Tentu tidak asyik bagi mereka jika menampilkan postingan dengan caption semacam, "minum air putih is the best," atau "kerja keras pangkal kaya" atau "mode on: ngecat rumah" dsb. Itu bukan cerita atau kehidupan yang ingin mereka tampilkan di postingan instagram, TikTok, atau tweet-an mereka. Nope.Â
Tentu, ada banyak pengalaman, pengetahuan, kesenangan, dan pelajaran hidup yang bisa didapat dari gaya hidup semacam itu. Akan tetapi, ada harga mahal juga yang harus dibayar jika hidup hanya dihabiskan untuk mengejar kekinian, pengalaman, kesenangan, atau persetujuan orang lain di media sosial.
Sebagai contoh, ada banyak milenial bergaji besar yang lebih memilih untuk tinggal dengan menyewa apartemen, kost, atau kontrakan di tengah kota, dibanding membeli rumah yang terletak di luar kota (karena harga untuk membeli rumah di dalam kota sudah tentu selangit dan sulit untuk dijangkau).Â
Alasannya, karena rumah bukan kebutuhan urgent, tidak ingin tinggal jauh dari pusat kota, atau karena mereka lebih memilih menghabiskan uang untuk travelling, nongkrong di cafe, nonton konser, dan membeli gadget terkini, dibanding harus membayar cicilan rumah bertahun-tahun.Â
Padahal, harga properti terus meningkat setiap tahun. Kelak, jika mereka sudah berkeluarga dan harus memiliki rumah, cicilan yang harus mereka bayarkan mungkin sudah sangat tinggi dan sulit untuk direalisasikan dengan adanya kebutuhan rumah tangga, pendidikan anak, serta berbagai kebutuhan lainnya. Duh.
Tentu saja, bukan berarti setiap milenial memiliki gaya hidup, pemikiran, atau standart yang sama. Tetapi, itulah yang banyak terjadi dan muncul sekarang, terutama di kota-kota besar.Â
Mungkin saya kuno, tapi buat saya pribadi, gaya hidup milenialis ini adalah gaya hidup yang paling kurang "bertanggung jawab" dalam memikirkan urusan finansial demi kepentingan masa depan.
Nah, gaya hidup mana yang sesuai dengan Anda?
Dari uraian di atas, menurut saya tidak ada satu gaya hidup yang bisa dianggap paling ideal atau paling baik di antara yang lain. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri, di mana hal-hal positifnya bisa kita pilah dan aplikasikan dalam gaya hidup kita sebagai pribadi atau keluarga. Â
Perkataan Paulus berikut bisa menjadi pedoman yang baik dalam menentukan pola atau gaya hidup yang berguna dan baik untuk kita pilih, "Segala sesuatu diperbolehkan, tetapi tidak semuanya berguna. Segala sesuatu diperbolehkan,tetapi tidak semuanya membangun. Jangan ada satu pun yang mencari kebaikan untuk diri sendiri, melainkan kebaikan orang lain."
Benar. Meski kita bebas untuk memilih, tetapi pilihlah gaya hidup yang akan membangun diri kita dan sesama. Dan, itu tentu bukan gaya hidup yang bersifat egois, individualis, dan hanya mengejar keuntungan atau kepentingan diri sendiri. Hidup semacam itu justru akan menjadi hidup yang sangat menyedihkan untuk dijalani.