Pembelajaran yang kita temui dalam kegiatan rutin harian sekolah adalah upaya sadar seorang individu untuk memperoleh perubahan perilaku secara keseluruhan, baik aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Namun hingga saat ini dalam praktiknya, proses pembelajaran di sekolah tampaknya lebih cenderung menekankan pada pencapaian perubahan aspek kognitif (intelektual), yang dilaksanakan melalui berbagai bentuk pendekatan, strategi dan model pembelajaran tertentu.
Sementara, pembelajaran yang secara khusus mengembangkan kemampuan afektif tampaknya masih kurang mendapat perhatian, apalagi dari segi penilaiannya. Karena pastinya akan memakan proses kelola nilai yang amat lama. Sehingga penilaian afektif hanya dijadikan sebagai efek pengiring (nurturant effect) atau menjadi kurikulum tersembunyi yang disisipkan dalam kegiatan pembelajaran yang utama yaitu pembelajaran kognitif atau pembelajaran psikomotor.
Padahal kita semua tahu bahwa pembelajaran afektif dan evaluasinya merupakan hal yang paling berpengaruh pada kesuksesan seseorang baik secara real time (langsung) maupun di masa yang akan datang. Dan dalam kenyataannya, pembelajaran dan penilaiannya menjadi hal yang kurang mendapat perhatian khusus disekolah, kadang guru mengajarkan tentang pembelajaran afektif dan gambaran penilaiannya diselipkan pada apersepsi materi perbab dimata pelajaran tertentu, bahkan ada pula yang melupakannya. Ada juga yang menitipkan peserta didiknya melalui pengerjaan tugas saja tanpa masuk kelas sama sekali tapi menuntut keras pada peserta didik tentang akhlak dan kepribadian. Melakukan tindakan perundungan yang sekarang terkenal dengan “bully” terhadap peserta didik yang melakukan kesalahan.
Sehingga bisa saja mematikan karakter peserta didik. Harus diingat sekolah bukan “lembaga hukum” yang harus mengobral sanksi kepada siswa yang mengalami gangguan perilaku. Sebagai lembaga pendidikan, justru kepentingan utamanya adalah bagaimana berusaha menyembuhkan segala penyimpangan perilaku yang terjadi pada para siswanya. Obatnya adalah mulailah dengan Pembelajaran afektif, gunakan metode mengajar dan evaluasi hasil belajar yang berbeda dari mengajar segi kognitif dan keterampilan, berbeda dengan pembelajaran intelektual dan keterampilan, karena segi afektif sangat bersifat subjektif, lebih mudah berubah, dan tidak ada materi khusus yang harus dipelajari.
Peserta didik memerlukan role model, contoh sebagai panutan mereka dalam menyikapi kehidupan. Bukti-bukti ilmiah menunjukkan bahwa kompetensi kepribadian guru berpengaruh terhadap perkembangan belajar dan kepribadian siswa. Studi kuantitatif yang dilakukan Pangky Irawan (2010) membuktikan bahwa kompetensi kepribadian guru memiliki hubungan erat dan signifikan dengan motivasi berprestasi siswa.
Sementara studi kualitatif yang dilakukan Sri Rahayu (2008) menunjukkan bahwa kompetensi kepribadian guru memiliki kontribusi terhadap kondisi moral siswa. Hasil studi lain membuktikan tampilan kepribadian guru akan lebih banyak mempengaruhi minat dan antusiasme anak dalam mengikuti kegiatan pembelajaran (Iis Holidah, 2010). Maka Peserta didik perlu sekali pembelajaran afektif dan mengetahui bagaimana hasil yang mereka dapatkan setelah selesai mereka melakukan pembelajaran
Affective Domain (Ranah Afektif yang kita ketahui adalah ilmu yang) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri (Taksonomi Bloom). Disekolah penekanan penilaian afektif terbagi menjadi dua, ranah spiritual dan ranah keperibadian sosial. Ranah Spiritual cenderung menjelaskan bahwa penghayatan keagamaan tidak hanya sampai kepada pengakuan atas keberadaan-Nya, namun juga mengakui-Nya sebagai sumber nilai-nilai luhur abadi yang mengatur tata kehidupan alam semesta raya ini.
Oleh karena itu, manusia akan tunduk dan berupaya untuk mematuhinya dengan penuh kesadaran dan disertai penyerahan diri dalam bentuk ritual tertentu, baik secara individual maupun kolektif, secara simbolik maupun dalam bentuk nyata kehidupan sehari-hari (Brightman, 1956). Sementara ranah sosial atau kepribadian, cenderung (1) yakin akan kemampuannya dalam bergaul secara sosial; (2) memiliki pengaruh yang kuat terhadap teman sebaya; (3) mampu memimpin teman-teman dalam kelompok; dan (4) tidak mudah terpengaruh orang lain dalam bergaul.
Afektif tumbuh dari pembiasaan pembelajaran, terbentuk dan semakin kuat ketika Guru memberikan penilaian sebagai ujung tombak keberhasilan pembelajaran afektif. Oleh karena itu sebagai seorang guru, penting kiranya melakukan pembelajaran penilaian afektif untuk memberikan efek luarbiasa pada pembelajaran karakter peserta didik. Sehingga ketika DOGMIT (Diklat Online Guru Melek IT) menawarkan kemudahan aplikasi untuk mengontrol perilaku Peserta didik, tanpa pikir panjang penulis mendaftarkan diri sebagai peserta DOGMIT.
Apalagi pada kurikulum 2013 revisi pemerintah saat ini sangat menekankan penilaian afektif dua ranah tadi pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Kewarganegaraan. Semakin membuat penulis ingin berkonsentrasi sejenak menimba ilmu yang tidak biasa didapat melalui DOGMIT. Selain itu DOGMIT juga memberikan penambahan pengembangan diri yang langsung diberikan wadah dan teknik menyalurkannya lewat wadah tersebut. Contohnya Menulis sebagai kekuatan interpersonal guru dalam bidang tulisan pada wadah berupa media sosial atau blog pribadi sebagai pembiasaan yang positif dalam diklat online ini.
Penulis mengenal berbagai tekhnik IT dalam pembelajaran termasuk melakukan pembiasaan penulisan dari DOGMIT ini. Sehingga rasanya tidak berlebihan jika penulis membagi pengalaman ini kepada pambaca, khususnya para pendidik untuk mengembangkan kemampuan diri lewat diklat online ini. Ucapan banyak terimakasih kepada pihak penyelenggara yang mau berbesar hati membagi ilmu dan waktunya untuk kemajuan dunia pendidikan. Majulah terus guru Indonesia untuk belajar, berinovasi dan semangat mengembangkan diri secara aktual baik secara nyata maupun tulisan sesuai dengan perkembangan zaman. Karena keistimewaan pendidik terletak dari kemutakhirannya dalam menjalankan profesinya. Salam semangat untuk para pendidik Indonesia. Wassalam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H