Mohon tunggu...
Olivia Armasi
Olivia Armasi Mohon Tunggu... Mengurus Rumah Tangga -

Peduli politik itu peduli terhadap sesama..... Nulis itu sulit, merangkai kata itu susah.... Mantan pelajar yang sedang belajar membaca, belajar komentar & belajar menulis..

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Korupsi UPS, Tukang Ketik Anggaran Seharusnya yang Jadi Saksi Utama

5 Februari 2016   19:33 Diperbarui: 6 Februari 2016   11:00 811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Praktek curang penyelundupan anggaran tanpa pimpinan tahu, sering dan sangat mungkin terjadi. Apalagi melihat APBD DKI yang begitu besar dengan ribuan item nomenklatur. Anggaran siluman diselundupkan dilakukan bisa sebelum atau setelah RAPBD di evaluasi Mendagri.

Ilustrasi/simulasi Praktek menyelundupkan anggaran siluman  

Sekelompok mafia koruptor akan menyelundupkan anggaran siluman pengadaan UPS sebesar 1 trilyun. Anggotanya terdiri dari Pihak ke tiga (penyedia barang), oknum PNS perencanaan Sarpras, oknum PNS bagian keuangan, oknum anggota DPRD di komisi dan anggota DPRD di banggar. Mereka berbagi peran. Bagian perencanaan mengusulkan program kegiatan yang akan dikorup. Anggota DPR baik di komisi maupun di banggar akan berusaha mempertahankan/ mengamankan anggaran saat sidang komisi maupun sidang Badan Anggaran

Usulan anggaran pertama (1) yang akan diselundupkan dimasukkan di KUAPPAS. Misal, usulan kegiatan Peningkatan sarana prasarana pendidikan didalamnya termasuk usulan anggaran Pengadaan buku, alat peraga pendidikan 1 Trilyun, meubelair 1 trilyun, UPS 2 trilyun total sebesar Rp. 4 Trilyun.

Di masukkan juga usulan anggaran ke dua (2) dalam KUAPPAS nomenklatur lain. Sebuah kegiatan yang menjadi skala prioritas. Misal, kegiatan Rehabilitasi berat gedung sekolah A,B,C,D dst. 10 proyek masing-masing Rp. 1 trilyun. “Seolah-olah” membutuhkan anggaran sebesar Rp. 10 Trilyun. Padahal kebutuhan sebenarnya hanya Rp. 9 trilyun.

Penitipan sementara anggaran pada usulan Anggaran ke (2), dipersiapkan untuk antisipasi jika pada sidang komisi, banggar atau TAPD, anggaran UPS tidak bisa dipertahankan/dipangkas. Karena usulan ke (2) adalah program skala prioritas dengan argumentasi yang kuat, maka usulan anggaran kecil kemungkinan dikurangi/dipangkas atau di bredel. Baik saat pembahasan di komisi, banggar (legislatif) maupun pembahasan di TAPD (eksekutif).  

KUAPPAS dari semua SKPD dihimpun menjadi draft RAPBD misal total Rp. 52 Trilyun dan dibahas di DPR. Anggaran yang tersedia hanya Rp. 50 Trilyun. Karena anggaran tidak cukup/defisit dan masih kurang Rp. 2 Trilyun, maka perlu penyesuaian anggaran. Dan TAPD, Banggar bersama-sama menyisir RAPBD. Mana-mana anggaran yang tidak menjadi skala prioritas. Ketemulah usulan anggaran (1) Pengadaaan sarpras pendidikan sebesar Rp. 4 Trilyun. Dan usulan sarpras (1) khususnya pengadaan UPS pun dibredel dari Rp. 2 Trilyun menjadi Rp. 0.

Untuk usulan anggaran (2) karena seolah-olah memang diperlukan dan menjadi skala prioritas. Baik komisi, banggar maupun TAPD tidak mengurangi usulan satu senpun. Setelah TAPD dan Banggar melakukan penyesuaian dan Klop ketemu Rp. 50 Trilyun, maka RAPBD pun diteken eksekutif bersama legislatif untuk di evaluasi Mendagri.

Sebelum RAPBD dikirim ke mendagri, disinilah titik krusial masuknya anggaran siluman. Komposisi RAPBD dirubah oleh oknum-oknum PNS keuangan/ penyusun anggaran dan oknum anggota DPR. Usulan anggaran (1) dirubah menjadi Rp. 3 Trilyun, usulan anggaran (2) dikurangi menjadi Rp. 9 Trilyun dan jumlah APBD tetap Rp. 50 Trilyun.

Setelah RAPBD hasil evaluasi Mendagri diterima dan jumlah total RAPBD sebelum dan sesudah evaluasi jumlahnya tetap dan tidak ada koreksi. Gubernur, TAPD dan pimpinan DPR tidak mungkin melakukan penyisiran kembali RAPBD. Maka ditetapkanlah RAPBD hasil evaluasi tersebut menjadi APBD.

Modus diatas sebenarnya adalah termasuk modus anggaran siluman kategori soft. Sangat sulit terdeteksi karena nomenklatur sudah muncul mulai dari KUAPPAS. Apalagi jika kegiatan tersebut nilainya tidak terlalu besar. Praktek-praktek sebelum-sebelumnya, permainannya sangat kasar. Tanpa melalui KUAPPAS, kegiatan bisa mucul tiba-tiba saat sidang komisi atau sidang badan anggaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun