Perbincangan kami semua selesai pada pukul 12 malam. Setelah itu kami berdua langsung pulang ke penginapan untuk persiapan bermain keesokan harinya. Rencananya, kami berdua serta FAT dan AS akan bermain ke Taman Sari, Keraton Yogya, serta icip-icip kuliner yang saya temukan sebagai salah satu rekomendasi dari warganet, 'Tahu Gimbal Pak Yono' di Jalan Tentara Pelajar.
Keesokan harinya kami berempat bertemu di Taman Sari. Setelah berswafoto di masjid bawah tanah dan mengelilingi kompleks keputrian kesultanan pada masa lalu itu, kami pulang ke homestay. Kami melaksanakan salat Jum'at di masjid dekat homestay. Masjid itu juga merupakan salah satu pusat dakwah LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) di kota Yogya. Ba'da Jum'atan kami kembali melakukan perjalanan menuju keraton Yogya.Â
Bagi saya pribadi, kurang seru bermain ke keraton. Karena mungkin waktu yang tidak pas. Dari keraton kami berempat melanjutkan perjalanan menuju warung makan 'Tahu Gimbal Pak Yono' di Jalan Tentara Pelajar. Mirip seperti kupat tahu kalau di daerah saya makanan ini. Namun, tahu gimbal semakin lezat karena ada telor mata sapi serta bakwan udang yang 'krenyes'. Dari makan tahu gimbal, kami berpisah karena AY harus mengantar FAT ke terminal bus. FAT rencananya akan pulang sore itu juga ke Banjar. Dia sudah lebih dari seminggu berada di Yogyakarta.Â
Menghabiskan tahun baru disana bersama kawan-kawannya. Setelah berpisah, saya dan MIG mengunjungi kampus UGM Bulaksumur. Kampus kebanggaan Indonesia. Dari sinilah para sejarawan besar Indonesia seperti Sartono Kartodirdjo, Kuntowijoyo, Djoko Suryo, Bambang Purwanto, Sri Margana, dan yang lainnya menggaungkan keilmuannya. Mudah-mudahan suatu saat. Mudah-mudahan saya bisa mengikuti jejak mereka.
Sabtu, 6 Januari. Pagi-pagi jam 9 kami berdua keluar homestay. Sarapan soto di warung makan 'Soto Lenthok 21' Jalan Sugeng Jeroni. Harganya terjangkau. Untuk soto campur hanya 8 ribu. Soto pisah 9 ribu. Kami berdua makan yang soto campur. Beres dengan urusan perut kami, kami caw menuju Candi Prambanan. Arahnya menuju Solo, ke utara dari kota Yogya. Tiba sekitar pukul 11 siang, kami langsung menuju loker untuk membeli tiket. Harga satu tiket untuk turis domestik 40 ribu rupiah. Selesai dengan urusan tiket kami langsung memasuki kompleks percandian.Â
Candi Prambanan merupakan kompleks percandian Hindu. Hal ini terlihat dari bangunan-bangunan candinya yang ramping dan tinggi bak ingin menggapai awan. Ada satu candi utama di tengah yang dikelilingi empat candi di samping kanan-kiri depan-belakangnya. Candi utama itu terdiri dari beberapa ruangan yang masing-masing ruangannya terdapat patung dewa-dewi dalam kepercayaan Hindu seperti Syiwa, Agni, Ganesha, serta satu patung yang dipercayai sebagai Roro Jonggrang yang mewujud menjadi Dewi Durga (?). Jika kesini pasti akan teringat dengan narasi legendaris tentang kisah cinta Bandung Bondowoso dan Roro Jonggrang.
Ahad, 7 Januari. Setelah sehari sebelumnya mengunjungi Candi Prambanan, hari ini kami bermain ke Pantai Sanglen di Kab. Gunungkidul, Yogyakarta. Jalan kesini berkelok-kelok menuruni dataran atas perbukitan Yogya. Ada satu makanan khas yang saya lihat dijajakan di samping kiri dan kanan jalan setelah agak dekat dengan lokasi tujuan. Yakni Belalang (Walang ?) Goreng. Bagi pembaca dan bagi saya khususnya, mungkin makanan itu agak menggelikan (garetek, bahasa Sunda) karena tidak biasa ditemukan di daerah saya. Namun saya jadi teringat salah satu hadits Nabi saw. bahwa selain bangkai ikan di laut, belalang juga tidak apa-apa bila dikonsumsi. Halal. Kami tidak membelinya. Penasaran juga rasanya gimana. Hehehe :D . Â
Harga tiket masuk ke kawasan pantai di Kecamatan Baron ini bagi kami terhitung sangat murah. 20 ribu untuk satu motor. Kita bisa mengunjungi lebih dari 6 pantai. Namun kami hanya mengunjungi satu pantai saja yang telah menjadi destinasi, Sanglen. Parkir motor 3 ribu. Serta biaya membilas badan setelah berenang di pantai hanya 4 ribu/orang. Murah kan ? Kami sarankan bila bermain di pantai selatan Yogya ini berhati-hati. Ombak pantainya besar. Bisa-bisa terjadi hal yang tak diinginkan. Pukul 1 siang kami melanjutkan perjalanan kembali menuju kota Yogya.
Disini kami tidak merogoh kocek terlalu dalam untuk bisa icip-icip kuliner khas Jawanya. MIG merogoh kocek 16 ribu untuk menyikat Nasi Gudeg Ayam. Saya 25 ribu untuk Nasi Bakar Liwet, 13 ribu dan Es Selendang Ayu, 8 ribu. 4 ribunya ? Patungan dengan MIG untuk membeli satu gelas bir Jawa, 7 ribu. Oh ya, pakaian kerja semua karyawannya memadukan pakaian tradisional Jawa dan modern. Menariklah. Betah makan disana.
Senin, 8 Januari. Kami tidak kemana-mana. Dari pagi langit mendung. Kami baru keluar setelah salat Dzuhur. Icip-icip kuliner di Jalan Bantul, yakni 'Lotek dan Gado-gado Dinda'. Saya membeli satu porsi lotek plus kerupuk dan air bening. Semuanya hanya 12 ribu rupiah. MIG yang rencananya akan membeli buah tangan berupa bakpia tidak jadi membelinya pada hari itu karena hujan keburu turun setelah kami selesai makan. Kami berdua memutuskan untuk kembali ke homestay setelah hujan reda. Oleh-oleh akan dibeli keesokan harinya.