Dalam sinetron tersebut diangkat dari kisah nyata yang terjadi di Indonesia dengan  terinspirasi dari sebuah curhatan dengan nama pena Mommy ASF yang menceritakan kisah pilunya tentang perselingkuhan yang terjadi di rumah tangganya, sehingga tulisanya di media sosial sempat viral beberapa waktu lalu sehingga menjadi bahan perbincangan oleh netizen Indonesia.Â
Hal itu bisa menjadi gambaran dan bahan evaluasi saat kita semua berniat membangun rumah tangga agar terhindar dari masalah tersebut, hal tersebut juga bisa menjadi tidak baik bagi sang anak dan stigma keluarga di masyarakat sekitar. Namun kasus perselingkuhan juga dapat muncul dari media sosial, dimana media sosial menjadi media perantara terjadi kasus tersebut sehingga menjadikan bumerang bagi penggunanya.
Alangkah baiknya sebelum membangun bahtera rumah tangga harus ada kajian khusus bagi calon pembangunnya, dapat menjadi bahan materi dan bahan evaluasi kemana arah bahtera tersebut mengarah dengan baik dan mulus. Jangan jadikan alasan ekonomi menjadi faktor utama dalam kasus perselingkuhan karena agama menjamin rezeki yang cukup kepada mereka yang berkeluarga, seperti di agama Islam bahwasanya Allah menjanjikan rezeki bagi mereka yang berani menikah dengan alasan menjaga kehormatanya dan menghindari dari perbuatan zina.Â
Seperti halnya negara melindungi korban dengan Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ("KUHP"), sebagaimana dijelaskan bahwa tindakan overspel (Pezinahan diluar izin suami/istri) dapat diancam dengan undang-undang pidana tersebut.Â
Namun di Indonesia tidak ada hukum yang mengatur dengan spesifik tentang perselingkuhan namun diatur di undang-undang penceraian, sehingga pelaku perselingkuhan mengasah dengan bermain cantik tanpa meninggalkan jejak atau bukti. Oleh karena itu di Indonesia kebanyakan pemohon hanya melancarkan tuduhan semata tanpa adanya bukti yang kuat.
Dalam perspektif sosiologis jelas hal tersebut menjadikan konflik terhadap kerukunan rumah tangga sehingga menjadikan disharmonis yang akan berpengaruh terhadap psikis korban bahkan berpengaruh ke anak, bagi mereka yang mempunyai anak.Â
Bahkan para influencer di Indonesia banyak terungkap kasus perselingkughan padahal di depan kamera ditunjukannya kerukunan yang seolah-olah akan menjadi contoh bagi para audience, namun kenyataanya di back stage-nya mereka gagal dalam menjalankan rumah tangga, hal tersebut persis yang diungkapkan oleh sosiolog Kanada ialah Erving Goffman dalam teorinya yaitu Dramaturgi.
 Tidak hanya itu dalam teorinya juga menjelaskan tentang Stigma, dimana keluarga yang mengalami hal buruk seperti itu pasti memiliki stigma yang jelek oleh masyarakat sehingga berpengaruh kepada image dari keluarga tersebut.
Oleh karena itu salah satu senjata yang ampuh dalam mempertahankan keutuhan rumah tangga agar keluarga terhindar dari stigma tersebut adalah memberikan forgiveness untuk pelaku selingkuh, walaupun kejadian perselingkuhan sudah terjadi.Â
Dengan memberikan forvigeness akan menjadi bahan pertimbangan bagi keluarga yang sudah di ujung tanduk yang mengarah ke penceraian, namun forgiveness saja dirasa tidak cukup.Â
Pelaku harus sadar diri dan melakukan mawas diri sehingga menjadikan peristiwa kebodohanya menjadi bahan pembelajaran yang sangat berharga bagi keutuhan kelurganya. Semua yang saya jelaskan merupakan diskusi dari mata kuliah Kinship & Sosiologi Keluarga yang saya ikuti.