doa makan dan mengapa kita harus melakukannya?
Banyak orang berdoa saat makan. Namun, apa artiSeperti ibadah lain yang kita lakukan, penting untuk mengetahui alasan mengapa kita berdoa pada saat makan. Sebab, meski dilakukan setiap kali kita makan, tetapi banyak dari kita yang tidak memahami makna dari doa sebelum makan.Â
Sesungguhnya, itu bukan sekadar ritual yang harus kita lakukan pada saat makan, atau semacam "mantra" penting supaya kita diberkati atas apa yang kita makan.
Memang, doa pada satu sisi merupakan permohonan kepada yang berkuasa, yang menjadi penyelenggara kehidupan. Namun, tentu bukan hanya itu alasan kita berdoa.Â
Ada banyak aspek penting dan indah dalam doa makan yang perlu kita sadari, sehingga tindakan ini seharusnya tidak sekadar menjadi ritual yang abstrak, melainkan satu bentuk kegiatan beribadah yang bermakna dalam dan penting.
Sebelum kita memahami alasan mengapa kita harus berdoa pada saat makan, mari kita sepakat dulu pada satu hal yang akan menjadi sorotan kita tentang makanan, bahwa sebelum sepiring nasi dapat kita nikmati, terdapat proses panjang yang melibatkan banyak orang, usaha, kerja keras, tenaga, waktu, keringat, kesulitan, bahkan keprihatinan hingga itu tersaji di hadapan kita.Â
Dalam konteks yang terakhir disebutkan, mungkin tidak banyak yang menyadari bahwa dalam sistem ekonomi dunia yang pada umumnya hanya menguntungkan segelintir pemilik modal besar, terdapat pihak-pihak yang tidak mendapat kesejahteraan setimpal dengan apa yang mereka kerjakan.Â
Sebagai contoh, para petani. Mari kita lihat peran dan imbas yang mereka peroleh.
Jika Anda tinggal di daerah pedesaan atau suka berjalan-jalan ke sawah, Anda pasti paham betapa kerasnya usaha yang mesti dilakukan para petani untuk dapat memanen padi.Â
Dimulai dari menyiapkan lahan dan sistem pengairan sawah, mencangkul tanah untuk menggemburkan lahan, memberi pupuk penyubur tanah, penyemaian benih, penyiapan/pemilihan benih untuk ditanam, menanam benih, menyiangi rumput atau gulma, memberi pupuk untuk pertumbuhan padi, melindungi dari serangan hama yang datang dari tanah hingga udara, perawatan padi, sampai akhirnya panen. Dan setelah satu siklus selesai, mereka kembali harus memulai lagi semua prosesnya dari awal pada masa tanam berikutnya.Â
Satu hal yang perlu dicatat, para petani ini bekerja semenjak subuh setiap hari di lahan yang luas, di bawah terik matahari, serta dengan cuaca dan kondisi yang tidak bersahabat, yang terkadang menyebabkan kegagalan panen.
Dibutuhkan kerja keras, waktu, ketekunan, uang, dan pemikiran yang tidak main-main bagi petani untuk bisa menghasilkan panen dari sawah.
Sayang, setelah semua kerja keras itu, rata-rata petani kita tidak diuntungkan oleh sistem yang ada. Mulai dari harga pupuk dan pestisida yang mahal sampai pada harga jual gabah yang rendah, kerja keras yang mereka berikan nyatanya tidak banyak memberi kesejahteraan yang layak.Â
Hasil kerja keras mereka mungkin hanya cukup untuk makan dan biaya kebutuhan sehari-hari, tetapi tidak mampu meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan yang lebih baik. Mungkin itu sebabnya petani tidak lagi menjadi profesi yang masih diminati pada zaman sekarang.Â
Lalu setelah panen, masih ada lagi proses pengangkutan hasil panen dengan sistem transportasi, proses produksi dan pengolahan pangan, distribusi, pemasaran, dan retail yang melibatkan banyak orang dan pihak, hingga akhirnya hasil pertanian atau perkebunan bisa sampai ke tangan konsumen.
Dari rangkaian tersebut, hanya segelintir orang yang mampu meraup keuntungan (besar) karena besarnya modal yang mereka miliki. Siapa mereka? Kira-kira mungkin pengusaha sistem transportasi, pedagang partai besar, atau pihak-pihak pemilik fasilitas pengolahan padi.
Petani (terutama yang tidak memiliki lahan), buruh angkut, buruh pasar, dan pedagang pasar/warung bukan pihak2 yang menerima keuntungan besar dalam jaringan ini.
Itu jika kita melihat dari segi nasi yang menjadi makanan pokok kita. Kita belum lagi berbicara soal sayur, lauk pauk, buah, atau produk pangan lainnya yang kita konsumsi setiap hari. Ada lebih banyak lagi pihak yang berkontribusi dalam penyediaan pangan sebagai kebutuhan pokok dalam hidup.
Lalu, apa hubungan semua itu dengan doa makan?
Setelah kita mengetahui semua proses rumit di balik penyelenggaraan ilahi atas piring makanan kita maka harusnya kita bisa mulai memandang dan memperlakukan doa makan dengan sikap dan cara yang berbeda.
Pertama, doa makan harus menjadi ekspresi ungkapan syukur kita atas pemeliharaan Tuhan yang ajaib atas hidup melalui makanan yang tersedia.Â
Panjangnya proses serta besarnya upaya, tenaga, sumber daya, serta kerja keras banyak pihak yang terlibat dalam penyediaan makanan membuktikan bahwa hidup kita ditopang oleh banyak orang dan berbagai proses. Secara luar biasa itu terjadi setiap hari di dunia tempat kita hidup, dalam pola, rutinitas, dan aktivitas yang berjalan secara teratur di tempatnya masing-masing.
Doa makan juga memberi kita kesadaran bahwa jika kita masih bisa makan dengan layak pada hari ini, itu karena Tuhan masih memberi kita rejeki, pekerjaan, penyedia nafkah, atau kesehatan untuk kita bisa menikmati makanan. Bersyukurlah, sebab ada banyak orang yang tak mampu memiliki situasi dan kondisi tersebut.
Dari sana, doa makan kemudian juga menjadi sarana pengingat agar kita peduli dengan piring-piring kosong pada meja yang lain. Dalam masa pandemi ini, ada banyak orang yang kehilangan pekerjaan, pendapatan, atau (sumber) nafkah mereka. Ada banyak orang yang kesulitan menyediakan makanan bagi anggota keluarganya.Â
Melalui doa makan, kita bisa berdoa agar Tuhan berbelas kasih dan memberi mereka makanan yang secukupnya. Lebih baik lagi jika kita bersedia menjadi jawaban doa bagi mereka yang membutuhkan, dengan membagikan apa yang ada pada kita agar mereka turut dapat merasakan anugerah Tuhan lewat makanan.
Berdoa pada saat makan juga menjadi sarana yang melaluinya kita mengingat dan mendoakan tangan-tangan yang telah berkontribusi menyediakan makanan bagi kita. Kita perlu berdoa agar kiranya Tuhan memberikan kesejahteraan dan berkat kepada para petani, peternak, nelayan, dan pihak-pihak yang telah berjasa menyediakan pangan kita.
Doa makan juga dapat menjadi cara untuk mengajari anak-anak bahwa tidak baik membuang makanan. Selain bahwa makanan adalah anugerah Tuhan yang tidak boleh disia-siakan, kita juga perlu menghargai kerja keras, usaha, waktu, dan keringat para petani, peternak, nelayan, serta berbagai pihak yang sudah berupaya menyediakan pangan bagi kita.Â
Menghabiskan makanan yang disediakan menjadi satu ungkapan penghargaan sekaligus penerimaan atas berkat Tuhan. Ada banyak orang di dunia yang tidak bisa makan di luar sana. Mengapa kita justru membuang-buang makanan?
Terakhir, doa makan juga menjadi cara untuk kita melihat bahwa Allah menopang hidup dan kehidupan dunia ini melalui satu aspek dalam kehidupan manusia. Makanan.
Meski masih terjadi ketimpangan atau ketidakadilan dalam sistem "rantai" makanan di dunia ini, tetapi tidak bisa dinafikan bahwa ada banyak orang yang mendapat rejeki dan makan melaluinya.Â
Tuhan berhak mendapat pujian untuk kebaikan dan pemeliharaan-Nya yang terus menerus dan setiap hari atas dunia ini; untuk matahari, untuk hujan, untuk angin, untuk pertumbuhan tanaman, untuk tanah, untuk air, untuk musim-musim, untuk petani, nelayan, peternak, para buruh, pekerja pabrik, pengemudi truk, pedagang, asisten rumah tangga, ibu, ayah, atau anggota keluarga yang membuat kita bisa makan hari ini. Itulah alasan utama kita berdoa saat makan. Memuji Allah, Sang Penyelenggara hidup dan kehidupan.
Berdoa pada saat makan adalah suatu tindakan kasih yang indah kepada Allah dan sesama, bukan tindakan klise atau mekanis untuk dilakukan setiap kali kita makan.
Satu hal lagi yang perlu diluruskan. Doa makan bukanlah sesuatu yang harus dilakukan sebelum makan. Berdoa sesudah piring menjadi kosong sungguh tidak akan mengurangi makna atau berkat Allah atas makanan yang kita terima.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H