[caption id="attachment_152154" align="alignleft" width="342" caption="Satu batang rokok jika di extract"][/caption] Dalam sebuah berita, Presiden SBY pernah menyatakan kalau masalah rokok di Indonesia sudah menjadi epidemik. Epidemik tembakau akut yang sangat mengkhawatirkan. Seperti bom waktu yang siap meledak kapan saja dan efek psikologis yang luar biasa. Beberapa berita mengungkapkan kalau di Indonesia, permasalahan rokok menjadi menjadi penyebab kematian. Penelitian demografi konsumsi menunjukkan, epidemik tembakau di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Bahkan data dari Menteri Kesehatan, mencatat bahwa kelompok umur pertama kali merasakan rokok pada usia 10-14 tahun mengalami peningkatan dari 10 persen menjadi 17,5 persen dan umur 15-19 tahun meningkat dari 33 persen menjadi 43,3 persen. Berita Antara melaporkan. Anehnya, bagi penghisap rokok, mereka sering mengajukan gugatan banding, mereka menanyakan; “Mengapa hanya mempedulikan asap rokok, bagaimana dengan asap knalpot dan cerobong pabrik dan gas yang lebih banyak menyumbangkan pengaruhnya ruang bumi ini ketimbang asap rokok?” Sederhana untuk menjawab kengeyelan ini sebenarnya: Pertama: Hanya karena ada pabrik polutan dan knalpot, tidak serta merta membuat polutan rokok jadi tidak salah. Pabrik polutan dan knalpot adalah hal buruk, polutan rokok juga tetap buruk. Kedua: Masalah konsentrasi polutan. Polutan pabrik atau polutan knalpot, justru terkonsentrasi pada titik-titik tertentu. Kemudian, penyebaran polutan atau knalpot tidaklah secepat tersebarnya cahaya. Sementara asap rokok, di lain pihak, membawa polutan tersebut langsung ke masuk paru-paru non-perokok. Jadi jelas sekali, kalau ada yang merokok di depan saya, wajar jika saya anggap lebih berbahaya bagi paru-paru saya dibanding pabrik di Las Vegas sana atau di Cengkareng sana. Ketiga: masalah filterisasi alam. Ketika polusi udara dari pabrik mengotori alam, alam memiliki metode adaptasi yang masif yang disebut dengan cuaca dan iklim. Molekul polutan yang berat akan cenderung turun dan yang ringan naik. Polutan seperti itu, akan mengganggu jika kapasitasnya sudah diatas kapasitas alam untuk memfiltrasi. Tubuh manusia, di lain pihak, tidak memiliki mekanisme pertahanan diri terhadap asap yang langsung masuk. Setiap tar yang masuk, kemudian mengerak di dalam paru-paru, tak mungkin bisa keluar, kecuali paru-parunya dipotong. Maka, untuk menghadapi knalpot dan pabrik, langkah pertama adalah, jangan nongkrong di depan knalpot atau pabrik. Lebih efisiennya seperti itu. Dan jika sudah amat keterlaluan, protes! dan adakan demo!. Persis demo di Freeport tempo hari itu atau demo di Bima. Sedangkan untuk menghadapi perokok, lebih efisien memprotesnya jika ia merokok di tempat yang banyak orang bukan perokok dan di tempat-tempat umum. Karena itu kita sangat setuju dan mendukung penuh dengan berita gembira ini, kalau per 1 Januari nanti merokok dalam Kereta Api dilarang bahkan tidak saja dalam kereta api, tapi semua tempat-tempat umum dan angkutan umum. [] Sumber gambar Bonus; http://www.lensaindonesia.com/2011/12/22/maaf-ya-per-1-januari-dilarang-merokok-dalam-kereta-api.html http://orbit-digital.com/kimia/ih-seram-ada-3800-zat-kimia-dalam-rokok http://pedulikesehatan.hostei.com/index.php?p=1_10 UPDATED: TULISAN INI SUDAH DIPERMAK
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H