Mohon tunggu...
Okti Nur Risanti
Okti Nur Risanti Mohon Tunggu... Penerjemah - Content writer

Menulis adalah salah satu upaya saya dalam memenuhi misi mandat budaya.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

"Siap Kerja", Itu Jargon yang Sudah Usang!

5 Februari 2020   21:34 Diperbarui: 7 Februari 2020   10:50 2097
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar mendapatkan ide. (Pixabay; TeroVesalainen)

"Tanpa memiliki kapasitas untuk siap belajar, siap-siap saja dilindas oleh zaman atau persaingan yang ketat." 

Hari ini saya membaca kliping dari harian Kompas yang diedarkan di kantor. Judulnya "Memutakhirkan Manusia". Dan, saya setuju dengan isinya, yang salah satunya menyatakan bahwa saat ini jargon siap kerja sudah kurang relevan lagi. 

Dengan kecepatan perkembangan informasi dan teknologi yang hitungannya bukan lagi tahun atau bahkan bulan, kita, khususnya, generasi muda sekarang justru harus memiliki kapasitas untuk "siap belajar". Mengapa?

Jelas, karena belajar menjadi satu adaptasi yang perlu dimiliki agar kita selalu mampu mengikuti perkembangan zaman dan kebutuhannya.

Seperti dinyatakan dalam artikel tersebut, pengetahuan yang kita miliki saat menempuh studi di sekolah atau universitas akan menjadi tidak relevan lagi setelah kita lulus dan memasuki dunia kerja karena perubahan yang begitu cepat dari perkembangan teknologi.

Selain itu, karena perkembangan teknologi, akan ada banyak jenis pekerjaan yang bisa digantikan oleh mesin atau teknologi. Kartu tol, mesin pabrik, mobile banking, belanja online, buku online, google search adalah realita yang semakin mengurangi jumlah pekerja manusia dalam beberapa tahun terakhir.  

Belum lagi, ada banyak pekerjaan yang saat ini bahkan tak terbayangkan akan dibutuhkan pada sepuluh atau lima belas tahun lalu, seperti content writer, admin atau manager media sosial, vlogger, YouTuber, atau berbagai perancang aplikasi mobile yang kita pakai dan manfaatkan dalam gawai kita.

Saya contohnya, tak pernah membayangkan akan menjadi seorang content writer sepuluh tahun lalu, apalagi saat kuliah. Tidak ada profesi atau jenis pekerjaan seperti itu dulu, atau bahkan sampai sepuluh tahun lalu.

Bayangkan, apa yang akan menjadi profesi anak-anak kita lima atau sepuluh tahun mendatang!

Sebagai contoh, profesi dokter yang saat ini masih menjadi profesi idaman, bukan tidak mungkin digantikan dengan mesin atau robot pintar yang dirancang untuk menyimpan segala informasi dengan sangat detail untuk mendiagnosa penyakit beserta obat atau treatment yang dibutuhkan.

Faktor-faktor tersebut tentu akan memperkecil akses untuk mendapat pekerjaan jika seseorang hanya mengandalkan pengetahuan atau ketrampilan yang dimiliki saat sekolah. Tanpa memiliki kapasitas untuk siap belajar, siap-siap saja dilindas oleh zaman atau persaingan yang ketat. Hanya mereka yang siap belajar yang dapat beradaptasi mengikuti kebutuhan zaman, dan survive.

Seperti dinyatakan dalam teori evolusi Darwin, bukan yang terkuat atau yang terpandai yang akan bertahan, tetapi mereka yang paling mampu beradaptasi terhadap perubahan. Survival of the fittest. Dan, kemampuan beradaptasi dalam era ini adalah kapasitas untuk siap belajar, atau menjadi manusia pembelajar.

Nah, pertanyaan pentingnya sekarang, bagaimana cara untuk menjadi manusia pembelajar yang selalu siap mempelajari hal, ide, ketrampilan, dan kemampuan baru?

Ada sedikitnya lima sikap atau karakter yang perlu dimiliki oleh seorang manusia pembelajar, yang bisa dibina atau dipupuk oleh setiap orang.

Pertama, memiliki rasa keingintahuan tinggi. Tanpa sifat ini, sulit bagi seseorang untuk bisa tertarik mempelajari hal-hal baru, yang mungkin memerlukan proses dan usaha dalam pencapaiannya.

Lagipula, dengan rasa ingin tahu yang tinggi, lebih mudah bagi seseorang untuk memiliki minat dan keterbukaan pada hal-hal yang baru, yang akan mendorongnya untuk belajar dan mencari tahu.

Sifat keingintahuan yang tinggi sendiri terbina dari situasi dan lingkungan yang positif dan optimis dalam memandang segala sesuatu.

Kedua, menyukai tantangan. Tantangan di sini bukan hanya berarti berani melakukan hal-hal yang baru dan memerlukan nyali, lebih dari itu merupakan suatu sikap untuk bersedia keluar dari zona nyaman.

Meski mudah diucapkan, tetapi ini adalah hal yang selalu menjadi persoalan kita semua. Siapa sih yang mau keluar dari kenyamanan, dan terpapar pada kesulitan atau risiko kegagalan?

Namun, pribadi yang siap belajar selalu memilih risiko yang kedua dan mengorbankan kenyamanannya, karena ia tidak ingin mandeg atau terhenti pada satu situasi dan kondisi yang sama.

Ketiga, memiliki kerendahan hati dan tidak cepat puas atau pongah. Pribadi seperti ini tahu bahwa selalu ada langit di atas langit, dan untuk itu mereka bersedia untuk mendengar, terbuka, dan menerima pendapat dari yang lain.

Sikap yang tidak pongah atau puas diri juga membuat orang-orang semacam ini lebih mudah diajar dan belajar, karena tahu ada banyak hal yang tidak diketahuinya, dan bahwa ia perlu belajar dari yang lain, yang lebih darinya.

Keempat, memiliki keinginan untuk berbagi dan bermanfaat bagi yang lain. Dengan motivasi semacam ini dalam diri, seseorang akan selalu berusaha untuk membagikan apa yang dimilikinya kepada yang lain.

Untuk mampu melakukannya, tentu ia membutuhkan kemampuan atau ketrampilan yang cukup.. Dengan demikian, orang-orang semacam ini tidak akan segan atau malas untuk belajar, karena mereka membutuhkannya sebagai syarat untuk bisa berbagi.

Kelima, watak rajin atau tidak malas. Sudah jelas, malas menjadi sikap yang paling menghambat seseorang untuk mau belajar, untuk maju, atau banyak hal baik lainnya. Dalam konteks yang lain, kemalasan juga menjadi faktor penyebab kemiskinan, keterbelakangan, bahkan kejahatan. Siap kerja bukannya tak penting lagi dalam era digital dan teknologi. Dunia masih butuh orang-orang dengan etos dan semangat kerja yang tinggi.

Namun, dalam menghadapi revolusi digital dan Internet of Things, dunia sangat urgent membutuhkan orang-orang yang siap belajar, yang menanggapi kecepatan perubahan dengan kemampuan untuk belajar menguasainya dengan tepat.

Maukah kita untuk survive dalam persaingan yang semakin keras dan ketat?

Beradaptasilah. Belajarlah. Bertahanlah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun