Surabaya -
KANAL HISPRAN
Video : Kanal Hispran Dr Hadi Pranoto SH MH .dalam POLISI VS INTOLERAN
Tidak mudah mewujudkan toleransi di negeri ini, karena Polri tidak benar-benar melaksanakan perintah Presiden Jokowi. Faktanya, Polri terkesan masih tunduk pada tekanan kelompok intoleran.Alih-alih memberikan perlindungan terhadap warga dengan menindak pelaku intoleransi, Polri justru terlihat lebih berpihak kepada pelaku intoleransi. Pengamat Kepolisian dan Praktisi hukum Dr.Hadi Pranoto SH MH. Jum'at (13/05). mengulik berbicara tentang Polisi versus Intoleran.Tanpa bermaksud dukung mendukung seseorang kandidat atau calon Presiden siapapun itu.Â
Melalui kanal Hispran " Hadi berbicara akan ketertarikannya mengenai ucapan Gubernur DKI Anis Baswedan, yang menyatakan bahwa "jika kelak terpilih maju sebagai Presiden Republik Indonesia (RI1). Anis akan bertindak keras terhadap gerakan Intoleran, Ini merupakan satu kisi menarik, karena Intoleransi disebut dapat sebagai materi bahan kampanye oleh calon Presiden.
Hadi pun merespon bahwa ini membuktikan bahwa toleransi antar sara suku,agama, ras antar golongan, sejatinya di idamkan oleh masyarakat kita. Dengan demikian toleransi antar umat beragama diharapkan jadi kenyataan oleh bangsa Indonesia baik Bhinneka Tunggal Ika keberagaman namun tetap satu bangsa Indonesia di dambakan terwujud dalam tata kehidupan segenap rakyat Indonesia.
Dalam buliran kata tersebut Hadi menemukan' harapan, idaman serta dambaan rakyat akan tatanan kehidupan bangsa yang penuh toleransi pada satu sisi,dimana terdapat sisi yang lain tatanan kehidupan berbangsa pada tatanan Devakto Intoleransi atau (Tidak Toleran) utamanya dalam hal menjunjung hak asasi penduduknya didalam konteks agama.
Sementara itu Hadi menjelaskan, dimana negara Indonesia sebagaimana kita tau bersama memiliki Konstitusi yang menjadi jaminan bahwa warga negara Indonesia mempunyai hak untuk memeluk agama serta beribadah menurut kepercayaannya, jadi kita mengerti bahwa jaminan itu jelas termuat dari berbagai pasal yang membahas kebebasan beragama salah satunya pada pasal 29 ayat 2 Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan "Negara menjamin kebebasan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama nya masing-masing serta untuk beribadat menurut agama dan kepercayaan tersebut.
Dari satiran Tirto.id tanggal 20 Februari 2019. Terdapat 32 Gereja serta 5 Masjid Ahmadiyah ditutup selama pemerintahan Presiden Joko Widodo Terbarunya dalam unggahan Pavel88 Chanel pada beberapa waktu lalu yang memberitakan 6 bangunan rumah Vihara tempat ibadah umat Budha dibakar massa dikarenakan persoalan petasan di Lombok Barat. Peristiwa- peristiwa konflik di garis atas masyarakat tersebut dapat dirangkum dalam sebuah asumsi sekapur siri bahwa berita diatas bukan hoax atau berita bohong, maka hal tersebut masih bisa disebut paradoks atau jurang pemisah antara idaman tata kehidupan yang saling bertoleransi dengan gambaran fakta yang disertai banyaknya perbuatan main hakim sendiri dan atau pemaksaan kehendak dari satu massa tertentu yang tentunya menimpa kaum minoritas telah menjadi suatu materi atau bahan kerangka kampanye seorang Anis Baswedan.
Bahkan tak luput dari sorotan, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo diketahui didepan masa disuatu rapat terbuka menekankan bahwa Intoleransi harus dilawan. Sontak saja perkataan dari dua sosok itu, menurut Hadi" baik seruan Ganjar Pranowo dan tekad janji seorang Anis Baswedan adalah pernyataan yang tidak proporsional dan berlebih, dikarenakan berpijak dari kacamata hukum pidana dan kepolisian ditegaskan segala macam perbuatan main hakim sendiri,ancaman ,kekerasan perusakan , penganiayaan dan lain sebagainya itu merupakan tindak pidana atau perbuatan pidana yang merupakan tugas negara Kepolisian Republik Indonesia guna menghadapi, bukannya mengajak masa, rakyat untuk berjibaku sesama rakyat manakala terdapat sebagaian bangsa kita melakukan Intoleransi (Notabene) perbuatan pidana.
Hadi melanjutkan, perbuatan - perbuatan seperti disebutnya" seharusnya berhadapan dengan polisi selaku pengayom penjaga ketertiban,penegak hukum yang mengayomi melindungi masyarakat.Oleh karenanya dengan fungsi polisi yang prediktif gejala munculnya tindak pidana yang terkait Intoleransi harusnya dapat dideteksi secara dini sehingga dapat dilaksanakan langkah prefentif dan dapat dipastikan polisi mampu mengcover instensif tanda - tanda munculnya suatu gejolak gerakan Intoleran itu secara persuasif untuk dibimbing, dibina, diberi kesadaran kewajiban selaku warga negara Indonesia untuk menjunjung hukum "Jelasnya.
Sebagai pemberitahuan Hadi menyampaikan" tidak ada Klausul mayoritas semena - mena terhadap minoritas dimana termaktub dalam Pemberlakuan UU No. 1/PNPS/1965 pada dasarnya memiliki dampak yang signifikan bagi kehidupan beragama di Indonesia. Ketentuan hukum tersebut secara eksplisit mengatur tindakan penyimpangan, penodaan agama, juga melarang penyebaran ajaran ateisme. Dalam perkembangannya UU No. 1/PNPS/1965 ini dinilai tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 baik dari segi juridis formil maupun materiil. Permohonan pengujian undang-undang pun diajukan untuk memperjelas konstitusionalitas UU No. 1/PNPS/1965 yang justru dinilai menghambat toleransi kehidupan beragama.pencegahan penodaan agama dimana dibutuhkan institusi kepolisian yang presisi polisi promoter sebagaimana diharapkan antar umat beragama. Terangnya.
Radikalisme dan intoleran pun kini menjadi isu hangat di tengah masyarakat, tak terkecuali di dunia maya.Meski Pilpres 2024 masih lama, namun banyak yang berspekulasi mencari kandidat kursi RI1 yang konsisten dalam penanganan gerakan radikalisme dan intoleran.
Cuitan pegiat media sosial serta Pengamat Kepolisian dan Praktisi Hukum Hadi Pranoto, ini pun mematik reaksi dari warganet yang ramai-ramai menyerbu di kolom komentar. Ada yang sekedar like dengan pendapat dan ada yang berikan pesan kritiknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H