Mohon tunggu...
hasiholan tiroi simorangkir
hasiholan tiroi simorangkir Mohon Tunggu... PNS -

Praktisi dan Konsultan Pengembangan Pelayanan Kesehatan (RS), SDM kesehatan dan Penelitian Manajemen Kesehatan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Implementasi Standar di Rumah Sakit?

6 April 2016   17:39 Diperbarui: 7 April 2016   03:14 626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Pengelolaan rumah sakit yang efisien dan efektif menjadi kunci agar mampu bertahan di era Jaminan Kesehatan Nasional saat ini. | Ilustrasi: KOMPAS/YUNIADHI AGUNG"][/caption]"If you can't measure it, you can't improve it" 

"You can't improve a process until you have a process" (Toyota Production Systemguru Taiichi Ohno)

Frase di atas yang dikembangkan oleh pendiri Toyota di industri manufaktur, ternyata frase yang juga sangat penting dalam upaya-upaya perbaikan mutu pelayanan di RS, Puskesmas atau pelayanan kesehatan apapun. Begitu banyak organisasi kesehatan khsususnya RS punya keinginan untuk memperbaiki diri, dan meningkatkan kualitas pelayanan dan keluaran layanannya akan tapi kesulitan dalam untuk memutuskan akan memulai dari mana dan bagaimana caranya.

Frasa diatas bisa dijadikan acuan awal jika kita mau memulai langkah-langkah untuk meningkatkan kualitas layanan. Menyusun sebuah standar "apa adanya" beribu kali lebih berguna daripada tidak ada standar sama sekali. Standar akan sangat menolong organisasi untuk menilai sejauh mana organisasi telah berjalan dan menjadi dasar untuk perbaikan layanan kedepan. Tanpa standar tidak ada alat ukur untuk menilai sejauh mana kualitas telah dicapai. Konsep ini terkesan sangat teoritis tapi akan sangat praktis jika diterapkan. 

Sebagai contoh, jika standar respon time untuk pelayanan di Instalasi Gawat Darurat adalah kurang dari 4 menit, maka setiap pasien yang dilayani dan ditemukan lebih dari 4 menit mendapatkan pelayanan, artinya telah menyimpang dari standar. Akan sangat mudah mengevaluasi dan mencari jawaban "kenapa" pada setiap penyimpangan yang terjadi dan mencoba mengidentifikasi perbaikan yang bisa dilakukan dimasa yang akan datang (Continuous improvement).

Akan tetapi permasalahan yang terjadi dan menjadi kesulitan bagi RS atau pusat layanan kesehatan saat ini bukan hanya pada saat menyusun standar. Bagaimana menerapkan standar yang telah disusun secara konsisten dan menjadi bagian rutinitas diseluruh proses yang berlangsung di RS juga menjadi permasalahan yang sangat pelik. 

Kejadian-kejadian tuntutan malpraktik yang sering muncul di tengah-tengah masyarakat bisa jadi gambaran kecil tentang prosedur yang tidak diterapkan dengan paripurna di RS atau pusat layanan kesehatan. Manajemen RS begitu sukar mendorong implementasi prosedur yang konsisten oleh setiap SDM RS disetiap saat dan disetiap tempat. Beberapa latar belakang yang bisa diidentifikasi menjadi penyebab hal ini adalah sebagai berikut:

*) Standar yang disusun TOP DOWN. Penyusunan standar dari pimpinan puncak manajemen atau organisasi membuat standar secara psikologis dilihat bukan bagian dari "milik" karyawan RS. Ditambah dengan standar yang dibangun dengan tidak melihat kondisi real di lapangan akan menngkatkan resistensi karyawan untuk menerapkan standar. 

Jika kembali pada contoh layanan di IGD, standar dibuat tidak melihat ketersediaan sarana yang memadai untuk melaksanakan standar tersebut, maka sebelum pelaksanaan pun standar tersebut sudah akan sangat mungkin tidak terlaksana. Sangat penting untuk bisa melibatkan sebanyak mungkin unsur didalam organisasi untuk menyusun standar. Standar yang disusun Bottom-Up akan memudahkan penerimaan dan implementasi.

*) Pemahaman seluruh karyawan yang belum sama tentang pentingnya Standar. Begitu sering dan sungguh terjadi, dimana RS akan sangat sibuk sekali dengan "persiapan standar" ketika akan dilakukan visitasi akreditasi layanan RS oleh lembaga akreditasi. Tujuannya hanya satu, yaitu untuk mendapatkan sertifikasi. Sehari setelah visitasi dan mendapatkan sertifikat kelulusan, maka pola kerja dan seluruh proses kembali seperti semula-tanpa standar. 

Salah satu pemahaman yang perlu ditekankan pada seluruh karyawan adalah standar akan memudahkan pekerjaan. Jika semua patuh pada standar untuk mewujudkan standar respon time, maka setiap pasien pasti akan mendapatkan standar minimal, yaitu dilayani kurang dari 4 menit.

*) Proses reward dan punishment penerapan standar. Setiap orang yang menerapkan standar harus mendapatkan penghargaan (recognition) dan setiap yang tidak menerapkan harus mendapatkan hukuman, disemua level dari mulai karyawan level terendah hingga pimpinan puncak RS. 

Begitu banyak teori yang bisa menjelaskan hal ini, tetapi jika manajemen RS tidak menerapkan hal ini maka kegagalan menerapkan standar dalam seluruh proses di dalam RS akan sangat sulit terlaksana dan bahkan bukan tidak mungkin menuju kegagalan. Pembiaran ketidaktaantan akan standar akan diterjemahkan oleh karyawan bahwa prosedur tidak penting. 

*) Otonomi profesi. RS memiliki begitu banyak profesi yang otonominya akan merasa dikekang otonomi profesinya karena keberadaan standar. Alasan bahwa setiap pasien unik dan perlu di treat berbeda sangat tidak relevan dengan perkembangan pengetahun dan teknologi saat ini. 

Keseimbangan antara kepentingan pasien dan otonomi profesi harus dititiktemukan dalam standar yang mengakomodir keduanya. Profesi yang output dan outcome layanannnya semakin terukur akan menjadi pilihan masyarakat. Ditengah kompetisi layanan kesehatan hal ini menjadi keniscayaan.

*) Pelatihan yang tidak adekuat. SDM perlu disiapkan dengan memadai agar mampu untuk menerapkan standar. Proses-proses pelatihan/pendidikan terstruktur, atau tidak terstruktur (coaching) harus dikembangkan jika seluruh SDM RS diharapkan mampu dan siap menerapkan standar yang telah ditetapkan.

[caption caption="Source: Twitter RSUD R. Syamsudin SH"]

[/caption]

Masih banyak lagi hal-hal yang bisa melatarbelakangi kegagalan penerapan standar di RS. Beberapa penyebab bisa berbeda dan sangat spesifik disatu RS, akan tetapi secara umum bisa disebabkan hal-hal yang telah dijelaskan diatas. Identifikasi penyebab akan sangat menolong untuk memperbaiki langkah-langkah penerapan standar hingga menjadi bagian tak terpisahkan dalam seluruh proses di dalam setiap pelayanan RS. 

Sebagai penutup, sama seperti semua teori atau konsep perubahan dan sejarah perubahan, perubahan-dalam hal ini menerapkan standar- harus dimulai dari para pemimpin (leaders). Pemimpin harus jadi inspirator, role model, pendorong (supporter) dalam implementasi standar. Bagaimana menilai pemimpin???? cukup lihat bagaimana para karyawannya memberikan layanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun