak pada interaksi sosial mereka. Misalnya, saat bermain, anak-anak mungkin tidak menyadari bahwa teman mereka memiliki perasaan atau sudut pandang yang berbeda.
Tahap Operasional Konkret (7-11 tahun): Anak-anak mulai memahami logika dan dapat berpikir secara sistematis mengenai situasi konkret. Mereka mampu berkolaborasi dalam kelompok, memahami peraturan permainan, dan mulai menghargai norma sosial.