Mohon tunggu...
Aprilia Kholifatul Nisya
Aprilia Kholifatul Nisya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

OlifiaKholiq

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Apa Saja yang Menjadi Kesalahan Seorang Sejarawan ?

21 November 2021   11:40 Diperbarui: 21 November 2021   13:45 646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita harus berhati-hati dalam meneliti, menulis sebuah sejarah. Mengingat sejarawan tugas utamanya ialah meneliti, menulis yang ladangnya berupa masa lalu, maka tentu saja akan terdapat sebuah kesalahan-kesalah yang dilakukan oleh para sejarawan. Berikut beberapa kesalahan yang kerap kali para sejarawan lakukan tanpa didasari.

Kesalahan Pemilihan Topik

Langkah awal dalam melakukan penelitian, sejarawan harus memilih sebuah topik sebab tanpa memiliki topik sejarawan akan bingung dalam melakukan penelitian. Cara mudah untuk memilih sebuah topik ialah secara intelektual (suka membaca tema-tema yang kita senangi) dan secara emosional dengan memanfaatkan apa yang ada di sekitar kita. Akan tetapi, dalam pemilihan topik ini harus berhati-hati sebab, tidak hanya senang secara intelektual dan emosional saja. Namun tetap ada beberapa kemungkinan akan terjadi sebuah kesalahan.

  • Kesalahan Baconian

Kesalahan yang berawal dari pernyataan bahwa, sejarah bersifat empiris. Maka orang beranggapan bahwa satu-satunya metode yang tepat ialah dari pengetahuan hal-hal khusus dapat disimpulkan pengetahuan yang umum. Seperti halnya pendapat Francis Bacon (1561-1629) beliau percaya bahwa pengetahuan yang benar itu hanya mungkin bisa diketahui bila melakukan pengamatan langsung, pengalaman, pengindraan, atau pengamatan.

  • Kesalahan terlalu banyak pertanyaan

Dalam suatu tulisan harus mengajukan sebuah pertanyaan, akan tetapi pertanyaan yang diajukan tidak boleh terlalu banyak ataupun pertanyaan bercabang. Karena hal semacam itu akan menyebabkan sebuah sejarah yang ditulis kehilangan titik detail pembahasannya atau pun hanya menyatakan kebenaran yang sudah diketahui sebelumnya. Kesalahan ini munculnya biasanya ketika penulisan sejarah ditulis oleh banyak penulis, namun tidak bisa dipungkiri juga bahwa satu orang penulis pun bisa mengalami kesalahan semacam ini.

  • Kesalahan pertanyaan yang bersifat dikotomi

Arti dari kata dikotomi sendiri menurut KBBI ialah pembagian atas dua kelompok yang saling bertentangan. Terkadang banyak yang mengira bahwa sejarah memiliki dua kemungkinan saja. Topik seperti, " Diponegoro : Pemberontakan atau Pejuang ?", seolah-olah menyudutkan Diponegoro pada dua kemungkinan itu.

  • Kesalahan metafisik

Mengapa dianggap sebagai kesalahan ? sebab metafisik sendiri bersifat tidak real. Yang termasuk dari kesalahan metafisik yakni saat mengajukan pertanyaan mengenai topik-topik filsafat, moral, dan teologi.

  • Kesalahan topik fiktif

Dalam kesalahan ini disebabkan oleh topik yang mengandung tentang pengandaian, yang mana topik tersebut bukanlah bagian dari topik sejarah. Sebab sejarawan harus menulis secara faktual bukan secara fiktif.

Kesalahan Pengumpulan Sumber 

Dengan kata lain heuristik, yang merupakan langkah paling penting dari seorang sejarawan. Tanpa sumber sejarah tidak bisa dituliskan.

  • Kesalahan holisme

Memilih satu bagian yang penting, dan menganggap bagian itu sudah bisa mewakili seluruhnya. Metode ini biasanya di gunakan oleh para ahli antropologi.

  • Kesalahan pragmatis

Terjadi apabila ditujukan untuk tujuan tertentu, dan memilih sumber yang mengandung dukungan terhadap tujuan itu.

  • Kesalahan ad  hominem

Ad hominem sendiri ialah merujuk pada seseorang. Kesalahan ini ketika kita mengumpulkan sumber, namun kita memilih orang, otoritas, profesi, pangkat, atau jabatan. Untuk menghindari kesalahan ini sejarawan perlu melakukan wawancara dari berbagai sudut pandang.

  • Kesalahan kuantitatif

Kesalahan ini kerap terjadi seba orang sering kali percaya pada dokumen angka-angka daripada testimoni biasa. Padahal statistika mudah membuat orang tertipu.

  • Kesalahan estetis

Kesalahan estetis sama dengan kesalahan pragmatis. Kesalahan ini dapat terjadi apabila sejarawan hanya memilih sumber-sumber yang mempunyai efek estetis. Misalnya, sejarawan hanya memilih sumber yang memiliki efek dramatis ketika disusun menjadi tulisan sejarah. Sumber tersebut misalnya, karya sastra.

Kesalahan Verifikasi 

Sebenarnya sejarawan hanya tahu sepotong kebenaran, maka dari itu sejarawan harus benar-benar menerpakan kritik sejarah serta menghindari kesalahan.

  • Kesalahan pars pro toto

Kesalahan ini terjadi saat menganggap suatu bukti yang ada itu berlaku untuk seluruhnya, padahal hanya berlaku untuk sebagian saja.

  • Kesalahan toto pro pras
  • Kesalahan ini kebalikan dari kesalahan pars pro toto, yang mana terjadi saat menganggap suatu bukti yang ada itu berlaku hanya untuk sebagian, bukan untuk seluruhnya.
  • Kesalahan pendapat umum sebagai fakta

Sering kali sejarawan beranggapan bahwa pendapat umum itu sebagai fakta. Seperti halnya pernyataan tentang Cina, yang mana Cina itu terkenal dengan kepandaian berdagangnya, namun tanpa menengok Cina yang berada di Bangka yang menjadi pekerja rumah tangga.

  • Kesalahan menganggap pendapat pribadi sebagai fakta

Kesalahan pandangan sejarawan yang melihat bahwa pendapat dan kesenangan pribadi itu berlaku umum dan sebagai fakta sejarah.

  • Kesalahan perincian angka yang persis

Perincian hanya kan menimbulkan pertanyaan, maka dari itu banyak data tradisional yang tidak memungkinkan untuk diperinci angkanya.

  • Kesalahan bukti yang spekulatif

Sejarah sebagai ilmu empiris, menyatakan bahwa tidak diperbolehkan adanya bukti di luar jangkauan sejarah. Jika tidak ada bukti sejarah, sejarawan pun harus berani mengakui bahwa itu berada di luar jangkauan sejarah.

Kesalahan Interpretasi 

Sering kali sejarawan lupa bahwa ia terkait dengan logika, yang mana setiap dalam pengumpulan sumber sejarah wajib disertakan kemampuan dalam menjelaskan.

  • Kesalahan tidak membedakan alasan, sebab, kondisi, dan motivasi

Perbedaannya terdapat pada kedekatan peristiwa. Yang mana alasan terjadi dekat dengan peristiwa. Sebab terjadi lebih dekat lagi. Kondisi menjadi latar belakang peristiwa. Motivasi ialah tujuan peristiwa.

  • Kesalahan post hoc, propter hoc.

Yang artinya ialah setelah ini, maka ini. Kesalahan ini terjadi saat sejarawan berpendapat bahwa peristiwa A terjadi sebelum peristiwa B, maka B disebabkan oleh peristiwa A.

  • Kesalahan reduksionisme

Kesalahan ini kerap terjadi pada sejarawan yang  berideologi, di mana sejarawan tersebut menyederhanakan hal yang sebenarnya sudah kompleks.

  • Kesalahan pluralisme yang berlebihan

Ketakutan sejarawan terhadap reduksionisme dan monisme, mengakibatkan seringnya sejarawan tidak menjelaskan apa-apa. Tema-tema besar dan jangka panjang sering mengandung pluralisme yang sangat berlebihan, beda dengan tema-tema kecil dan jangka pendek di situ sejarawan kerap kali menjelaskan satu faktor yang dominan.

Kesalahan Penulisan

Kesalahan narasi

  • Kesalahan periodisasi

Kesalahan ini terjadi ketika sejarawan beranggapan periode itu sebagai waktu yang pasti.

  • Kesalahan didaktis

Kesalahan ini terjadi ketika sejarawan mengajarkan suatu nilai dengan historiografi.

  • Kesalahan pembahasan

Kesalahan ini terjadi dikarenakan 2 hal yakni, yang pertama penggunaan bahasa emosional itu harus bisa dihindarkan dari tulisan ilmiah. Dan yang kedua ialah penggunaan kalimat yang bukan bagian dari konsekuensi kalimat sebelumnya yang disebut dengan nonsequitur.

Kesalahan argumen

Terjadi ketika sejarawan melakukan kesalahan dalam menguraikan gagasannya dalam waktu penyajian. Terdapat dua kemungkinan yang salah, yakni

  • Kesalahan konseptual

Terjadi saat sejarawan menggunakan kalimat atau istilah yang mempunyai lebih dari satu makna, hal ini menyebabkan para pembaca terkecoh.

  • Kesalahan substantif

Terjadi saat sejarawan menggunakan sebuah argumen yang tidak rasional, seperti halnya argumen otoritas.

Kesalahan generalisasi

  • Generalisasi yang tidak representatif

Yang mana sejarawan dalam hal ini dinyatakan melakukan kesalahan apabila dalam generalisasinya wajib menyertakan banyak pengecualian, dengan begitu ia telah melampaui wewenang ilmu sejarah.

  • Generalisasi sebagai kepastian yang melihat bahwa generalisasi sejarah adalah hukum universal yang berlaku di semua tempat dan waktu

Artinya generalisasi sejarah itu bukan hukum universal yang pasti. Sejarah itu induktif.

               Sejarawan diharapkan berpikir sesuai dengan logika ilmu sejarah guna menghindari berbagai kesalahan yang ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun