Mukhyiddin juga merupakan sosok ulama yang produktif dalam menulis. Tercatat, dirinya menghasilkan 48 kitab hasil pemikirannya. Beberapa di antaranya adalah Miftahussaadah, Kawajiban Ati, Tarjamah Asmaul Husna, Tarjamah Surat Waqiah, Tarjamah Surat Ar-Rohman, Wawacan Hasan Shoig, Wawacan Nabi Sulaeman, Wawacan Manuk Angko, Wawacan Kakolotan, Nadzhom Pepeling Kabeh Istri, Wiridan Sakabeh, Dangding Kumaha Abdi Nya Syukur, Dangding Dirasa-rasa Ku Kuring, Imam Ghazali Ngandika, Ciri Baleg, dan Jampe Maot.
KH. Mukhyiddin yang juga merupakan kakek Gubernur Jawa Barat saat ini, Ridwan Kamil wafat pada Jumat, 4 November 1973 di usia sekitar 93 tahun. Kepemimpinan Pesantren Pagelaran diteruskan oleh anak, menantu, cucu, dan santrinya.
Sejarah sebagai Kisah
Membaca biografi KH. Mukhyiddin di atas seharusnya mengingatkan kita bahwa sejarah selain sebagai suatu disiplin ilmu, juga hadir sebagai sebuah kisah. Konsep dasar sejarah yang berkaitan erat dengan silsilah atau riwayat tidak mungkin "dihilangkan" begitu saja (Susmihara, 2013: 4-5). Dalam konteks narasi bahasa Indonesia, sejarah bisa dipahami sebagai asal-usul, peristiwa yang benar-benar terjadi, juga ilmu pengetahuan.
Hasil karya KH. Mukhyiddin berupa 48 kitab tersebut bisa juga dikaji sebagai sejarah pemikiran si empunya tulisan. Latar belakang apa yang menyebabkan beliau menulis kitab tersebut? Apa sebab-akibat dari adanya kitab tersebut? Apakah ada dampak sosial dari kitab yang ditulis oleh beliau itu? Makna tersirat apa yang ada dalam karangan itu?
Semoga secuil tulisan biografi tentang KH. Mukhyiddin ini bermanfaat bagi kita semua, generasi bangsa Indonesia masa kini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H