Politik sering kali dianggap sebagai sesuatu yang kotor, penuh korupsi, dan menimbulkan ketidakadilan. Persepsi ini sudah melekat kuat dalam benak banyak orang, terutama karena tingkah laku politisi yang sering menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya. Namun, jika kita meninjau lebih dalam, kesalahan ini bukan terletak pada politik itu sendiri, melainkan pada mereka yang mengendalikan kekuasaan. Sejatinya, politik adalah aktivitas yang mulia. Politik diciptakan sebagai sarana untuk menciptakan keteraturan, menjamin hak-hak masyarakat, dan menciptakan kesejahteraan bersama.Â
Namun, pemisahan antara makna politik yang sebenarnya dengan perilaku buruk para pelakunya sering kali tidak diperhatikan. Ketidakadilan dan konflik yang kita lihat dalam sistem politik bukanlah hasil dari politik sebagai konsep, tetapi dari manusia yang menggunakan kekuasaan untuk kepentingan egois. Kita harus memahami bahwa politik adalah alat, dan bagaimana alat itu digunakan sangat bergantung pada tangan siapa alat tersebut berada.
Politik dan Konflik
Pada dasarnya, politik berfungsi untuk mengelola konflik dan persaingan dalam masyarakat. Dalam kondisi alamiah yang ideal, ketika kebutuhan manusia masih terbatas dan sumber daya melimpah, manusia tidak banyak berkonflik. Mereka tidak perlu berkompetisi secara agresif untuk bertahan hidup atau mencapai kesejahteraan. Namun, dengan berkembangnya masyarakat dan semakin kompleksnya kebutuhan, persaingan pun menjadi tidak terelakkan. Semakin banyak manusia yang berlomba untuk mendapatkan sumber daya yang sama, dan di sinilah konflik muncul.
Thomas Hobbes, seorang filsuf politik yang terkenal dengan pemikirannya tentang kondisi alamiah manusia, menyatakan bahwa dalam keadaan tanpa pemerintahan atau aturan, kehidupan manusia akan menjadi brutal dan penuh kekerasan. Menurut Hobbes, manusia pada dasarnya selalu berkompetisi satu sama lain untuk mempertahankan diri dan mencapai kesejahteraan. Kondisi ini digambarkan sebagai "bellum omnium contra omnes" atau "perang semua melawan semua". Hobbes meyakini bahwa kekuasaan adalah satu-satunya cara untuk menciptakan keteraturan dan mencegah konflik yang lebih besar.
Di dunia modern, kompetisi tersebut menjadi lebih rumit. Tidak hanya bersaing untuk memenuhi kebutuhan dasar, manusia juga berlomba-lomba untuk mendapatkan kekayaan, kekuasaan, dan status sosial. Francis Fukuyama, dalam bukunya Identity: The Demand for Dignity and the Politics of Resentment (2020), memperkenalkan konsep utilitas yang menjelaskan motivasi utama di balik perilaku manusia dalam berpolitik. Utilitas, menurut Fukuyama, adalah tingkat kepuasan yang diinginkan oleh individu. Utilitas ini bisa bersifat material atau non-material.Â
Utilitas material meliputi kekayaan, properti, dan hal-hal yang bisa diukur secara fisik. Ini termasuk mobil mewah, rumah besar, atau uang yang berlimpah. Sementara itu, utilitas non-material berkaitan dengan pencapaian yang bersifat spiritual atau kebahagiaan internal, seperti kehormatan, harga diri, atau kebebasan beribadah.Â
Persaingan terbesar muncul dalam hal utilitas material, karena sifatnya yang terbatas. Misalnya, tidak semua orang bisa memiliki mobil mewah atau tanah yang luas, karena jumlahnya terbatas. Inilah yang memicu konflik dan persaingan di antara individu dan kelompok. Sebaliknya, utilitas non-material cenderung tidak terbatas, sehingga jarang menjadi sumber konflik. Tidak ada orang yang bersaing untuk beribadah atau berbuat baik, karena hal-hal ini tidak memiliki batasan kuantitatif.
Dalam politik, persaingan untuk mendapatkan utilitas material inilah yang sering kali menjadi sumber konflik. Ketika politisi atau penguasa menggunakan kekuasaan mereka untuk memperkaya diri atau kelompoknya, mereka menciptakan ketidakadilan yang memperburuk situasi sosial. Dalam banyak kasus, sumber daya yang terbatas menjadi sasaran perebutan, dan ini menghasilkan konflik di tengah masyarakat.
Kekuasaan: Instrumen Kesejahteraan atau Penyimpangan?
Max Weber, salah satu sosiolog terkemuka, mendefinisikan kekuasaan sebagai kemampuan seseorang atau kelompok untuk memaksakan kehendaknya meskipun menghadapi perlawanan. Kekuasaan adalah alat penting dalam politik. Dengan kekuasaan, pemimpin bisa menetapkan kebijakan yang mengatur masyarakat dan memastikan bahwa hukum dijalankan untuk menciptakan ketertiban. Namun, kekuasaan juga bisa menjadi alat yang sangat berbahaya jika digunakan dengan cara yang salah
Di berbagai negara, kita sering melihat bagaimana kekuasaan disalahgunakan oleh mereka yang berada di puncak pemerintahan. Fenomena ini dikenal sebagai abuse of power, atau penyalahgunaan kekuasaan. Contoh penyalahgunaan kekuasaan ini bisa dilihat ketika pejabat pemerintah menggunakan wewenangnya untuk memperkaya diri, seperti mengubah status tanah negara menjadi milik pribadi dengan imbalan suap. Melalui kekuasaan yang mereka miliki, mereka dapat mengendalikan kebijakan dan mengambil keputusan yang hanya menguntungkan segelintir orang, sementara masyarakat umum dibiarkan menderita.
Salah satu penyebab utama penyimpangan kekuasaan ini adalah dorongan utilitas material yang tinggi. Seperti yang dijelaskan oleh Francis Fukuyama, manusia sering kali terobsesi dengan pemenuhan utilitas materialnya. Kekuasaan memberikan jalan pintas untuk mendapatkan hal-hal ini dengan lebih mudah. Alih-alih bekerja keras dan mengikuti prosedur yang sah, banyak orang menggunakan kekuasaan untuk mengambil sumber daya secara tidak adil dan tidak sah. Inilah yang sering kali menjadi penyebab utama ketidakstabilan politik dan ekonomi di berbagai negara.
Namun, kekuasaan sebenarnya bisa menjadi alat yang positif jika digunakan dengan cara yang benar. Jean-Jacques Rousseau, dalam The Social Contract, menyatakan bahwa masyarakat menyerahkan sebagian kebebasannya kepada pemerintah untuk menciptakan keamanan dan keteraturan sosial. Dalam pandangan Rousseau, kekuasaan seharusnya digunakan untuk melindungi hak-hak semua individu dan memastikan bahwa setiap orang mendapatkan perlakuan yang adil.Â
Namun, idealisme ini sering kali bertabrakan dengan kenyataan. Banyak pemimpin politik yang memanfaatkan kekuasaan bukan untuk melayani rakyat, tetapi untuk memperkaya diri. Hal ini tidak hanya menyebabkan ketidakadilan, tetapi juga memperburuk situasi ekonomi dan sosial, serta menimbulkan ketidakstabilan politik yang berkepanjangan.
Politik sebagai Solusi: Kekuasaan yang Terkontrol
Meskipun kekuasaan sering kali disalahgunakan, politik sebagai instrumen sebenarnya memiliki potensi besar untuk menciptakan kesejahteraan yang adil. Demokrasi adalah salah satu sistem politik yang dirancang untuk menjaga agar kekuasaan tetap berada dalam batasan yang wajar. Dalam sistem demokrasi, kekuasaan tidak boleh terpusat pada satu individu atau kelompok. Sebaliknya, kekuasaan harus dibagi dan dikontrol melalui checks and balances, di mana lembaga-lembaga yang berbeda memiliki wewenang untuk mengawasi satu sama lain.
Prinsip-prinsip akuntabilitas dan transparansi juga sangat penting dalam menjaga kekuasaan agar tidak disalahgunakan. Dalam sistem politik yang ideal, pemimpin harus bertanggung jawab atas setiap keputusan yang mereka buat. Mereka harus menjelaskan dan mempertanggungjawabkan kebijakan mereka kepada masyarakat. Selain itu, proses pengambilan keputusan harus transparan, sehingga masyarakat bisa melihat dan menilai bagaimana kekuasaan dijalankan.
Jika kekuasaan dijalankan dengan prinsip-prinsip ini, politik bisa menjadi alat yang efektif untuk menciptakan kesejahteraan bagi semua orang. Kekuasaan yang terkendali dan diawasi dengan baik dapat digunakan untuk memastikan bahwa sumber daya dibagi secara adil, hak-hak individu dilindungi, dan masyarakat hidup dalam damai.
Politik untuk Kesejahteraan Bersama
Pada akhirnya, politik bukanlah penyebab dari semua konflik dan ketidakadilan yang kita lihat di dunia ini. Politik adalah alat. Bagaimana alat itu digunakan bergantung pada mereka yang memegang kendali. Jika kekuasaan dijalankan dengan prinsip-prinsip keadilan, akuntabilitas, dan transparansi, politik bisa menjadi sarana yang efektif untuk menciptakan kesejahteraan bersama. Namun, jika kekuasaan diserahkan kepada individu atau kelompok yang hanya peduli pada utilitas pribadinya, politik akan menjadi sumber ketidakadilan, konflik, dan ketidakstabilan.
Kita harus memahami bahwa kegagalan politik dalam menciptakan kesejahteraan bukan karena kekuasaan itu sendiri, tetapi karena sifat manusia yang sering kali digerakkan oleh keserakahan. Oleh karena itu, tugas kita sebagai masyarakat adalah memastikan bahwa kekuasaan dijalankan oleh mereka yang memiliki integritas, serta menjaga agar sistem politik tetap transparan dan bertanggung jawab.
Dengan demikian, politik tidak hanya bisa menciptakan kesejahteraan, tetapi juga mencegah konflik yang disebabkan oleh perebutan sumber daya yang terbatas. Melalui politik yang benar, kita bisa mewujudkan tatanan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera.
Okza Hendrian., M.A
Researcher di Sygma Research and Consulting
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI