Kalau bukan Ahok gubernurnya, ngapain repot-repot ribut dengan mereka. Rp. 10 juta setor perhari untuk diri sendiri. Toh, target penerimaan PAD dari parkir, eksekutif yang membuat.
Jenderal Sutiyoso, mantan gubernur dan mantan pangdam jaya yang sangat paham dan berpengalaman mengatakan, “Jakarta isinya binatang buas, gubernur harus lebih buas”. Dan Ahok telah membuktikannya.
Jika seorang Gubernur DKI, tidak punya nyali menegakkan konstitusi, dia sangat rentan ikut arus melakukan korupsi. Kalaupun dia tidak mendapatkan apa-apa, tapi tahu dan diam saja berarti membiarkan kejahatan korupsi terjadi.
Menggantungkan harapan pada sosok yang belum teruji dan terbukti sangat riskan untuk Jakarta bahkan Indonesia.
Menjadi pemimpin yang berhasil itu bukan karena pengalaman sekolah dengan gelar yang berderet-deret dan mahir bicara. Karena kemampuan memimpin itu adalah talenta.
Tatkala ada pejabat yang lebih memilih nama baik dibanding harta kenapa kita begitu bodoh menyia-nyiakannya?
Menolak Ahok karena merasa dirugikan atau saudara, teman, keluarga, separtai dengan lawan Ahok masih dapat diterima logika. Tapi menolak Ahok karena agama, jangan-jangan seperti kata Ibnu Rushd.
اذا اردت ان تتحكم فى جاهل فعليك ان تغلف كل باطل بغلاف دينى
Jika kau ingin menguasai orang bodoh, maka bungkuslah segala sesuatu yang batil dengan kemasan agama. (Ibnu Rusd)
Semoga kita tidak termasuk manusia-manusia yang mudah diperdaya seperti korban Dimas Kanjeng dan Aa' Gatot Bradjamusti bagaikan kerbau yang dicocok hidungnya, menolak Ahok bukan karena kinerjanya. ^_^
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H