Mohon tunggu...
Oktuta Arn
Oktuta Arn Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Budi Luhur

Let me be forgotten as the flower be forgotten

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Media Sosial sebagai Dampak Perubahan Sosial Masyarakat Baduy Luar

6 Juli 2021   11:13 Diperbarui: 6 Juli 2021   11:39 1438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Latar Belakang

Masyarakat Baduy yang menyebut diri mereka Urang Kanekes atau Orang Kanekes, bermukim di kaki pegunungan Kendeng, Desa Kanekes, Kec. Leuwidamar, Kab. Lebak. Masyarakat adat Baduy terbagi dalam 2 kelompok, yaitu kelompok masyarakat Baduy Dalam dan kelompok masyarakat Baduy Luar. Sebenarnya ada satu lagi kelompok masyarakat Baduy, yaitu kelompok masyarakat Baduy Muslim. Kelompok ini adalah kelompok masyarakat yang berpindah keyakinan ke Islam dari yang sebelumnya menganut kepercayaan Sunda Wiwitan.

Masyarakat Baduy Dalam yang mendiami 3 desa yaitu Cibeo, Cikertawana, dan Cikeusik masih menjunjung tinggi adat budayanya. Sedangkan masyarakat Baduy Luar sudah mulai terkontaminasi dengan kebudayaan dari luar. Banyaknya kunjungan dari penduduk luar Baduy, berdampak kepada masuknya budaya "asing" bagi masyarakat lokal. Budaya "asing" ini berdampak kepada kehidupan sosial masyarakat Baduy Luar. Salah satunya penggunaan ponsel sebagai alat komunikasi oleh masyarakat Baduy Luar.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar dampak perubahan sosial masyarakat Baduy Luar yang disebabkan oleh pergeseran budaya komunikasi masyarakatnya akibat penggunaan media sosial.

Landasan Teori

Manusia sebagai makhluk sosial tidak mungkin lepas dari interaksi dengan manusia lain. Teori interaksi simbolik menyatakan bahwa ketika orang berinteraksi satu sama lain dari waktu ke waktu, mereka datang untuk berbagi makna atau istilah dan tindakan tertentu dan dengan demikian memahami peristiwa dengan cara tertentu dan serupa. Masyarakat itu sendiri muncul dari percakapan yang saling terkait antar individu (Littlejohn & Foss, 2011).

Interaksi simbolik berfokus pada cara orang membentuk makna dan struktur dalam masyarakat melalui percakapan. Barbara Ballis Lal merangkum premis dari interaksi ini (Littlejohn & Foss, 2011):

- Orang membuat keputusan dan bertindak sesuai dengan pemahaman subjektif mereka tentang situasi di mana mereka menemukan diri mereka sendiri.
- Kehidupan sosial terdiri dari proses interaksi daripada struktur dan karena itu terus berubah.
- Orang memahami pengalaman mereka melalui makna yang ditemukan dalam simbol kelompok utama mereka, dan bahasa merupakan bagian penting dari kehidupan sosial.
- Dunia terdiri dari objek sosial yang diberi nama dan memiliki makna yang ditentukan secara sosial.
- Tindakan orang didasarkan pada interpretasi mereka, di mana objek dan tindakan yang relevan dalam situasi diperhitungkan dan ditentukan.
- Diri seseorang adalah objek yang signifikan dan seperti semua objek sosial, didefinisikan melalui interaksi sosial dengan orang lain.

Paradigma

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah interpretif. Paradigma interpretif lebih menekankan pada makna atau interpretasi seseorang terhadap sebuah simbol. 

Tugas teori dalam paradigma ini adalah memaknai (to interpret atau to understand). Kualitas teori dalam paradigma ini diukur dari kemampuannya untuk memaknai serta lebih cenderung mengungkapkan temuan-temuan yang sifatnya lokal (Triyuwono, 2009:217) (Qimyatussa'adah, 2017). Karakteristik paradigma interpretif adalah cenderung nominalist, anti-positivist, voluntarist, dan ideographic (Burrel dan Morgan, 1979:28) (Qimyatussa'adah, 2017).

Asumsi paradigma interpretif menurut Chua (1986), secara epistemologi ilmu pengetahuan dianggap benar jika memiliki konsistensi logis. Ontologi dari perspektif interpretif yaitu realitas sosial adalah sesuatu yang tercipta secara subyektif, dan diobyektifkan melalui interaksi. Tujuan akhirnya adalah untuk menjelaskan dan memahami bagaimana tata non-sosial diproduksi dan direproduksi (Qimyatussa'adah, 2017).

Metodologi

Metodologi penelitian ini menggunakan kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara responden dan pengamatan langsung di lapangan. Menurut Bogdan dan Taylor, penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Marlina, 2016).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun