Mohon tunggu...
Olivia Armasi
Olivia Armasi Mohon Tunggu... Mengurus Rumah Tangga -

Peduli politik itu peduli terhadap sesama..... Nulis itu sulit, merangkai kata itu susah.... Mantan pelajar yang sedang belajar membaca, belajar komentar & belajar menulis..

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dwelling Time antara Tito Karnavian dan Budi Waseso, Rizal Ramli Plus Masinton Pasaribu

31 Desember 2015   15:17 Diperbarui: 31 Desember 2015   23:58 1651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Permasalahan terkait dwelling time sebenarnya sudah menjadi problem dan menjadi diskusi publik sejak dahulu kala. Lambatnya proses akibat pungli & korupsi. Salah satunya adalah di Dirjen Bea Cukai, hingga Soeharto waktu itu mengambil kebijakan ekstrim mengeluarkan Inpres memberikan otoritas kepabeanan kepada asing.

Agar kegiatan ekspor-impor menjadi baik, berbagai kebijakan regulasi sistim secara normatif dan formal telah dilakukan dengan adanya institusi INSW (Indonesia National Single Window) dan jika ada permasalahan diproses melalui P3IEET (Pusat Penanganan Izin Ekspor Impor Terpadu) sebagai help desk kementrian dan lembaga terkait di bawah koordinasi otoritas pelabuhan. Kebijakan, sistim yang dibangun tidak mengubah keadaan karena problem dasarnya adalah para pihak terutama SDM-SDM pada birokrasi perizinan.

Banyak diskusi dan artikel yang telah membahas secara detil permasalahan dan solusinya. Yang menjadi masalah klasik adalah eksekusi dan realisasinya.

Setelah Presiden sidak di Pelabuhan Tanjung Priok, Presiden Jokowi memerintahkan pembenahan dwelling time kepada Kapolda Metro Jaya Tito Karnavian dan Menko Kemaritiman Rizal Ramli. Sesuai dengan tugas & kewenangannya, Polisi melakukan penyelidikan, penyidikan dan penindakan kemungkinan adanya tindak pidana korupsi yang menjadi penghambat dan Menko Kemaritiman membenahi birokrasi kementrian lembaga terkait perizinan serta problem infrastuktur pelabuhan.

 

Tito Karnavian

Polda Metro Jaya bertindak cepat dengan membentuk dua Satuan Tugas yang dipimpin Kapolres Tanjung Priok dan disupervisi oleh Direskrimsus dan Direkrimum Polda Metro Jaya. Satgas pertama menyelidiki, menyidik dwelling time di Kementrian Perdagangan. Satgas kedua adalah Tim Lidik kemungkinan terjadi pidana lain di luar Kementrian Perdagangan. Pada acara ILC TV One nampak jajaran kepolisian Polda Metro Jaya sangat menguasai permasalahan. 

Tanpa heboh dan gaduh media, Polda Metro Jaya melakukan penyelidikan, penyidikan di Kementrian Perdagangan khususnya Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri. Dalam waktu yang singkat tersangka diproses secara hukum. Salah satu tersangkanyapun bukan pejabat sembarangan. Pejabat eselon I, Dirjen Perdagangan Luar Negeri. (disini)(disini).

Hasil aksi Polda Metro Jaya membuka mata publik begitu dahsyatnya, pungli dan korupsi di lingkungan kementrian lembaga yang mempunyai wewenang perizinan ekspor-impor. Dari sini sebenarnya problem mendasar telah terpetakan dan bisa menjadi dasar bagi Menko Kemaritiman dari mana harus mulai melakukan pembenahan secara menyeluruh.

 

Budi Waseso

Karena isu dwelling time saat itu begitu seksi mencuri perhatian publik serta di monitor langsung oleh Presiden, Buwas tidak mau kalah dengan langkah cepat yuniornya. Buwas berinisiatif menyelidiki terkait kasus dwellingtime dari sisi Pelindo II sebagai operator/otoritas bongkar muat kontainer. Yang dibidik adalah pengadaan crane di Pelindo II.

Bak aksi cowboy yang akan beraksi menumpas kejahatan, Bareskrim mengajak serta hampir semua media, melakukan penggerebekan di kantor Pelindo II dengan senjata lengkap. Jika dilihat hasil penyidikan ternyata tersangkanya hanya pejabat yang bertanggungjawab di pengadaan, mestinya tidak tepat di tangani oleh Bareskrim. Ibarat membunuh lalat menggunakan meriam. Harusnya cukup ditangani Polres Tanjung priok yang mempunyai wewenang lokasi kejadian perkara.

Hingga saat ini tidak ada kejelasan dan tindak lanjut kasus tersebut. Dan apakah yang dilakukan Buwas tersebut secara signifikan memangkas/mempengaruhi waktu dwelling time seperti yang diinginkan Presiden atau sekedar panggung bagi Buwas.

Aksi Buwas membuat persepsi publik bahwa Pelindo II adalah penyebab utama masalah dwelling time. Hal ini dibantah oleh Mantan Ketua Administrasi Pelabuhan (Adpel) dan Direktur Utama Perum Pelabuhan II Tanjung Priok, Sabirin Saiman. "Sebetulnya tidak ada kaitannya dwelling time dengan kecepatan bongkar-muat atau transportasi ini yang perlu di-clear-kan, supaya masyarakat tidak keliru," ujar Sabirin di Warung Daun, Minggu, 12 September 2015 (disini).

 

Rizal Ramli

Sebagai Menko yang membidangi Kementrian Maritim dan Perhubungan mendapat tugas khusus dari Presiden untuk membenahi dwelling time. Menko RR bersama kementrian terkait membentuk task force dengan target dwelling time hanya 4 hari saja. Jurus-jurus yang ideal untuk memangkas dwelling time-pun diwacanakan oleh Pak RR, antara lain:

  • Menaikkan biaya denda kelebihan waktu tunggu.
  • Meminimalkan barang yang masuk jalur merah.
  • Membuat buffer zone, alias tempat penumpukan barang yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut, misalnya yang terkait dengan karantina Kementerian Kesehatan atau Kementerian Pertanian, atau bahan peledak.
  • Yang akan digunakan sebagai tempat pemeriksaan adalah pulau yang ada di kawasan Kepulauan Seribu. Untuk yang bahan berbahaya, misalnya, pihaknya akan menyiapkan Pulau Damar yang jaraknya agak jauh dari Pelabuhan Tanjung Priok.
  • Membangun jalur kereta barang yang langsung menuju ke pelabuhan.
  • Mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi untuk membantu administrasi barang.
  • Memangkas perizinan.
  • Memberantas praktik mafia.

Misi RR, Buwas & Masinton Pasaribu?

Entah, apakah suatu kebetulan? kok ada kesamaan target antara Buwas, Masinton Pasaribu dan Menko RR. Kepretan pertama RR adalah justru Pelindo II sebagai otoritas bongkar muat kontainer bukan pembenahan di Kementrian Lembaga. Menko RR menuding PT Pelindo II sebagai pihak yang paling diuntungkan lamanya waktu tunggu bongkar muat. Semakin lama, semakin Pelindo diuntungkan. (disini)

Untuk hambatan infrastruktur dan kemacetan di Pelabuhan menurut RR disebabkan Kereta Api tidak bisa masuk ke pelabuhan. Kata RR, Pelindo dan PT KAI selalu berantem terkait penolakan railway di pelabuhan Pelindo. RR akan tegas jika ada penolakan akan di”kepret”.

Kemudian ditindak lanjuti dengan sidak lapangan terminal petikemas di dampingi Masinton Pasaribu Komisi 3 DPRRI Pansus Pelindo II dengan mengebor secara simbolis beton yang menutupi railway di pelabuhan (disini).

Menurut RR diaktifkannya railway akan mengurai kemacetan 30%. Pernyataan RR dibantah oleh RJ Lino, bahwa Pelindo tidak pernah menolak keberadaan lokomotif di pelabuhan. Railway yang dibeton bisa dipakai sewaktu-waktu apabila dibutuhkan (beton bisa diangkat tidak perlu dibongkar). Angkutan kontainer menggunakan kereta api akan efektif jika jarak tempuhnya lebih dari 300 km. Sementara kontainer yang dibongkar di Tanjung Priok terjauh menuju Cirebon. Jalur kereta api menurut RJ Lino akan mengurai kemacetan tidak lebih dari 3%. Problem kemacetan di Tanjung Priok, Pelindo II justru telah merencanakan dan akan melakukan inovasi membangun transportasi angkutan kontainer menggunakan kapal tongkang dengan memperbaiki infrastruktur kanal banjir. Manfaatnya selain mengatasi kemacetan sekaligus menjadi solusi banjir. (selengkapnya).

Dari tugas yang diberikan presiden, apakah Menko RR bersama task forsce dwellinng time sudah melaksanakan semua rencananya? Jika sudah dilakukan, kenapa Presiden menagih janji RR? (disini)

Dengan kapasitas & kewenangan RR sebagai Menko kemaritiman yang membawahi beberapa kementrian, seharusnya lebih concern dan fokus kepada pembenahan hambatan dwelling time di sektor birokrasi perizinannya. Hasil penyidikan Polda Metro Jaya sudah bisa menjadi dasar bagi Menko RR selaku ketua satgas/task force, mana saja yang perlu secara cepat segera dibenahi selain Dirjen Perdagangan Luar Negeri karena perizinan ekspor impor melibatkan 18 Kementrian dan lembaga.

Antara Tito Karnavian, Budi Waseso dan Rizal Ramli memang tidak bisa diperbandingkan tugasnya. Akan tetapi secara obyektif publik bisa menilai siapa yang serius bekerja dan siapa yang hanya sibuk mencari panggung.

 

sumber gambar : setkab.go.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun