DPRD yang seharusnya minimal mempertahankan di angka 15%, bahkan sebagai wakil rakyat mestinya berpihak pada warga DKI, idealnya minta lebih besar. Lucunya justru oknum DPRD seolah-olah wakil pengembang yang memperjuangkan kewajiban pengembang di angka 5%.
Ahok bersikukuh pada angka 15%. Bahkan mengancam anak buahnya yang berani main-main dengan oknum pengembang maupun dengan oknum anggota DPRD akan diproses secara hukum. Bagi Ahok angka 15% sesuai perhitungan ahli dan mestinya tidak memberatkan pengembang karena Pemprov DKI tidak lagi menjadi pemalak para pengusaha.
Ahok si Pura-pura Goblog
Kasus OTT KPK perkara kolusi kebijakan apalagi penyusunan Raperda di DPRD tingkat Provinsi adalah tergolong kejadian sangat langka.
Ahok menyadari, pemberantasan korupsi dengan modus kolusi kebijakan sulit mendapatkan alat bukti. Kolusi itu seperti kentut, berbau tapi tak terlihat wujudnya. Pemberantasan kejahatan kolusi hanya bisa dilakukan dengan bantuan alat untuk menangkap basah. Rekaman yang dilakukan Ahok terhadap kepala TPU (tempat pemakaman umum), Rekaman Papa minta saham sebagai alat bukti lemah secara hukum. Dan hanya KPK satu-satunya lembaga yang memiliki alat ‘penyadapan’ dan kewenangan menggunakannya.
Menghadapi para penyamun di Pemprov DKI, Ahok selalu mengatakan tiap hari minum satu butir pil PPG, Pura-pura Goblog. OTT Sanusi, sangat mungkin Pemprov yang melaporkan ada indikasi kolusi tersebut kepada KPK sebagai informasi awal.
Pak Ahok, Siapa lagi yang akan menyusul memakai rompi oranye? ^_^
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H