Antonio Conte maju sebagai seorang pelatih di Chelsea ketika musim 2016/2017 pertama kali bergulir. Bebannya berat bukan main bahwa dirinya harus kembali mengangkat performa The Roman Emperor ke kasta tertinggi setelah sebelumnya terpuruk di tangan pelatih Jose Mourinho. Kualitas permainan Chelsea justru sulit dimengerti, bagai sebuah rumus ABC dalam matematika.
Chelsea, yang sebelumnya menjadi juara pada musim 2014/2015, justru terbenam di papan tengah klasemen EPL dan mengakhiri diri di peringkat 10. Pemecatan Jose Mourinho dan tidak diperpanjangnya Guus Hiddink menjadi tanda bahwa Roman Abramovich enggan timnya kembali memalukan. Itulah yang menjadi beban Antonio Conte untuk kembali berjuang bersama Chelsea untuk memenentukan prisma berkembangnya Chelsea.
Perubahan Formasi
Di awal musim, Antonio Conte dipusingkan dengan dilema untuk memilih formasi yang jelas. Lebih dari sekedar rumus kimia atau rumus luas segitiga untuk menentukan formasi yang pas untuk Chelsea di bawah kepemimpinannya. Conte yang terbiasa menggunakan formasi 3-4-3 ketika menukangi Juventus dan Timnas Italia kini harus berjibaku dengan pattern yang sudah dibiasakan oleh para pendahulunya di Chelsea, yaitu 4-2-3-1.
Kenyataan justru membuat Conte kembali memutar otak untuk mengembangkan permainan Chelsea. Sempat mengalami 3 kemenangan beruntun atas West Ham, Watford, dan Burnley, formasi 4-2-3-1 Conte nyatanya tak mampu membendung rentetan hasil buruk dengan bermain seri 2-2 dengan Swansea dan dihajar 1-2 dari Liverpool dan 0-3 dari Arsenal. Kekalahan dari Arsenal jelas menjadi titik balik Conte untuk menggunakan formasi 3-4-3 di Chelsea.
3-4-3 Ala Conte
Perombakan jelas memberikan dampak dan keanehan bagi beberapa pemain Chelsea, seperti Azpilicueta yang diplot sebagai bek tengah sebagai pelengkap Gary Cahill dan David Luiz. Nyatanya, bak rumus trigonometri yang amat kuat di matematika, komposisi 3 bek ini ternyata menjadi benteng yang sulit ditembus oleh barisan penyerang lawan.
Selain itu, kekuatan sudah jelas terlihat dari 2 Wing Back yang diplot Conte dalam formasi 3-4-3nya, yaitu Marcos Alonso dan Victor Moses. Tanpa kedua pemain ini, tentu 3 bek tengah akan kualahan meladeni permainan penyerang lawan. Keduanya ibarat wedding organizer terbaik yang membantu memuluskan taktik 3-4-3 ala Conte di Chelsea. Terbukti, keduanya juga berperan aktif dalam penyerangan dengan 1 gol untuk Marcos Alonso dan 2 gol untuk Victor Moses di EPL.
Tak hanya Moses dan Alonso, 3-4-3 nyatanya memberikan angin segar bagi 2 punggawa Chelsea, Eden Hazard dan Diego Costa. Keduanya sempat mampet mencetak gol di musim lalu, namun ibarat wanita yang habis dari usaha spa rumahan, Costa dan Hazard mencetak masing-masing 11 dan 8 gol EPL musim ini. Ini merupakan pencapaian tersendiri dari 3-4-3 ala Conte.
Tak sampai disitu, akibat 3-4-3 ini, Chelsea sempat 6 pertandingan tidak kebobolan di EPL, termasuk ketika menggasak Manchester United 0-4 di Stamford Bridge dan Everton 0-5. Yang terbaru, adik sekota MUpun mereka gasak dengan skor meyakinkan 3-1 di Etihad Stadium. Kini, mereka nyaman duduk di posisi puncak klasemen diikuti Arsenal, Liverpool, dan Manchester City.
Conte sudah memenuhi ekspektasi manajemen dan fans Chelsea?
Pertanyaan mencuat “Conte sudah memenuhi ekspektasi manajemen dan fans Chelsea?”. Sejauh ini, Conte menjadi sosok pelatih yang mampu mengeluarkan performa anak-anak asuhnya, terlihat dari kembalinya penampilan Eden Hazard dan Diego Costa. Ia juga mampu menunjukkan permainan ciamik dengan berhasil menggilas lawan-lawan besar seperti Manchester United, Everton, dan Machester City.
Biat begitu, untuk menjawab apakah conte sudah memenuhi ekspektasi, masih bisa menjadi perdebatan. Liga bahkan belum sampai setengah musim, masih banyak hal yang bisa dibuktikan oleh Conte dan anak-anak asuhnya. Conte harus terus merias timnya dengan racikan terbaik seperti wedding organiser merias dekorasi pernikahan dengan baik.
Conte sudah terlihat serius dengan Chelsea dan manajemen terlihat amat mendukungnya. Tentunya, Roman Abramovich tak ingin Chelsea hanya sampai pada peringkat 2, 3, dan 4 untuk kembali masuk ke Liga Champions. Roman tentu ingin melihat Chelsea kembali merengkuh gelar EPL untuk ke 6 kalinya dalam sejarah. Jika itu menjadi kenyataan, tentu bisa dipastikan Conte sudah berhasil memenuhi ekspektasi manajemen, terlebih jika ia mampu membawa Chelsea menjuarai Liga Champions untuk kedua kalinya.