Mohon tunggu...
Okza Hendrian
Okza Hendrian Mohon Tunggu... Dosen - Electoral Analyst di Sygma Research and Consulting

Membaca dan sebagai coloumnis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Rencana Kabinet Gemuk Prabowo: Strategi Nasional atau Bagi-bagi Jabatan?

5 Oktober 2024   10:54 Diperbarui: 5 Oktober 2024   11:02 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti yang diatur dalam UU Nomor 39 Tahun 2008, jumlah kementerian dibatasi maksimal 34. Usulan Prabowo untuk memperluas kabinet hingga 40 menteri memerlukan revisi hukum yang signifikan. Selayaknya pembentukan kementerian baru harus didasarkan pada kebutuhan yang jelas dan bukan semata-mata untuk akomodasi politik.

Meskipun Partai Gerindra berpendapat bahwa penambahan menteri ini adalah langkah yang wajar mengingat besarnya tantangan yang dihadapi negara, para kritikus politik menekankan pentingnya menjaga efisiensi dan efektivitas pemerintahan. Menurut mereka, penambahan kementerian yang tidak disertai dengan pembagian tugas yang jelas hanya akan menambah beban birokrasi tanpa memberikan manfaat nyata bagi rakyat.

Efek Terhadap Kepentingan Kelompok

Politik akomodatif yang dilakukan Prabowo bisa dipandang sebagai upaya untuk memperkuat dukungan politiknya di kalangan partai koalisi. Dengan menambahkan kementerian baru, ada ruang yang lebih besar untuk mengakomodasi kepentingan partai-partai politik yang mendukungnya. Hal ini bisa menjadi strategi yang efektif untuk menjaga stabilitas politik dan memastikan kelangsungan pemerintahan. Namun, jika penambahan menteri lebih banyak berfungsi sebagai bagi-bagi kekuasaan kepada elit politik, ini dapat menciptakan situasi di mana kebijakan lebih berpihak pada kelompok tertentu daripada rakyat luas.

C. Wright Mills, dalam The Power Elite (1956), mengemukakan bahwa dalam sistem politik yang didominasi oleh kelompok elit, keputusan politik cenderung diambil untuk melindungi kepentingan kelompok tersebut. Dalam konteks kabinet Prabowo, ada kekhawatiran bahwa langkah ini bisa lebih banyak menguntungkan kelompok elit politik daripada masyarakat umum.

Mengapa Kepentingan Rakyat Harus Diutamakan

Dalam analisis politik modern, salah satu tujuan utama pemerintahan adalah untuk melayani kepentingan rakyat secara luas, bukan hanya kelompok tertentu. Menurut Jean-Jacques Rousseau dalam The Social Contract, pemerintahan yang ideal adalah pemerintahan yang berfungsi sebagai perwakilan kehendak umum (general will) dari rakyat. Dalam hal ini, langkah politik akomodatif seperti yang dilakukan Prabowo harus dapat menunjukkan bahwa kebijakan yang diambil berpihak pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan.

Jika kabinet dengan 40 menteri ini dapat menghasilkan kebijakan yang progresif, memperkuat infrastruktur nasional, meningkatkan kesejahteraan sosial, dan memperbaiki layanan publik, maka langkah ini bisa dilihat sebagai strategi yang berpihak pada kepentingan rakyat. Namun, jika penambahan kementerian hanya menghasilkan pembagian jabatan yang lebih luas di antara partai-partai politik, maka kebijakan ini lebih menguntungkan kelompok elit.

Tantangan Politik Akomodatif

Politik akomodatif yang dilakukan Prabowo Subianto melalui usulan kabinet 40 menteri ini menghadapi tantangan besar antara melayani kepentingan rakyat atau kelompok politik. Seperti yang dijelaskan oleh Lijphart, politik akomodatif bisa menciptakan stabilitas, tetapi harus diimbangi dengan efisiensi dan akuntabilitas. Jika kabinet ini mampu menghadirkan solusi bagi tantangan besar yang dihadapi Indonesia, seperti ketahanan pangan dan perbaikan birokrasi, maka langkah ini bisa dianggap positif.

Namun, masyarakat perlu terus mengawasi implementasi kebijakan ini. Pemerintahan Prabowo harus dapat membuktikan bahwa kebijakan ini tidak hanya demi kepentingan kelompok elit politik, tetapi sungguh-sungguh untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Transparansi, efektivitas, dan tanggung jawab adalah kunci untuk menjawab keraguan publik terhadap langkah ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun