Pilgub adalah agenda rutin rakyat menggunakan hak politiknya berdemokrasi. Ajang cara yang telah disepakati untuk memilih kepala daerah sebagai pelayan rakyat untuk mewujudkan kesejahteraan bersama.
Namun, momentum Pilgub sebagai pesta demokrasi yang terjadi justru sering mengaduk-aduk perasaan, akal dan nalar. Menjelang pelaksanaan pemilihan kita saksikan, kita baca dan kita dengar adalah tingkah aneh tokoh-tokoh publik, kelompok-kelompok, netizen, kompasianer yang beropini dan berakrobat di media, medsos dan media warga.
Pilgub DKI 2017, musuh-musuh Ahok melakukan berbagai manuver serangan dengan tujuan mendegradasi elektabilitas sang petahana. Cara-cara main kayu dan kasar, telah dan sedang dilakukan. Antara lain isu SARA dan kasus-kasus pidana di lingkungan pemprov DKI yang dikait-kaitkan dengan jabatan gubernur.
Melihat cara-cara yang tidak masuk akal dan sengaja dilakukan oleh musuh-musuh Ahok. Pilgub sepertinya menjadi pesta yang penuh fitnah, iri, benci, dengki, sirik dan intrik.
Untuk urusan duniawi apalagi meraih kekuasaan politik, manusia bisa melakukan apa saja. Karena kodrat manusia ditakdirkan memiliki nafsu, ambisi, iri, dengki, susah lihat orang lain senang dan senang lihat orang lain susah. Disitulah iblis ikut berperan.
Karena dalam perebutan kekuasaan politik, iblis selalu ikut-ikutan. Ketika berharap Pilgub itu terlaksana tanpa polemik, persaingan yang sportif, dengan akal dan nalar yang sehat, tidak saling menyakiti, saling menghargai, saling menghormati, damai penuh kasih sayang. Maka, Yang salah adalah yang berharap.
Selama zaman belum berakhir, maka peran iblis adalah sebuah keniscayaan. Seperti dalam kisah Nabi Sulaiman a.s. memenjarakan iblis.
Al kisah Nabi Sulaiman a.s memohon kepada Allah SWT untuk memenjarakan iblis sebagai mahluk terkutuk yang tidak ada kebaikan didalamnya.
Allah SWT mengingatkan, "Wahai Sulaiman, tidak ada baiknya jika iblis ditangkap, jika iblis ditangkap maka banyak pekerjaan manusia yang akan ditinggalkan”.
Nabi Sulaiman tetap memohon memenjarakan iblis untuk beberapa hari. Ketika iblis sudah ditangkap. Suatu pagi, Nabi Sulaiman mengutus pekerjanya untuk menjual tas-tas buatannya ke pasar. Namun mereka mendapati pasar tutup tidak ada yang berjualan.
Hari berikutnya, anak buah Nabi Sulaiman kembali ke pasar. Ternyata kembali mereka mendapati pasar sepi dan tutup seperti kemarin.
Ternyata, orang-orang di kuburan menangis dan meratap mengingat kematian. Mereka sibuk mempersiapkan bekal menuju ke akherat tanpa memperdulikan lagi urusan duniawi.
Nabi Sulaiman a.s. heran dengan sikap masyarakat itu. Lalu bertanya kepada Allah, " Ya Allah, Kenapa orang orang tidak bekerja mencari nafkah?
Lalu, Allah mewahyukan kepada Nabi Sulaiman, " Wahai Sulaiman, engkau telah menangkap iblis, sehingga akibatnya manusia tidak bergairah bekerja mencari nafkah. Bukankah sebelumnya telah KU-katakan kepadamu bahwa menangkap iblis tidak mendatangkan kebaikan”.
Maka, Nabi Sulaiman segera melepaskan iblis dari penjara.
Keesokan harinya, orang-orang kembali ke pasar, bersemangat bekerja mencari harta dunia untuk makan dan memenuhi kebutuhannya.
Begitu juga dengan Pilgub DKI. Seandainya Iblis tidak ikut berperan serta, maka tidak akan pernah ada yang namanya haters. Bahkan mungkin tidak ada yang berambisi nyagub. Tidak ada perilaku manusia baik dan buruk yang dipertontonkan dan akan menjadi contoh anak cucu kelak.
Manusia sebagai mahluk paling sempurna dikaruniai kehendak bebas. Dengan akal dan hati nuraninya bebas untuk menentukan berpihak kepada apa, siapa dengan cara bagaimana. Akan menjadi mahluk mulia atau menjadi teman Iblis.^_^
Menjadi haters sangat tidak mudah. Butuh pengorbanan siap dibully bonus mendapat dosa. Selamat berjuang para haters. Tanpamu Pilgub DKI menjadi tak berwarna, tidak ada canda tawa dan haha hihi di kompasiana. ^_^
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H