Saya tidak pernah percaya diri jika berbicara atau melakukan presentasi di depan banyak orang. Ini terjadi sejak saya masih di bangku sekolah hingga saat ini. Alasannya berubah-ubah, sesuai usia dan perkembangan hidup.Â
Dulu, saat masih sekolah atau kuliah, saya tidak pede karena karena saya belum terbiasa berbicara di depan banyak orang. Lambat laun, saat awal-awal bekerja, saya tidak pede karena merasa saya tidak punya kapasitas atau materi yang cukup untuk disampaikan kepada banyak orang.Â
Saat ini, setelah sekian tahun bekerja, saya tidak pede karena merasa saya tidak berbakat sebagai pembicara atau presentator yang dapat menyampaikan materi penting kepada banyak orang dengan baik dan menarik.Â
Menulis ok lah, bisa sangat lancar dan cepat, malah. Tapi, berbicara di depan umum? Saya rasa bukan itu talenta saya.Dan, jujur, itu bukan sekadar perasaan.Â
Saya merasa saya ini membosankan ketika menyampaikan satu materi di depan banyak orang. Itu membuat saya tidak pede, karena bagi saya jika materi tidak bisa dipresentasikan secara menarik kepada audiens, bagaimana mereka bisa tertarik untuk mengikuti atau melakukan apa yang saya bicarakan? Dan, jelas bukan itu tujuan presentasi.
Tapi, kok ya ndilalah saya tidak bisa lolos dari tugas presentasi ini dari kantor. Padahal ya, presentasi saya begitu-begitu saja, tidak ada yang memukau atau keren. Karena risiko pekerjaan, ya mesti dijalani. Jadilah setiap kali saya diberi tugas presentasi, saya akan mengalami sindrom ini selama berhari-hari: mulas, mual, bangun malam-malam dengan tidak nyaman karena mengingat presentasi, tegang, dan tangan dingin.Â
Situasi yang menyebalkan dan sangat membuat tertekan. Mau bagaimana lagi? Tugas harus dikerjakan, dan saya harus tetap mengatasi semua hal tidak enak tadi. Hasilnya? Meski tidak pernah malu-maluin, tetap saja saya merasa saya bukan orang yang tepat untuk melakukan presentasi. Alias, masih tidak pede.
Nah, beberapa minggu lalu, saya diberi tugas atasan untuk melakukan presentasi 10 menit dalam acara seminar untuk memperingati HUT kantor. What? Ya, di depan sekitar 500 tamu undangan. OMG, that's huge! Bisa jadi itu adalah kesempatan pertama atau terakhir saya untuk berbicara di depan audiens sebesar itu.Â
Meski hanya dalam kurun sepuluh menit, pasti rasanya akan seperti sejam. Haduh, bisa dibayangkan dong betapa tertekannya saya. Wong sebelumnya, dengan peserta belasan atau puluhan orang saja, saya sudah stres. Ini 500 orang. Ampun, bisa membeku saya nanti di depan orang-orang itu. Tapi, mau gimana lagi, menolak tidak mungkin, mengelak apa lagi. The show must go on.
Saya pun menyampaikan kegundahan ini kepada suami, sebagai orang yang sudah lebih berpengalaman dalam ber-presentasi. Menurutnya, semua perasaan itu justru menjadi mental blocking atau hambatan bagi saya sendiri. Dan, meski membenarkan pemikiran itu, saya tidak jadi terhibur atau jadi termotivasi dengan usaha suami tercinta.Â
Perasaan tertekan pun terus hinggap, dan saya jadi semakin tak bisa menyusun outline presentasi untuk disampaikan. Stuck. Padahal, deadlinenya tinggal beberapa hari sebelum hari H. Â
Sampai, suatu hari suami saya mengirimkan tautan IG Swipe dari sebuah akun instagram, yang berjudul How to Overcome Your Fear of Public Speaking yang diambil dari sebuah artikel. Kali ini, usaha suami itu sungguh membuat perbedaan. Mengapa?
Dalam captionnya, IG Swipe dari Harvard Business Review tersebut menyatakan: "Apakah Anda merasa tegang sebelum berbicara di depan umum? Kebanyakan dari kita mengalami perasaan ini, dan respons pada umumnya adalah dengan membuat jarak antara kita dengan audiens dengan menghindari kontak mata.Â
Meski ini mungkin terlihat seperti strategi yang efektif, tetapi itu sesungguhnya dapat membuat kita semakin tegang. Mengapa? Sebab, itu menyalakan kecemasan kita dari dalam, membuat kita menjadi semakin khawatir tentang apakah orang-orang akan menyukai kita atau apa yang akan terjadi jika kita gagal.Â
Kunci untuk menenangkan Amygdala (bagian dari otak yang berperan dalam mengatur respons emosi, seperti rasa takut, cemas, dsb - Red) dan mematikan rasa panik kita, ternyata adalah kemurahan hati manusia. Jadi, daripada berpura-pura tidak ada audiens, berfokuslah untuk membantu mereka dengan menggunakan ketiga tip berikut.Â
Memperlihatkan kemurahan hati kepada yang lain telah terbukti mengaktifkan saraf vagus, yang berfungsi untuk menenangkan respons melawan atau pergi (baca kabur) dengan cepat. Prinsip yang sama berlaku dalam berbicara di depan umum.Â
Saat Anda berbicara dengan menggunakan pendekatan semangat kemurahan hati, Anda menepis perasaan untuk diserang dan Anda merasa tidak terlalu tegang."
Berikut tiga tip untuk mengatasi rasa takut untuk berbicara di depan umum:
1. Persiapan
Pikirkan tentang audiens Anda, bukan topiknya.
- Siapa yang akan berada di ruangan?
- Mengapa mereka berada di sana?
- Apa yang mereka butuhkan?
Buatlah jawabannya menjadi spesifik, lalu latihlah pesan (pembicaraan) Anda
2. Fokus.
Tepat sebelum Anda berbicara, fokuskan diri Anda.
- Jangan berpikir:
"Semua orang sedang menilai saya. Bagaimana jika saya gagal?"
- Berpikirlah:
"Saya di sini untuk menolong yang lain. Presentasi ini bukan tentang saya. Ini tentang audiens saya."
3. Presentasi
Saat Anda berbicara, terhubunglah dengan pendengar Anda.
Jangan lakukan:
Melihat dengan menyisir seluruh ruangan
Lakukan:
Buatlah kontak mata -- satu orang per pembicaraan. Ini akan membuat seolah-olah Anda sedang berbicara secara pribadi kepada mereka.
Ajaib, setelah membaca IG Swipe tersebut, saya jadi termotivasi dan bisa lebih tenang dalam mempersiapkan diri dan outline presentasi. Meski menjelang hari-H, saya masih tetap bergumul dalam menyiapkan outline Power Point dan menenangkan diri, tetapi IG Swipe itu cukup membantu saya untuk mengubah mindset atau mental blocking seperti yang dikatakan suami.
Hasilnya? Puji Tuhan, saya tidak mengacaukan presentasi 10 menit itu. Mindset untuk memberikan yang terbaik cukup ampuh untuk membuat saya tidak berfokus pada diri sendiri, melainkan berusaha untuk menyampaikan yang terbaik kepada audiens.Â
Ketika berbicara di depan seluruh peserta seminar saya tidak merasa tegang atau panik, tetapi dikendalikan oleh perasaan untuk memberi informasi sebaik mungkin sehingga mereka akan mendapat berkat dari apa yang saya sampaikan.Â
Tidak terjadi gagap, lupa, blank, atau panik seperti yang saya khawatirkan. Tidak sempurna memang, tetapi cukup menyenangkan untuk diingat-ingat sambil tersenyum :-)
Nah, apa Anda mengalami ketakutan untuk berbicara atau melakukan presentasi di depan umum? Cobalah cara di atas, yaitu dengan memiliki motivasi untuk berbagi pengetahuan dan inspirasi kepada audiens. Itu bisa menjadi awalan serta dasar yang sangat baik. Jam terbang dan latihan tentu saja memiliki pengaruh signifikan. Dan, jangan lupa, berdoa. Ora et labora. Berdoa sembari berusaha.
Referensi:
Gershman, Sarah. "To Overcome Your Fear of Public Speaking, Stop Thinking About Yourself" Dalam https://hbr.org/2019/09/to-overcome-your-fear-of-public-speaking-stop-thinking-about-yourself
   Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H