Telur ayam merupakan salah satu sumber protein yang berasal dari bahan pangan hewani dan sangat mudah didapat karena ketersediaan dan keterjangkauan harga. Setiap tahunnya jumlah permintaan telur ayam terus meningkat, hal ini dikarenakan jumlah kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia yang dihitung dari konsumsi per kapita, daya beli yang ditentukan dari struktur pendapatan masyarakat, dan faktor sosio-kultur, serta geografi masyarakat kita. Telur ayam ras mengandung air 74%, protein 13%, lemak 12%, karbohidrat 1,0% dan mineral 0,8%. Peningkatan permintaan telur ayam mengharuskan peternak telur ayam juga meningkatkan produksi, hal ini dikarenakan jika kebutuhan tidak terpenuhi maka akan terjadi fluktuasi harga. Faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga telur ayam adalah harga pakan, harga DOC (Day Old Chicks), penjualan ayam tua (afkir), iklim/cuaca yang tidak menentu serta rantai tata niaga.
Jawa timur merupakan sentra produksi telur ayam dengan harga terendah dibandingkan dengan daerah lain, hal ini menyebabkan banyak telur yang diperdagangkan ke luar daerah terutama DKI dan Jawa Barat. Berdasarkan data BPS jumlah produksi telur ayam kampung di Jawa timur mencapai 20.381 ton pada tahun 2021 dan 20.830 ton pada tahun 2022, sedangkan jumlah produksi telur ayam ras di Jawa Timur mencapai 1.475.886 ton pada tahun 2021 dan 1.314.115 ton pada tahun 2022. Populasi unggas ayam kampung mencapai 36.998.104 ekor pada tahun 2021 dan 37.353.401 ekor pada tahun 2022, sedangkan untuk populasi ayam petelur mencapai 110.527.121 ekor pada tahun 2021 dan 89.378.576 ekor pada tahun 2022. Berdasarkan data berikut populasi ayam petelur mengalami penurunan pada tahun 2022 sehingga berdampak pada produksi telur yang juga menurun pada tahun 2022. Harga telur ayam di Provinsi Jawa Timur per tanggal 9 November 2023 menunjukkan bahwa harga telur ayam ras mengalami kenaikan sebesar 0,74% dari harga Rp. 25.585 menjadi Rp. 25.774, sedangkan untuk harga telur ayam kampung juga mengalami kenaikan tetapi tidak sebesar kenaikan harga telur ayam ras, kenaikan mencapai 0,13% dari harga sebelumnya Rp. 44.025 menjadi Rp. 44.080. Harga ecer tertinggi yang ditetapkan yaitu Rp. 27.000 namun pada saat hari raya tahun 2023 harga telur berada diatas HET yang ditetapkan sebesar RP. 30.131, sehingga banyak konsumen yang mengeluh terhadap harga telur yang meningkat drastis.
Berdasarkan literatur faktor-faktor yang mempengaruhi harga telur yaitu perilaku produksi dimana jika diasumsikan permintaan tetap, maka harga telur dipengaruhi oleh jumlah pasokan telur ke pasar. Kenaikan harga telur biasanya terjadi menjelang lebaran, hal ini dikarenakan peternak mengurangi jumlah telur yang ditetaskan sehingga peternak memasukkan telur tetas ke pasar. Akibatnya harga telur konsumsi menurun tajam dan setelah telur tetas habis terjual dalam tempo sekitar 5-7 hari, harga telur stabil kembali, kemudian naik sedikit menjelang lebaran akibat naiknya permintaan dan stabil kembali pascalebaran. Kondisi pasokan telur menurun ketika ayam terserang penyakit sehingga kondisi jadi tidak normal. Selain penurunan produksi karena serangan penyakit, adanya keputusan pengusaha dan peternak ayam petelur melakukan afkir dini. Salah satu penyebabnya yaitu kenaikan harga jagung karena pasokan kurang sehingga harga pakan naik.
Fluktuasi harga telur sangat terkait dengan fluktuasi produksi. Jika ditelusuri hal ini sangat terkait dengan fluktuasi harga pakan dan bahan baku pakan utama, seperti jagung, bungkil kedelai, tepung ikan, tepung tulang, dan dedak/bekatul. Penurunan produksi terjadi di tengah kenaikan harga sarana produksi utama, yaitu pakan dan jagung. Harga jagung pipil saat ini mencapai Rp. 7.436 per kg dan harga pakan mencapai Rp. 12.000 per kg. Kenaikan harga pakan disebabkan oleh kenaikan harga jagung yang tidak terkendali karena kurangnya pasokan produksi domestik dan kebijakan larangan impor jagung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H