Pada awal 1918, Alida bersama tiga orang anaknya meninggalkan Rantepao dan pindah ke Solo, Jawa Tengah untuk bekerja di sebuah rumah sakit misi. Di Solo, Alida kehilangan seorang puteranya karena terkena wabah diare. Pada 1928 Alida memboyong dua putrinya ke Oegstgeest dekat Leiden dan menetap di sana dengan tetap aktif bekerja di kegiatan gereja hingga akhir hidupnya. Rumah mereka sering menjadi tempat pertemuan para pelajar Indonesia yang menimba ilmu di Leiden termasuk diantaranya Ferdinand Tampubolon, Amir Sharifuddin dan Mohamad Hatta.
Kini hampir seabad berlalu, Anton dan Alida sudah tiada namun semangat dan benih yang mereka sebar di Toraja kini telah berbuah. Sejam bercengkerama dan menikmati cinta Tuhan di tempat ini, kaki pun beranjak meninggalkan sepi seiring ingatan pada ucapan terakhir Anton sebelum kepergiannya,”Saya tidak mengerti mengapa orang Toraja ingin membunuh saya. Saya tidak pernah menyakiti mereka; malah sebaliknya berbuat baik terhadap mereka.”
Selamat beristirahat martir Tuhan, tenang dan damai dalam pelukanNya. Semoga kita bisa menghargai dan bersyukur untuk setiap karya Tuhan dalam kehidupan kita, salam wisata religi.[oli3ve] Sumber inspirasi:
- Kenangan masa kecil bersama alm. Papa saat pertama kali diajak berkunjung ke makam Antonie Aris van de Loosdrescht.
- Kenangan manis bersama Laura, Dorathea, Juho dan anak-anak misionaris yang menjadi teman bermain semasa TK serta kebaikan hati para misionaris yang pernah tinggal di dekat rumah dan selalu menjadi cerita hangat ketika dituturkan oleh alm. Oma dan Mama.
- Dari Benih Terkecil Tumbuh Menjadi Pohon, Kisah Anton dan Alida van de Loosdrecht, Misionaris Pertama ke Toraja – Anthonia Arisa van de Loosdrecht – Muller, 2005
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H