Mohon tunggu...
Olan Simanjuntak
Olan Simanjuntak Mohon Tunggu... -

Muda dan ingin berkarya

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Bondan 1: Kisah Kantong Sampah

19 Agustus 2010   18:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:53 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hooaaaaaahg!" Bondan menguap lebar-lebar di pagi buta ini. Mata masih sepet, tapi tugas udah menanti. Baru aja dia buka pintu depan, tiba-tiba sebuah motor berhenti di depan pagar rumahnya. Belum sempat ba-bi-bu, si pengendara melempar sekantong sampah ke halaman rumahnya, lalu langsung ngacir. Bondan terkesiap, mimpi apa dia tadi malam? "Woiii!!" teriaknya begitu sadar. Bondan lompat ke halaman, berusaha mengejar si pembuang sampah. Apa daya, pengendara motor udah menghilang di ujung jalan.

"Kurang ajar!!" sumpah serapah keluar dari mulut Bondan. Di pagi yg dingin ini rasanya panas udah menyengat di ubun-ubunnya. Setelah sekian menit menghabiskan kosakata jengkelnya, Bondan memungut kantong sampah yang bau dan gemuk padat itu (mungkin sekitar 5 kg).

"Tak tunggu lu lewat jalan ini!!" teriaknya ke udara. Kantong sampah Bondan simpan di sudut pekarangan. Harapannya, si pengendara lewat lagi, jadi dia punya kesempatan buat perhitungan sekalian ngembaliin itu sampah.

Hari itu Bondan lalui dengan uring-uringan. Si pengendara yg ga ketahuan identitasnya itu (karna pake helm dan memang bukan warga sekitar) benar-benar mengusik ketentraman hatinya. Begitu dia pulang dan melihat kantong sampah itu, ngamuknya kumat lagi, apalagi Bondan liat kantong itu udah kebuka (oleh kucing yang lapar n penasaran). Jadi, Bondan pungut itu sampah lalu dia pindahin ke sudut teras rumahnya (biar lebih aman pikirnya). Sore itu dia habiskan waktu olahraga bulutangkisnya dengan nungguin si pengendara (yang kini entah di mana, dengan siapa n berbuat apa?)

Malam hari si Bondan susah tidur. Miring kiri ga enak, miring kanan tambah sengsara. Ini kedua kalinya dia susah tidur. Yang pertama waktu dia dulu jatuh cinta (ama teman satu sekolahnya). Sepanjang malam itu dia habiskan untuk mengira-ngira siapa pengendara misterius itu, dan apa kira-kira yg akan dia perbuat bila ketemu ama orang itu. Dia baru aja meraih ban hitam di perguruannya. Sepertinya jurus bango mematuk ular cocok dengan orang itu. Atau jurus banteng menanduk marmut? (jurus yang ini baru saja muncul di benaknya, lengkap dgn slow motion-nya).

Susah tidur membuat Bondan telat bangun. Buru-buru dia bersiap, dan saat keluar teras, dia mencium bau busuk yang memenuhi halaman rumahnya. Maka 10 menit di pagi itu dia melampiaskan kemurkaannya dengan mempraktekkan segala jurus karate yg ia miliki. Alhasil kantong sampah itu babak-belur-bonyok dan mengeluarkan segala isinya yang busuk. Ah! Tetap saja dia kemudian yang harus membersihkan hasil karyanya pagi itu sebelum ngantor.

Hari ke-3. Pengendara misterius belum nongol. Sampah udah ber ulat, baunya bukan cuma di halaman, tapi udah sampai ke dalam rumah dan ke tetangga sebelah. Bondan hampir salah paham ama tetangga n RT gara-gara bau itu. Dia stress, sakit hati, capek fisik, geram, murka dan kelelahan menahan dendam kesumat yang tak kesampaian.

Hari ke-5. Bondan ga kuat lagi. Dia minta izin karena sakit. Dokter menganjurkan dia rawat inap. gangguan pernafasan, maag akut dan stress. Ah, Bondan yang malang..

Renungan:

Ada banyak "kantong sampah" yang bisa "singgah" di "pekarangan" hidup kita. Kata-kata menyinggung, lirikan sinis, komentar miring, perlakuan tak adil dll. Apa reaksi kita? Nyimpan sampah di "pekarangan" hati kita?. "Dia yang salah, tak tunggu sampe dia datang n minta maap!". Gimana kalo orangnya ga sadar, atao ga mau minta maaf? . Apakah "sampah" akan tetap kita simpan, bahkan dipindahkan ke "teras" hati kita?

Menyimpan sampah kesalahan hanya merugikan diri sendiri. Kita kehilangan waktu untuk melakukan hal berharga lain (Bondan kehilangan waktu main bulutangkisnya). Kita bisa perprasangka buruk dan mengira-ngira yang belum tentu bener ttg orang lain (Senyum sinis sso kita pikirin n mulai berpikir yg negatif ttg orang lain; padahal mungkin orang itu hanya bisa senyum dgn cara itu?).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun