Mohon tunggu...
Olie Ibrahim
Olie Ibrahim Mohon Tunggu... Relawan - Perempuan Aceh optimis dan keras kepala

Akhirnya menjadi abdi negara dengan anak satu dan semua perjuangannya. Lulusan Komunikasi, 3 tahun di Biro Iklan, 6 tahun di NGO, sekarang ngurusin Lembaga Pendidikan, ngurusin Palang Merah, lagi nyuri-nyuri waktu menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | ASN Kerja di Rumah Buat Rugi Negara?

22 Maret 2020   19:38 Diperbarui: 22 Maret 2020   19:33 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selasa pagi di warung Wak Nur terdengar riuh dan ramai, jarang ada situasi seperti ini pukul delapan pagi, biasanya pegawai (Aparatur Sipil Negara) baru ramai  berkumpul jam sembilan pagi, semuanya riuh berlomba bersuara dan ingin didengar, sedikit yang mau mendengar, sebagian sibuk memesan makanan, teh atau kopi yang selalu tersaji di warung Wak Nur, salah satu kantin di pusat perkantoran daerah tersebut.

Hari ini para ASN beradu debat tentang kebijakan pemerintah pusat Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tentang kebijakan pencegahan Covid-19 bagi ASN. Mereka berharap banyak jika kebijakan ini juga langsung otomatis berlaku di daerah, bekerja dari rumah terkesan seperti cuti tanpa syarat.

"Saya selaku ASN sangat siap jika pemerintah kita memberlakukan kebijakan bekerja dari rumah" jawab pak Karni salah seorang pejabat ASN yang terkenal dengan prinsip idealismenya, ketika Wak Nur memancing dengan pertanyaan apakah para pegawai akan bekerja dari rumah mulai besok, ia khawatir tidak bisa mencari nafkah lagi apabila para pegawai bekerja di rumah.

Pak Sanusi selaku rekan sejawatnya langsung bertanya balik,  "Benarkah pak? Pak Karni jangan langsung siap pak, udah siap jiwa raga belum? Emang bapak mau bawa komputer sekaligus operator kerumah? Anak-anak pasti dikira kita liburan bukan kerja," Sindirnya tanpa basa basi.

Selaku pejabat Eselon IV Pak Karni pun bersiteguh bahwa fasilitas tidak menjadi halangan, "Saya akan bawa pulang aja komputer, nanti saya belajar komputer sama anak, akan saya jelaskan ke mereka, dia aja nanti kusuruh kirim semua urusan kantor pakai apa itu namanya? Mel-mel ?" tanyanya tanpa rasa malu.

"Begini pak ya, jangan jadikan itu sebagai alasan, kesehatan kita semua lebih penting, kubuatkan nanti daftar apa saja yang harus dikerjakan para staf selama bekerja dari rumah, jadi bukan liburan dan tiduran kerja mereka kalau dirumah, nah laporannya kirim ke saya dan bos besar" katanya lantang.

Pak Iqbal selaku staf pak Karni yang sedang meneguk teh pun tak bisa menahan tawa,"Hahahaha, email maksud Bapak, bagus lah pak kalau begitu, bapak adalah pejabat panutan saya, saya yakin Bapak siap menghadapi industri 4.0, tapi pak saya pakai apa kerjanya? komputer di bagian kita kan cuma satu", tanya Iqbal lagi.

Pak Karni pun terpaku sejenak, lalu jawabnya,"Kalau begitu, pak Iqbal saja yang bawa pulang komputernya, nanti dokumennya kirim lewat WA biar saya baca-baca, kalau WA saya masih bisa", akunya.

Tiba-tiba muncul rasa penyesalan pak Iqbal karena mengungkap kebenaran dan memuji pak Karni. Kenapa tidak dibiarkannya saja pak Sanusi tadi membalas semua pertanyaan pak Karni.

Bu Sunarti yang sedang mengunyah pisang goreng dibatalkannya karena mendengar celotehan bapak-bapak tadi, "Hei, pak Karni, bos besar aja belum keluarin kebijakan apapun untuk bekerja dirumah, nah kenapa kalian yang jadi ribut? Tunggu aja dulu arahan bos besar" imbuh Bu Sunarti selaku pejabat Eselon IV juga.

Tapi pak Karni punya pendapat lain, "Begini bu Sunarti, Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara itu masih belum jelas ya buat ibu? Makanya jangan Tik Tok aja kerjanya bu? Ibu takut kan kalau diberlakukan kerja di rumah karna tidak bisa komputer, ngaku aja bu?" Sindir pak Karni tepat sasaran.

Naik darah bu Sunarti dituduh begitu, "Apa Bapak bilang, jangan asal cakap ya pak, bisa komputer bukan syarat jadi pejabat, karna otak saya masih bisa dipakai untuk hal penting yang lain, itulah gunanya punya staf, macam Bapak bisa aja, sok-sokan mau buat daftar pekerjaan untuk dirumah, buat rencana kerja untuk dikantor aja bapak nggak selesai-selesai" balas bu Narti.

Wak Nur pun tak bisa berkata apa-apa, menyesal dia bertanya tadi, kalau tahu begini, akan ditunggunya saja pengumuman resmi dari pemerintah daerah. Meski begitu, pelanggan setia Wak Nur lainnya, Bu Ratna yang juga pejabat dari kantor berbeda dengan pak Karni dan bu Sunarti yang terkenal lebih "berisi" mencoba menengahi.

"Begini bapak ibu, kita tunggu saja arahan dari atasan kita, nah kalau sudah ada edaran resmi baru kita cari jalan keluarnya, kita buat mekanisme bekerja dari rumah seperti apa, betul kata pak Karni tadi harus ada rencana kerja yang jelas selama bekerja dirumah, tolok ukurnya, hasil dan laporan yang disampaikan sesuai kesepakatan, tapi sementara kita ikut aja dulu arahan yang berlaku".  Sarannya mencoba bijak meski belum punya rencana matang jika kebijakan bekerja dari rumah diberlakukan.

Bu Sunarti pun menimpali, "Saya bekerja dari rumah siap aja, jika ada fasilitas pendukung,  paket internet jangan lupa hehehe, jadi saya bisa video call dengan staf-staf saya , hape saya cuma aktif kalo pakai wifi di kantor soalnya", sarannya lagi entah ditujukan untuk siapa.

Mendengar jawaban Bu Sunarti kemudian bu Ratna pun berkesimpulan, "Begini ya, saya rasa hal-hal yang bapak ibu persoalkan tadi itu menjadikan alasan kenapa pemerintah kita tidak memberlakukan kebijakan bekerja dari rumah, terlalu banyak syarat dan sarana  yang harus dipenuhi, buat rugi Negara, makanya jadi begini kita, ASN daerah kita belum siap menghadapi krisis di era digital, butuh kesiapan matang untuk memberlakukan Work from Home, yang harus dipikirkan sekarang, pakai pelindung masker di kantor, sering cuci tangan, jaga kesehatan, dirumah saja kalau sakit dan tak usah keluar kalau nggak ada hal yang urgent".

Mendengar ulasan bu Ratna yang panjang dan beristilah baru membuat sebagian pelanggan Wak Nur pun mengangguk-ngangguk memberi isyarat paham apa yang disampaikan dan sebagian lagi menunjukkan isyarat pura-pura paham, biar dianggap mengerti dan sepakat dengan bu Ratna.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun