Profesi aparat birokrasi yang bekerja dengan perjanjian kerja di instansi pemerintah disebut dengan Aparatur Sipil Negara (ASN). Perjanjian kerja tersebut bagi ASN digunakan untuk mendapatkan kewenangan seperti jabatan pemerintahan, kewenangan lain, dan gaji atas dasar regulasi peraturan perundang-undangan.
Kementrian PANRB secara resmi telah meluncurkan Core Values dan Employer Branding bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diresmikan oleh presiden Joko Widodo pada Selasa, 27 Juli 2021.
Hal tersebut ditujukan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN)guna dibentuknya profesionalisme karakter dalam mengimplementasikan pelayanan publik. Pada tatanan pemerintah, Core Values (Nilai dasar) diluncurkan agar para ASN dapat mencapai sebuah tujuan dalam mewujudkan budaya kerja ASN baik tingkat pusat maupun tingkat daerah.
Oleh sebab itu, posisi dan peran Aparatur Sipil Negara atau ASN dalam setiap organisasi pemerintah sangat penting dalam keberlangsungan sistem pemerintahan di Indonesia sebagai salah satu amanah Reformasi Birokrasi agar tidak ada penyelewengan-penyelewengan yang terjadi seperti Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Dalam ASN, etika sangat penting untuk diperhatikan dan dipraktikkan ketika pemerintah melakukan pelayanan publik. Menurut literatur tentang pelayanan publik dan administrasi publik pengembangan, etika menjadi sangat penting karena dengan adanya etika diharapkan akan membuat pemerintah atau birokrasi menjadi lebih peka dalam memberikan pelayanan publik guna mewujudkan keberhasilan sebuah organisasi pelayanan publik itu sendiri, serta dapat mendorong kepuasan masyarakat yang dilayani, maka keduanya sangat dipengaruhi oleh etika. Untuk menentukan apakah sifat, tingkah laku, dan perbuatan birokrasi publik itu baik, buruk, tidak tercela, atau terpuji, etika berfungsi sebagai pedoman, acuan, dan tolok ukur bagi penyelenggaraan negara (birokrasi publik) dalam menjalankan tugas dan kewenangannya (Triyuniningsih, 2017:11).
Sebagaimana diketahui secara umum, birokrasi atau administrasi publik mempunyai kekuasaan guna mengambil tindakan yang tepat dalam rangka pemberian pelayanan publik (public service) dan membina kesejahteraan masyarakat (bestuurzorg).
Namun, sering kali pada praktiknya terjadi adanya penyimpangan yang dilakukan oleh aparat birokrasi sebagai aktor pemberi layanan. Seperti halnya fenomena “Makan Gaji Buta” yang sering dihubungkan dengan kinerja seorang ASN. “Makan Gaji Buta” merupakan sebutan untuk seseorang yang tidak melaksanakan tugasnya tetapi tetap mendapatkan gaji, fasilitas, tunjangan, dan hal lainnya. “Memakan gaji buta” menjadi anggapan masyarakat bahwa suatu instansi pemerintah tidak dapat dijadikan pengaduan masyarakat karena tidak becus dalam bekerja (Situmorang & H. Sarjono, 2013:47). Oleh karena itu dibutuhkan tolok ukur tentang bagaimana penerapan seorang ASN sebagai pejabat publik memiliki etika yang ber-AKHLAK dalam memberikan layanan sehingga sebutan “Makan Gaji Buta” dapat dihindarkan dari ASN.
Ber-AKHLAK merupakan berbagai inti nilai yang menjadi nilai-nilai dasar ASN sebagaimana UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Inti nilai-nilai tersebut berakronim pada Berorientasi pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif (Mahkamah Agung RI, 2022). Lalu, bagaimanakah ketercapaian ASN agar menjadi pejabat yang ber-AKHLAK? Berikut penjelasannya.
Berorientasi Pelayanan
Keberhasilan tujuan suatu organisasi dapat dicapai dengan pengelolaan sumber daya manusianya. ASN sebagai sumber daya birokrasi yang memiliki kewenangan terhadap jabatan pemerintahan wajib berlandaskan pelayanan kepada masyarakat demi kepentingan publik (Maksin dkk, 2022:27). Dalam hal tersebut, perlunya etika administrasi publik dalam menaungi bagaimana birokrat tersebut berlaku sesuai kode etik ASN. Oleh karena itu, pelayanan yang baik adalah cita-cita sebagai penerapan good governance, sehingga ASN perlu; a) pemahaman dan pemenuhan kebutuhan masyarakat, b) cekatan, ramah, solutif, dan mampu diandalkan, dan c) melaksanakan pengembangan terus menerus (Mahkamah Agung RI, 2022).
Akuntabel
Akuntabel merupakan pertanggungjawaban ASN atas pekerjaan yang telah dilakukannya (Podungge, 2010:5). Terdapat tahapan-tahapan akuntabel dalam menciptakan perilaku ASN BerAKHLAK, yaitu a) menjalankan tugas secara jujur, disiplin, cermat, bertanggung jawab, dan integritas yang tinggi, b) memanfaatkan barang milik negara dan kekayaan secara efesien dan efektif, serta penuh rasa tanggung jawab, c) menggunakan kewenangan jabatan dengan baik (Mahkamah Agung RI, 2022). Indikator ini memiliki peranan sebagai titik tonggak dalam menciptakan etika berupa rasa tanggung jawab terhadap kepercayaan dan kewenangan yang telah diamanahkan oleh negara terhadap dirinya. Selain itu, dengan adanya akuntabel ini ASN diharapkan mampu mengontrol perilakunya dalam mencegah terjadinya pemborosan ketika menggunakan sumber daya serta menghindari penyelewengan yang dapat berakibat buruk pada citra ASN.
Kompeten
Indikator ini menekankan agar ASN dapat meningkatkan kompetensi dan keahlian agar dapat memberikan kinerja yang terbaik. Adapun tahapan dalam nilai kompeten pada perilaku ASN BerAKHLAK, yaitu a) meningkatkan kompetensi pada diri sendiri dalam menghadapi berbagai tantangan, b) mendukung orang lain supaya belajar, c) melakukan tugas dengan kualitas sebaik-baiknya (Mahkamah Agung RI, 2022). Seorang ASN yang berkompeten akan paham mengenai etika dalam menjalankan tugasnya. Oleh karenanya, indikator kompeten sangat penting untuk diterapkan bagi ASN.