Mohon tunggu...
Okza Hendrian
Okza Hendrian Mohon Tunggu... Dosen - Electoral Analyst di Sygma Research and Consulting

Membaca dan sebagai coloumnis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Fenomena Calon Tunggal dan Kotak Kosong di Pilkada 2024

21 September 2024   15:44 Diperbarui: 21 September 2024   15:46 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemenangan kotak kosong juga memunculkan pertanyaan mengenai apakah pilkada semacam ini benar-benar mencerminkan kehendak rakyat atau justru memperlihatkan kelemahan dalam sistem politik. Dalam konteks demokrasi yang lebih luas, partai politik seharusnya berperan sebagai agen perubahan yang mampu mengakomodasi berbagai aspirasi dan menghasilkan kandidat yang berkualitas. Namun, ketika partai politik gagal dalam melakukan kaderisasi, maka yang terjadi adalah munculnya calon tunggal yang minim kompetisi, dan kotak kosong menjadi satu-satunya alternatif bagi pemilih.

Partai Politik dan Tanggung Jawab Kaderisasi

Salah satu alasan utama mengapa fenomena calon tunggal semakin marak adalah karena partai politik lebih memilih jalan aman dengan mengusung satu calon yang dipastikan menang, ketimbang mengambil risiko dengan mengajukan lebih dari satu kandidat. Hal ini disebabkan oleh lemahnya proses kaderisasi di internal partai. Banyak partai yang tidak mampu mempersiapkan kader-kader terbaiknya untuk maju dalam pilkada, sehingga memilih berkoalisi dengan partai lain demi menghindari perpecahan suara.

Menurut pandangan akademisi, partai politik harus mengambil tanggung jawab lebih besar dalam memperbaiki proses kaderisasi mereka. Sebagai lembaga yang bertugas menyeleksi dan mencalonkan pemimpin, partai politik seharusnya mendorong kompetisi sehat di internal mereka, bukan justru membentuk koalisi besar untuk mendukung satu pasangan calon. Dalam bukunya Political Parties: A Sociological Study of the Oligarchical Tendencies of Modern Democracy (1911), Robert Michels menjelaskan bahwa partai politik cenderung mengalami oligarki internal, di mana keputusan-keputusan penting hanya dibuat oleh segelintir elite partai. Fenomena calon tunggal dan kotak kosong di Indonesia dapat dilihat sebagai manifestasi dari oligarki ini.

Membangun Demokrasi yang Lebih Sehat

Fenomena calon tunggal dan kotak kosong dalam Pilkada 2024 menimbulkan pertanyaan mendalam tentang kualitas demokrasi di Indonesia. Meskipun fenomena ini legal, absennya kompetisi yang sehat menunjukkan bahwa demokrasi di tingkat lokal masih rentan terhadap manipulasi politik dan dominasi partai besar. Untuk memperbaiki situasi ini, partai politik harus lebih serius dalam melakukan kaderisasi dan menciptakan kompetisi yang lebih sehat.

Partai-partai politik perlu melihat fenomena ini sebagai peringatan untuk tidak mengabaikan pentingnya kompetisi dalam demokrasi. Dalam jangka panjang, kegagalan untuk menciptakan kompetisi yang sehat akan menurunkan legitimasi pemerintah terpilih dan kepercayaan publik terhadap sistem politik secara keseluruhan. Fenomena kotak kosong bukan hanya tentang absennya lawan dalam pemilihan, tetapi juga tentang kegagalan sistem politik dalam menyediakan pilihan yang memadai bagi rakyat.

Jika demokrasi Indonesia ingin terus berkembang, diperlukan reformasi dalam tubuh partai politik yang mampu menciptakan kader-kader berkualitas dan menawarkan pilihan nyata bagi pemilih. Hanya dengan begitu, demokrasi Indonesia dapat kembali pada esensinya sebagai sarana untuk mewujudkan kehendak rakyat, bukan sekadar prosedur formal tanpa substansi.

Okza Hendrian., M.A

Penulis adalah Researcher dan Analyst di Sygma Research and Consulting dengan bidang expertise prilaku pemilih, Demokrasi dan Politik lokal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun