Mohon tunggu...
Oky Suryana
Oky Suryana Mohon Tunggu... Editor - Belajar menjadi Pembelajar

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menghayati Al-Baqarah 1-5

26 November 2019   12:28 Diperbarui: 26 November 2019   12:49 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Wahai diri, mantapkan  hati tanpa adanya keraguan bahwasanya Al Qur'an adalah petunjuk bagi orang yang ingin mendapat petunjuk dan bagi yang menaatinya. Diri ini pun bertanya apakah siap menerima petunjuk dan menaatinya? Sedangkan hawa nafsu itu membelenggu. Itulah rasa takwa yang meredam hawa nafsu.

Didalam kehidupan ini, apakah diri ini menjaga mata, telinga, ucapan dan perilaku dari penjagaan malaikat yang diimani? padahal malaikat mencatat perbuatan baik dan buruk kita. Apakah merasa terawasi Allah sudah tertanam dalam ruang sanubari? Jawablah jujur wahai jiwa. Bukankah itu suatu bentuk menghayati iman kepada yang ghaib. 

Apakah kita mempercayai akan adanya surga dan neraka? Seberapa semangatnya diri kita melakukan kebaikan dan amal shalih padahal janji Allah adalah surga. Seberapa kuat kita menghindari maksiat padahal janji Allah adalah neraka. Wahai jiwa renungilah? Seberapa menghayatinya diri ini dan mengimani kepada yang ghaib? Saat diri berbuat maksiat, apakah ia berfikir ada pertanggung jawaban hari esok yaitu akhirat. 

Kehidupan ini penuh dengan lika liku dan hambatan serta onak dan duri berupa ujian. Dikala lapangnya waktu bagaimana shalat kita? Di kala padatnya waktu masihkah kita menjalankan shalat. Wahai badan, jangan malas mengerjakan shalat. Shalat adalah perintah Allah dan bentuk kedekatan hamba dengan penciptanya. Ya Allah, bantulah hamba dan keturunan serta keluarga hamba untuk mengerjakan shalat. 

Saat berkecukupan masihkah diri ini memberi lebih banyak shadaqah, infak dan menafkahkan sebagian rezeki  ataukah menyembunyikan. Saat dalam kekurangan masih adakah seberkas rezeki diberikan walau terkadang terasa berat. Berilah kekuatan kepada kami didalam menafkahkan rezeki dikala lapang dan sempit. 

Seberapa besar iman kita kepada Al-Qur'an sebagaimana  seberapa besar intensitas kita membaca dan memahami Al-Qur'an. Apakah diri ini berupaya untuk menghayati dan mengamalkan isi Al-Qur'an sekuat dan semampu diri kita? Ini perlu kita renungan dalam kehidupan kita. 

Keberuntungan menurut manusia berbeda dengan keberuntungan menurut Allah bagi diri kita. Disebut beruntung dalam pandangan manusia ketika memiliki pekerjaan yang mumpuni, bersekolah hingga tingkat tinggi, memiliki jabatan yang tinggi, memiliki istri yang cantik, memiliki banyak keturunan, memiliki rumah yang megah dab fasilitasnya, memiliki kendaraan yang mewah.

Itu tidak salah, yang terpenting adalah keberuntungan manusia menurut manusia pada umumnya itu menjadi sarana untuk beramal shalih.Bagi Allah untuk kebaikan manusia maka keberuntungan itu ketika seseorang bertakwa kepada Allah, Beriman kepada yang ghaib, melaksanakan shalat, menginfakkan sebagian rezeki, beriman kepada Al-Qur'an dan kitab kitab terdahulu, dan yakin akan hari kiamat. Apakah kita siap menjadi orang yang beruntung menurut Allah? Mari kita renungi, belajar bertakwa serta belajar memperbaiki diri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun