Mohon tunggu...
Oky Firman
Oky Firman Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

I still learn to survive in the next level in my life, don’t give up and stay wake up

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Forgiveness: Senjata Keutuhan Rumah Tangga

25 Juli 2022   21:04 Diperbarui: 25 Juli 2022   21:07 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Keluarga merupakan sistem terkecil dalam tatanan sistem di masyarakat, semua pembentukan kualitas individu yang berpengaruh di masyarakat ditentukan oleh sistem terkecil tersebut yaitu keluarga. 

Seseorang dapat dilihat dari tingkah lakunya berdasarkan didikan dari keluarga yang mengasuh dan mendidik dari kecil hingga dewasa, banyak pejabat di Indonesia dimana kebijakan dan tingkah lakunya yang nilai sangat tidak membela rakyat, bahkan sampai tega tidak memperdulikan masyarakat banyak hanya demi kepentingannya sendiri. 

Adapun seseorang yang tingkah laku dan nilai kesopanannya dinilai kurang, karena ada masalah di keluarganya sehingga berpengaruh terhadap psikis dan tingkah lakunya selama dia ada di masyarakat. 

Keluarga sangat berpengaruh terhadap pembentukan karakter seseorang, keluarga yang baik dan figur orang tua yang baik akan menjadi contoh yang baik untuk anak-anaknya kelak saat berkeluarga dan dalam mendidik anak, hal itu juga akan menjadi keluarga ideal semua orang.

Namun kenyataanya di Indonesia, terutama dalam membangun rumah tangga juga tidak segampang dengan gambaran yang di atas. Banyak badai yang menghadang layaknya seperti bahtera kapal laut yang terus-menerus di terjang ombak dan badai. 

Banyak sekali rintangan  yang harus dihadapi seperti masalah ekonomi, masalah dengan mertua, masalah pekerjaan, masalah pendidikan, rancangan usaha, dll. 

Perlu digaris bawahi juga dalam membangun rumah tangga pasti ada badai yang dahsat bahkan akan menumbuhkan duri didalam rumah tangga tersebut, duri tersebut bisa menjadi sangat tajam dan menusuk sampai terasa sakit hingga membekas. 

Duri tersebut bisa dibilang orang ketiga dalam rumah tangga, dimana orang ketiga tersebut bisa dari pihak suami maupun istri dalam artian adalah berselingkuh, bisa berselingkuh dengan orang lain (stranger), teman, saudara suami/istri, bahkan mertua. 

Memang perlu diingat, di Indonesia dengan mayoritas beragama Islam tentu sudah mengetahui bahwa perbuatan tersebut sangat tercela dan tidak terpuji, sebagai landasan hidup didalam Islam dijelaskan bahwasanya tujuan menikah/kawin itu adalah hubungan biologis (sex) dengan mahromnya yang berstatus sah sebagai suami-istri dengan ikatan janji suci dan disaksikan oleh para saksi.

Perselingkuhaan menjadi momok menakutkan didalam keluarga terutama mereka yang membangun rumah tangga sejak lama, dimana hal tersebut menjadi hantu bagi mereka apalagi pada saat puncak-puncaknya kerukunan dalam rumah tangga. 

Kerukunan yang dibuat lama saja akan hancur jika datang orang ketiga dalam keluarga, seperti kasus-kasus para artis atau publik figur di Indonesia yang beritanya kebanyakan penceraian dengan kasus perselingkuhan. Seperti dalam sinetron (sinema elektronik) yang lagi booming balakangan ini yang berjudul Layangan Putus. 

Dalam sinetron tersebut diangkat dari kisah nyata yang terjadi di Indonesia dengan  terinspirasi dari sebuah curhatan dengan nama pena Mommy ASF yang menceritakan kisah pilunya tentang perselingkuhan yang terjadi di rumah tangganya, sehingga tulisanya di media sosial sempat viral beberapa waktu lalu sehingga menjadi bahan perbincangan oleh netizen Indonesia. 

Hal itu bisa menjadi gambaran dan bahan evaluasi saat kita semua berniat membangun rumah tangga agar terhindar dari masalah tersebut, hal tersebut juga bisa menjadi tidak baik bagi sang anak dan stigma keluarga di masyarakat sekitar. Namun kasus perselingkuhan juga dapat muncul dari media sosial, dimana media sosial menjadi media perantara terjadi kasus tersebut sehingga menjadikan bumerang bagi penggunanya.

Alangkah baiknya sebelum membangun bahtera rumah tangga harus ada kajian khusus bagi calon pembangunnya, dapat menjadi bahan materi dan bahan evaluasi kemana arah bahtera tersebut mengarah dengan baik dan mulus. Jangan jadikan alasan ekonomi menjadi faktor utama dalam kasus perselingkuhan karena agama menjamin rezeki yang cukup kepada mereka yang berkeluarga, seperti di agama Islam bahwasanya Allah menjanjikan rezeki bagi mereka yang berani menikah dengan alasan menjaga kehormatanya dan menghindari dari perbuatan zina. 

Seperti halnya negara melindungi korban dengan Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ("KUHP"), sebagaimana dijelaskan bahwa tindakan overspel (Pezinahan diluar izin suami/istri) dapat diancam dengan undang-undang pidana tersebut. 

Namun di Indonesia tidak ada hukum yang mengatur dengan spesifik tentang perselingkuhan namun diatur di undang-undang penceraian, sehingga pelaku perselingkuhan mengasah dengan bermain cantik tanpa meninggalkan jejak atau bukti. Oleh karena itu di Indonesia kebanyakan pemohon hanya melancarkan tuduhan semata tanpa adanya bukti yang kuat.

Dalam perspektif sosiologis jelas hal tersebut menjadikan konflik terhadap kerukunan rumah tangga sehingga menjadikan disharmonis yang akan berpengaruh terhadap psikis korban bahkan berpengaruh ke anak, bagi mereka yang mempunyai anak. 

Bahkan para influencer di Indonesia banyak terungkap kasus perselingkughan padahal di depan kamera ditunjukannya kerukunan yang seolah-olah akan menjadi contoh bagi para audience, namun kenyataanya di back stage-nya mereka gagal dalam menjalankan rumah tangga, hal tersebut persis yang diungkapkan oleh sosiolog Kanada ialah Erving Goffman dalam teorinya yaitu Dramaturgi.

 Tidak hanya itu dalam teorinya juga menjelaskan tentang Stigma, dimana keluarga yang mengalami hal buruk seperti itu pasti memiliki stigma yang jelek oleh masyarakat sehingga berpengaruh kepada image dari keluarga tersebut.

Oleh karena itu salah satu senjata yang ampuh dalam mempertahankan keutuhan rumah tangga agar keluarga terhindar dari stigma tersebut adalah memberikan forgiveness untuk pelaku selingkuh, walaupun kejadian perselingkuhan sudah terjadi. 

Dengan memberikan forvigeness akan menjadi bahan pertimbangan bagi keluarga yang sudah di ujung tanduk yang mengarah ke penceraian, namun forgiveness saja dirasa tidak cukup. 

Pelaku harus sadar diri dan melakukan mawas diri sehingga menjadikan peristiwa kebodohanya menjadi bahan pembelajaran yang sangat berharga bagi keutuhan kelurganya. Semua yang saya jelaskan merupakan diskusi dari mata kuliah Kinship & Sosiologi Keluarga yang saya ikuti.

Sumber Referensi :

Nugraha, A., Barinong, A., & Zainuddin, Z. (2020). Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian Rumah Tangga AKibat Perselingkuhan. Kalabbirang Law Journal, 2(1), 53--68. 

Shaleha, R. R. A., & Kurniasih, I. (2021). Ketidaksetiaan: Eksplorasi Ilmiah tentang Perselingkuhan. Buletin Psikologi, 29(2), 218. 

Syaiful. (2022). Forgiveness To Affairs for Sustainability of Children ' S Education. Jurnal Pendidikan Dan Sosial Keagamaan, 2(1), 35--50.

ditulis oleh: Oky Firman Wahyudi, Mahasiswa Program Studi Sosiologi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun