Di tengah hiruk-pikuk kawasan Glodok, Jakarta Barat, berdiri sebuah bangunan bersejarah yang menjadi saksi bisu perjalanan waktu. Gedung Chandra Naya, dengan arsitektur khas Tionghoa, adalah salah satu peninggalan budaya yang masih bertahan di tengah modernisasi ibu kota. Gedung ini merupakan simbol sejarah dan bukti kontribusi komunitas Tionghoa dalam pembangunan Jakarta.
Â
Gedung Chandra Naya dibangun pada abad ke-19 dan awalnya merupakan kediaman pribadi Khouw Kim An, seorang Majoor der Chinezen (pemimpin komunitas Tionghoa di Batavia) pada masa kolonial Belanda. Khouw Kim An adalah anggota keluarga Khouw dari Tamboen, sebuah keluarga Tionghoa peranakan terkemuka di Hindia Belanda yang memiliki peran penting dalam perdagangan, sosial, dan budaya.
Â
Bangunan ini dulunya menjadi pusat aktivitas sosial dan budaya komunitas Tionghoa di Batavia. Dalam desainnya, gedung ini mencerminkan gaya arsitektur tradisional Tionghoa, dengan halaman luas, pintu gerbang megah, dan atap melengkung yang dihiasi ornamen naga. Kombinasi arsitektur ini mencerminkan kedudukan sosial pemiliknya serta pengaruh budaya Tionghoa di Hindia Belanda.
Â
Setelah masa kolonial, Gedung Chandra Naya mengalami berbagai perubahan. Pada pertengahan abad ke-20, gedung ini tidak lagi menjadi kediaman pribadi dan sempat digunakan sebagai rumah sakit dan klinik. Namun, pada era modernisasi Jakarta, keberadaannya terancam oleh pembangunan gedung-gedung tinggi.
Â
Pada tahun 1990-an, kawasan tempat Gedung Chandra Naya berdiri diambil alih untuk pembangunan kompleks apartemen dan pusat perbelanjaan. Namun, berkat upaya pelestarian, bangunan utama gedung ini tetap dipertahankan sebagai situs bersejarah.
Â
Saat ini, Gedung Chandra Naya berada di tengah kompleks modern bernama Novotel Gajah Mada. Meskipun dikelilingi oleh gedung-gedung tinggi, gedung ini tetap menjadi daya tarik utama bagi wisatawan dan sejarawan. Gedung ini digunakan untuk berbagai acara budaya dan menjadi simbol penting dalam pelestarian warisan Tionghoa di Jakarta.
Â
Gedung Chandra Naya tidak hanya menjadi pengingat akan masa kejayaan komunitas Tionghoa di Batavia, tetapi juga bukti nyata pentingnya menjaga keseimbangan antara modernisasi dan pelestarian sejarah. Kehadirannya mengingatkan akan keragaman dan kontribusi budaya yang telah membentuk Jakarta sebagai kota multikultural.
Ditulis oleh kelompok 12Â
Olga Nirmala 44222010187
Arsyfa Razky Putri Gunawan 44222010184
Arieltha Esa Putri 44222010127
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H