Mohon tunggu...
Oky Rizkiana
Oky Rizkiana Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menepis Cemas

10 November 2018   20:16 Diperbarui: 26 November 2018   18:42 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada pukul 17.30 WIB, dalam perjalanan kembali ke penginapan, minibus yang kami tumpangi tiba-tiba berhenti. Sekeliling kami menunjukkan kalau kami belum keluar hutan. Setelah diperiksa oleh supir kami Her, ternyata minibus kami mengalami kebocoran air radiator sehingga overheat.

Saya sendiri sebagai pemandu sejenak bergeming. Kulihat sekelilingku para rombongan sudah mulai dengan kepanikan masing-masing, di wajah mereka sudah nampak kecemasan, ditambah baterai hp ku menunjukkan daya 27% menambah kecemasanku. Dari semua penginanapan yang kuhubungi , satu penginapan menyanggupi tapi hanya bisa memuat 4 orang saja dan kami masih harus menunggu untuk waktu yang cukup lama.

Keadaan menjadi sangat genting, ditambah Kevin mulai menunjukkan gejala timbulnya penyakit asmanya.

Kanaya meminta Pak Lukman menyalakan senter milkinya. Istrinya sedang menenangkan Kevin dan memberikan obat asmanya. Fred yang dari tadi meminta izin karena perutnya tiba-tiba sakit pergi ke rimbunan hutan, belum kembali.

Raut wajah rombongan mulai cemas diikuti mulai gelapnya hari. Pak Her sedari tadi juga bolak-balik membongkar muatan di bagian belakang mini busnya.

Aku berpikir keras apa yang harus kulakukan, keadaan seolah-olah memperburuk. Membuatku sulit untuk berpikir jernih. Sampai akhirnya, kutarik nafas dalam- dalam.

Kupanggil semua rombongan untuk berkumpul sejenak dan meminta mereka menghentikan segala kecemasannya. Aku mengajak mereka berdoa bersama, menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Mereka sangat setuju, kami berkumpul dan memulai doa kami, dan berharap agar kami segera mendapat ide dan bantuan.

Saat doa selesai, keadaan mulai kembali tenang, walau masih ada sedikit rasa cemas. Tapi aku meyakinkan rombongan bahwa kita pasti bisa melewati ini.

Pukul 17.45, Aku membentuk kerja tim, Pak  Lukman memberikan solusi untuk sementara. Pertama kita harus segera mengumpulkan kayu bakar dan membuat api karena hari sudah mulai gelap. Aku mengapresiasi ide pak Lukman.

Sesaat kami hendak mengumpulkan kayu yang ada disekitar kami. Kami mendengar ada suara peluit dari sisi hutan yang gelap. Aku pikir itu adalah Fred, dan benar itu memang Fred. Tapi Fred tidak datang sendiri dia datang bersama seseorang yang meniup peluit. Seorang Penjaga Hutan. Fred berjumpa dengannya sewaktu masuk ke dalam rimbunan hutan.

Kami kemudian bekerja sama mengumpulkan kayu. Kayu yang kami kumpulkan sudah cukup banyak, tapi Fred malah mengomentari. Katanya kayu yang kami kumpulkan bukanlah kayu yang kering, dan meminta kami untuk mengumpulkan kayu yang kering. Karena jika kayunya tidak kering apinya akan sangat susah untuk menyala.

Kayu kering sudah dikumpulkan, Fred menyusun kayu tersebut dan menyalakan dengan mancis miliknya. Kulihat Anggi yang duduk disamping Prita dan Kevin, mengambil coklat dari tasnya. Memberikan sebungkus coklat untuk Kevin, Kevin tersenyum dan nampak senang atas pemberian Anggi. Aku kemudian meminta Kanaya mengambilkan 2 pax nasi kotak sisa konsumsi rombongan saat siang dari minibus.

Prita kemudian mengajak kami makan bersama berbekal 2 pax nasi tadi. Kami saling berbagi satu sama lain, dan walau hanya mendapat bagian sedikit, tapi itu cukup untuk mengganjal perut kami. Thomas penjaga di pintu Hutan Konservasi menawarkan makanan miliknya. Dia sengaja membawa dari rumah dan dia bersedia membagi dengan kami.

Dan saat itu, aku sadar nikmatnya berbagi dalam kekurangan. Sesaat setelah itu, Thomas bertanya masalah apa yang terjadi pada minibus kami, Her menjawab air radiatornya bocor. Thomas memberitahu kami bahwa sebelumnya dia sudah pernah memperbaiki air radiator motornya yang bocor, tapi bukan minibus.

Thomas bertanya adakah diantara kami yang memiliki Hp untuk mengakses internet, Prita menyahut dan memberikan hpnya. Lalu Thomas, Fred dan Her mulai melihat minibus, dan mereka mencoba memperbaiki minibus sesuai panduan yang ada di internet.

Setelah bekerja keras, suara minibus akhirnya terdengar, kami sangat senang. Thomas berkata kalau minibus ini hanya akan bertahan untuk sementara, mungkin hanya mampu berjalan sampai ke kampung terdekat, kabar yang menggembirakan sekaligus mencemaskan.

Bagaimana kalau sebelum sampai ke kampung sudah rusak lagi, dalam pikiranku. Aku sempat tidak setuju dengan rencana mereka untuk berangkat dengan resiko tersebut. Tapi kulihat rombongan sudah sangat ingin berangkat. Aku kemudian menyetujuainya dan berharap, kami sampai ke kampung terdekat dengan selamat.

Dengan cemas, kami meninggalkan Thomas. Thomas masih memiliki tujuan yang berbeda denggan kami, dia juga masih memiliki pekerjaan lain. Kami sangat berterimakasih pada Thomas.

Di perjalanan aku sangat cemas, karena jalan menuju kampung terdekat bukanlah jalan yang mulus. Kulihat dari sisi jendela minibus, jalan bersinggung dengan jurang, sesekali ku pejamkan mataku. Minibus tua pak Her untuk kali ini mau diajak kerjasama.

Akhirnya, kami sampai ke kampung terdekat dengan selamat dan dipeuhi rasa syukur  dan tidak mengalami overheat. Disana kami meminta bantuan warga, dengan sangat terbuka mereka mau menolong kami. Pak Michael seorang peternak sekaligus pemilki truk bersedia mengantar kami sampai ke penginapan. Karena minibus yang kami tumpangi harus segera dibawa ke bengkel besok pagi oleh truk derek.

Truk besar itu, muat untuk kami tumpangi dan atapnya yang terbuat dari tenda plastik cukup untuk melindungi kami dari angin malam. Kami dengan sangat senang dan berterima kasih kepada warga kampung karena bersedia menolong kami.

Dalam perjalan di dalam truk, nampak kevin menggengam tangan Prita dan melihat ke arahku. Aku tersenyum, dan berkata, Kevin anak pintar. Dan yang membuatku heran, selama perjalanan asmanya tidak kambuh.  Sedangkan Kanaya tetap eksis dan meminta berfoto dengan kami di dalam truk.

Kulihat semua rombongan sudah lelah, dan mata mereka kadang terpejam, tapi terbangun oleh hentakan truk. Pukul  23.30, kami tiba di penginapan. Kami sangat beterimakasih pada Pak Michael. Dan mengajak bapak itu beristirahat di penginapan, sebelum kembali ke kampung besok pagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun