Mohon tunggu...
Okti Nur Risanti
Okti Nur Risanti Mohon Tunggu... Penerjemah - Content writer

Menulis adalah salah satu upaya saya dalam memenuhi misi mandat budaya.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Novel Lawas yang Apik, "Raumanen"

22 Agustus 2019   22:13 Diperbarui: 22 Agustus 2019   22:31 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover Raumanen (Dokpri.)

  ... ... Dan, kalau sampai kau lihat pada burung pipit itu, Monang, ingatkah kau padaku? 

Pada Raumanen, cinta pertamamu? ....

Raumanen adalah novel yang saya baca pertama kali saat SMA, bersamaan dengan tugas membuat resensi buku dari guru bahasa Indonesia pada saat itu. Begitu membaca, saya langsung jatuh cinta setengah mati dengan novel ini -- dengan tokohnya, dengan gaya bertutur si pengarang novel, dan dengan jalan ceritanya yang mengalir dengan sangat natural dan indah. Meski berakhir tragis, tapi saya membuat review yang sangat bagus tentang novel ini. Hasilnya? Saya mendapat nilai bagus dari guru saya.

Kisahnya sendiri sederhana, tentang cinta dua anak manusia yang berbeda suku dan latar belakang pada tahun '60an. Raumanen, seorang gadis Manado yang cantik, cerdas, dan independen, jatuh cinta kepada Monang, seorang pemuda Batak yang flamboyan, gemar pesta, dan pandai mencuri hati. Kisah mereka terhalang perbedaan suku dan nilai-nilai, yang pada era itu masih menjadi isu yang cukup kontroversial. Meski mengusung tema yang sederhana serta konflik yang tidak kompleks, tetapi dengan gaya bertutur yang halus, renyah, dan terpelajar, kita akan antusias untuk terus mengikuti jalan ceritanya sampai halaman terakhir.

Menjadi salah satu pemenang sayembara penulisan novel dari Dewan Kesenian Jakarta tahun 1975, Hadiah Yayasan Buku Utama tahun 1978, dan SEA Write Award (penghargaan sastra tingkat Asia Tenggara) pada 1982, novel ini juga pernah dimuat dalam majalah Femina no 79 -- 84 pada tahun 1976 sebagai cerita bersambung. Sang pengarang, Marianne Katoppo menjadi novelis wanita pertama yang meraih penghargaan SEA Write award. Sayangnya, novel ini kalah populer dibanding novel-novel karya N.H. Dini dan Marga T. yang lahir pada era yang sama. Jika saja guru saya tidak memberi tugas untuk membuat resensi buku dari novel ini, mungkin saya tidak akan pernah mengenal novel ini maupun pengarangnya. Padahal, menurut saya, novel ini bisa menjadi salah satu karya rujukan novel yang apik pada era 70-an, bersama dengan karya-karya bermutu para penulis lain dari angkatan yang sama.  

Kelebihan novel Raumanen sendiri terletak pada kemampuan pengarang dalam menggambarkan suasana batin kedua tokoh yang menjadi penutur cerita, Manen dan Monang, serta tokoh ketiga yang mungkin akan menjadi kejutan bagi sebagian pembaca. Pada awal-awal cerita, pembaca akan jatuh cinta dengan karakter Raumanen serta Monang melalui karakter, sikap, percakapan, dan relasi yang dibangun di antara keduanya. 

Bahkan, jika pada akhirnya pembaca menjadi kecewa dengan kelemahan dan kekurangan yang sedikit demi sedikit akan tersibak dari keduanya, kita akan tetap memakluminya. Manen dan Monang adalah gambaran pribadi yang bisa salah dan lemah dalam mengambil pilihan, sama seperti kita. Sama sekali tidak ada usaha dari pengarang untuk membuat kisah dalam novel ini menjadi too good to be true, hal yang justru sering kita temukan dalam novel-novel metropop, chick lit, atau novel remaja saat ini.

Meski memiliki pesan yang kuat tentang cinta, relasi antarsuku, iman, ketegaran perempuan, dan nilai-nilai moral, tapi kita tidak akan merasa digurui apalagi dikhotbahi dengan jalinan cerita Raumanen. Kita hanya akan begitu terserap dengan jalan cerita, suasana batin, percakapan, peristiwa demi peristiwa, serta pemilihan kata yang apik, yang terdapat di sepanjang novel. Keberanian pengarang untuk menampilan ending yang tidak happy ending, juga perlu dipuji. Meski akhirnya pembaca dibuat pedih oleh pilihan yang diambil oleh tokoh-tokohnya, tetapi di sanalah justru terletak kekuatan pesan serta nilai dari novel ini.  
 
Patut untuk diketahui, sang pengarang, Mariannne Katoppo adalah teolog feminis pertama di Indonesia dan Asia, yang karya teologinya dipakai sebagai bahan ajar di berbagai sekolah teologi dan seminari dunia. Dengan latar belakang seperti itu, tak heran jika tokoh Raumanen di dalam novel ini digambarkan sebagai seorang yang cerdas dan tegar, meski tetap memiliki sisi-sisi kemanusiaan yang lemah. Talenta Marianne Katoppo sendiri dalam menulis selain kecerdasan intelektualnya, membuat Raumanen menjadi novel yang apik dan patut mendapat apresiasi.  Meski lawas, tapi isi dan pesannya dijamin masih terus menarik dan relevan dengan kondisi saat ini.

Sudah pernah membaca Raumanen? Kalau belum, saya sarankan Anda untuk membacanya, meski mungkin butuh perjuangan untuk mencari novel ini di toko buku.  Namun, mengingat kualitas isinya, itu cukup layak diusahakan.  

Referensi:

_____ "Marianne Katoppo" Dalam http://pelitaku.sabda.org/marianne_katoppo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun