Mohon tunggu...
Oky Tri Handoko
Oky Tri Handoko Mohon Tunggu... Pegawai Swasta -

Saya adalah seorang yang mempunyai hobi menulis, dengan tema apapun dimana inspirasi saya terletak, Saya juga bekerja sebagai seorang content writer. Buat saya, menulis bukan hanya sekedar hobi, tapi passion yang harus diwujudkan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Apa Indonesia Harus Seperti Negara Lain?

31 Agustus 2016   15:31 Diperbarui: 31 Agustus 2016   15:40 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertanyaan ini sebenarnya terus membuat saya bertanya-tanya akibat masifnya pengaruh luar negeri di Indonesia, terutama dalam menyikapi Masyarakat Ekonomi Asean. Mulai dari produk primer hingga sistem pendidikan, pengaruh luar negeri itu menyelimuti Indonesia dan masyarakatnya yang beragam. 

Lalu, apa Indonesia harus seperti negara lain? Pertanyaan ini merupakan pertanyaan turunan dari pernyataan bos saya yang selalu memberikan contoh negara lain sebagai contoh bagaimana Indonesia seharusnya menjadi. 

Misalnya ketika baru pulang dari China, ia akan membeberkan mengenai anak-anak di Cina yang penuh semangat (memangnya di Indonesia tidak?) atau ketika pulang dari Singapura, ia akan bilang mengenai peradaban Singapura yang hebat (Indonesia tidak hebat?)

Saya mulai mencari jawaban dari pertanyaan tersebut, sampai saya akhirnya saya menyadari satu hal bahwa "bukan Indonesia yang harus mengikuti negara lain, tapi negara lainlah yang harus mengikuti Indonesia". Indonesia memiliki segalanya yang sebenarnya belum tentu ada di negara lain.

Misalnya, ketika ada yang membicarakan mengenai pendidikan dan generasi muda Indonesia, akan ada pernyataan bahwa pendidikan dan anak muda Indonesia tidak sehebat anak-anak di luar negeri. Nyatanya, tidak semua anak Indonesia 'blangsak', banyak yang justru berhasil memenangkan olimpiade di luar negeri.

Lalu, membicarakan olahraga, tentunya akan ada perbandingan yang dibuat beberapa dengan bernadakan pesimistis bahwa kemampuan olahraga Indonesia tidak sebaik negara lain. Nyatanya, baru saja medali emas Olimpiade di cabang Bulutangkis didapatkan. Malahan, dalam Olimpiade Rio, Indonesia menjadi unggulan dalam cabang Bulutangkis. 

Ngomong soal alam raya, Indonesia berlimpah dengan jutaan kekayaan alam yang bahkan menjadi primadona bangsa lain dari jaman penjajahan hingga saat ini. Mulai dari rempah-rempah hingga tambang, apa yang tidak ada di Indonesia? Hanya masalah kemampuan pengolahan yang memang harus ditanggapi serius. 

Bahkan, beberapa orang Indonesia sudah mulai melakukan inovasi-inovasi besar yang karyanya diapresiasi dunia Internasional. Sebut saja, penemuan sinyal 4G yang kini banyak digunakan orang modern di gadget kesayangan mereka. Lagi, apa Indonesia harus seperti negara lain?

Saya pun pernah ke luar negeri (walaupun hanya satu kali) dan merasakan bahwa atmosfir keramah-tamahan disana jelas jauh levelnya dengan Indonesia. Bahkan, saya beberapa kalo menemukan beberapa penjual makanan atau apapun yang berwajah musam, tidak berselera. Kalau di Indonesia, tentunya penjual akan berusaha tersenyum dan berkata manis pada pembeli.

Bukti-bukti di atas sudah menjadi cukup bukti bahwa sebenarnya bukan Indonesia yang harus seperti negara lain, tapi negara lainlah yang harus mencontoh Indonesia. Sayangnya, kejadiannya seperti invers (kebalikan) pada ilmu matematika. Orang Indonesia, bahkan pemerintah, lebih senang mengikuti trend luar negeri, daripada menggunakan kreasi dalam negeri.

Sebut saja, ketika mendikbud baru mengatakan akan mengaplikasikan sistem full-day school yang jelas-jelas sudah menjadi sistem sukses yang diterapkan oleh beberapa negara maju, seperti Jepang, AS, ataupun Cina. Ketimbang repot melihat produk orang lain, kenapa tidak melihat sistem pendidikan Ki Hajar Dewantara pada Taman Siswa yang menjadikan sekolah sarana bermain dan berkembang anak.

Kalau memang semua orang Indonesia mengakui Ki Hajar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan Indonesia, tentunya sistem ini sudah sewajarnya dilestarikan, bukan malah melihat sistem orang dan langsung diaplikasikan. Ini bukan Singapura, Ini bukan Cina, Ini bukan Amerika Serikat, INI INDONESIA! Negara lain yang harus seperti Indonesia, bukan sebaliknya! 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun