Mohon tunggu...
Oky Firman
Oky Firman Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

I still learn to survive in the next level in my life, don’t give up and stay wake up

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Pengarusutamaan Gender dalam Dunia Pendidikan demi Mewujudkan Pembangunan yang Ideal

13 Januari 2022   21:26 Diperbarui: 13 Januari 2022   22:38 2307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Gender merupakan perkara bukan hanya mengenai jenis kelamin saja namun bisa di artikan juga perbedaan peran dan tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang dibentuk atau dikonstruksikan oleh masyarakat yang bersifat dinamis.

Gender harus dibedakan antara gender dengan sexs (jenis kelamin), memang dalam Bahasa Inggris gender berarti jenis kelamin namun pemaknaanya berbeda jika di Indonesia, kata gender memiliki beberapa makna yaitu secara bilogi, sex, dan peran sosial. 

Kata gender sendiri di Indonesia meminjam dari bahasa Inggris yang dilihat dalam kamus bahasa Inggris berarti sama dengan sex (jenis kelamin), namun perbedaan makna dalam satu kata ini menimbulkan beberapa kesalahan dalam memandang gender itu sendiri, memang jika dilihat dari sex (jenis kelamin) maka akan muncul perbedaan nyata biologis antara laki-laki dan perempuan dengan memperhatikan bentuk tubuh dan kelamin namun tidak dari prespektif gender, prespektif gender ini dilihat lebih condong ke arah peran antara laki-laki dan perempuan, peran gender ini menempatkan laki-laki berperan pada sektor publik sedangkan perempuan memiliki peran di sektor domestik/rumah tangga.

Begitupun yang terjadi di dunia pendidikan di Indonesia, dalam pendidikan Indonesia adapun bentuk deskriminatif gender yang terjadi di bidang pendidikan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang memegang kepentingan dengan tujuan moral demi kepentingan pendidikan. 

Pendidikan merupakan hak asasi setiap manusia dan sudah menjadi kekuatan yang sangat krusial untuk mencapai kesetaraan, kedamaian, pengembangan, dan pembangunan hal itu di dukung dengan program pengarusutamaan gender (PUG). 

Pemerintah harus menciptakan pendidikan yang tidak diskriminatif gender agar bemanfaat bagi perempuan maupun laki-laki terutama dalam upaya menyetarakan hubungan diantara keduanya tersebut. 

Dengan kata lain, gender dalam masyarakat melekat sifat-sifat yang dikontruksi secara sosial, contohnya mengaggap laki-laki lebih kuat, perkasa, jantan, agresif, dan rasional dalam mengambil keputusan sedangkan perempuan dianggap lemah lembut, cantik, halus dalam bertutur kata, pasif, dan emosional. 

Namun seiring berjalannya waktu terdapat juga sifat-sifat yang tertukar, misalnya ada seorang laki-laki yang lembut, emosional dan sifatnya condong menyerupai perempuan atau sebaliknya perempuan yang kuat, perkasa, dan rasional. Semua itu kontruksi sosial-lah yang menjadi membedakan sifat-sifat diantara mereka yang sejatinya sudah melekat pada kedua gender tersebut.

Demi menjadi agen perubahan, perempuan harus memiliki akses yang setara dan adil dalam kesempatan mencapai pendidikan, bagi perempuan melek huruf adalah kunci untuk meningkatkan kesehatan, gizi, pendidikan, dan peran, semua itu untuk memberdayakan perempuan supaya bisa berpartisipasi penuh dalam pembuatan keputusan dalam kehidupan bermasyarakat maupun bernegara. 

Selayaknya pendidikan di Indonesia menjadi tempat untuk kesetaraan, gender maupun kesetaraan status sosial, karena demi menunjang proses belajar yang ideal yang sesuai pedoman hidup masyarakat Indonesia yaitu Pancasila. Perempuan juga menjadi agen yang penting dalam proses pembangunan di Indonesia karena suara serta dukungan perempuan juga sangat penting untuk mendorong kemajuan Indonesia. 

Kita lihat dengan tingkat pengembalian yang sangat tinggi (return), investasi dalam pendidikan formal dan informal serta pelatihan-pelatihan untuk anak perempuan maupun perempuan dewasa bertujuan pembekalan, telah terbukti menjadi salah satu sarana terbaik untuk mencapai pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. 

Tak hanya peran pemerintah saja yang dihadirkan, namun peran kesadaran dari diri sendiri harus ada untuk memahami situasi pendidikan di Indonesia saat ini. 

Kita lihat dalam Inpres Nomor 9 Tahun 2000 yang menjabarkan tentang tujuan dari PUG yang berorientasi dalam terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Lantas bagaimana cara mewujudkan pendidikan yang ideal?

Demi mewujudkan pendidikan yang sesuai dengan kurikulum target, semestinya ada peran aktif dari pemerintah dalam menangani kasus kesetaraan gender di dunia pendidikan. Lalu apa hanya sekedar dari pemerintah saja untuk mewujudkan itu semua? Tentu saja tidak, peran aktif dari masyarakat jugalah yang perlu hadirkan terlebih lagi peran dalam mengambil stigma tentang kesetaraan gender yang dirasa ada kurang tepat. Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam mewujudkan pendidikan yang ideal antara lain:

  • Menurunkan biaya yang ditanggung oleh orangtua

Tidak jauh dari stigma, di masyarakat masih banyak para orang tua yang beranggapan bahwa menyekolahkan anak perempuan dirasa tidak menguntungkan jika dibandingkan dengan menyekolahkan anak laki-laki. 

Banyak orang tua beranggapan bahwa menyekolahkan anak laki-laki berarti berorientasi ke investasi, maksudnya adalah ada feedback yang besar ketimbang menyekolahkan anak perempuan dimana akan menerima manfaat sedikit dari pada biaya pengeluarannya dimasa sekolah.

  • Meningkatkan kualitas guru dan menaikkan kuantitas guru perempuan

Dengan menetapkan kuota minimum guru perempuan hanya sedikit perempuan yang memenuhi kualifikasi standar pengajaran. Jika regulasi seperti ini terus dilakukan maka akan berdampak pada rendahnya pengajar perempuan sehingga adanya ketimpangan gender dalam dunia pendidikan oleh karena itu untuk menangani masalah seperti ini dalam melaksanakan perekrutan maka harus aktif terlebih lagi untuk wilayah pedesaan.

  • Membuat sekolah mudah di jangkau

Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah memperpendek jarak dari rumah ke sekolah hal ini bertujuan agara mendorong anak perempuan bersekolah. 

Kita lihat di Indonesia sendiri masih ada anak yang bersekolah jauh dari rumah, jika hal ini di lakukan oleh anak perempuan maka akan timbul kekhawatiran dari para orangtua siswi. Upaya pemerintah yang diambil untuk menangani masalah seperti ini mungkin dengan hadirnya sistem zonasi sekolah dimana para siswa/siswi harus sekolah di sekitar wilayahnya dan tidak boleh keluar dari wilayah yang di tentukan. Namun hal seperti ini tidak berlaku oleh mereka para mahasiswa/mahasiswi, dimana mereka bisa kuliah ke luar kota bahkan keluar pulau.

  • Mengembalikan kurikulum yang relevan

Menciptakan kurikulum yang relevan akan membuat anak-anak perempuan tertarik dan mengambil manfaat dari kurikulum yang relate terhadap kehidupan mereka. 

Bisa dibilang kurikulum yang menghubungkan dengan aktivitas produktif, contoh seperti pertanian, menjahit, memasak, membahas soal Kesehatan, gizi, dsb. Serta menggali potensi yang ada dan menghilangkan stereotype tentang gender. 

Dengan adanya program Double Track mungkin tidak akan efektif terhadap pelajar SMK namun akan sangat efektif sekali untuk mereka yang bersekolah di SMA, karena double track sendiri memang ditujukan bagi pelajar SMA agar punya pembekalan diri saat lulus dari SMA jika tidak meneruskan kejenjang yang lebih tinggi.

Tentu dalam pendidikan sang anak harus ada campur tangan dari orang tua terutama anak perempuan, karena biasanya yang menjadi faktor penghambat dalam menyetarakan gender sendiri adalah stigma dari para orang tua yang menganggap bahwa anak perempuan akan selamanya di domestik. Stereotype seperti inilah yang harus di patahkan dengan pengarusutamaan gender dalam dunia pendidikan demi untuk menunjang pembangunan yang ideal.

Sumber Referensi:

Hermina, D. (2015). Strategi Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pendidikan. Muadalah, 2(1), 1--14. 

Hendrarso, E. S. (2015). PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN & Isu gender dalam pendidikan , antara lain: 10--13.

Salviana, V., & Soedarwo. (2016). Pengertian Gender dan Sosialisasi Gender. Sosiologi, 1(1), 1--32. 

ditulis oleh: Oky Firman Wahyudi

Mahasiswa Sosiologi UMM-Malang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun