Senandung lagu Lir-Ilir yang menjadi soundtrack film ini pun disajikan dengan begitu apik sehingga alunan musiknya mendukung latar suasana cerita film ini. Film religi edukasi ini berlatar waktu bulan Ramadan dan Syawal sehingga dapat menjadi salah satu rekomendasi yang dapat disaksikan sembari menanti waktu berbuka maupun di sela-sela kegiatan selama bulan puasa.
Film ini cocok disaksikan oleh semua umur. Bahkan anak-anak usia sekolah dasar maupun menengah bisa menikmati dan meresapi amanat dari film sederhana ini yang banyak mengandung pembelajaran kehidupan. Kita diingatkan untuk selalu bersyukur dengan segala sesuatu yang kita miliki saat ini dan disadarkan bahwa masih banyak orang-orang di luar sana yang tidak seberuntung kita. Mereka membutuhkan uluran tangan kita.
2. Sarung (Santri untuk Negeri), Gambaran Santri Berbudaya Jawi
Pada tahun 2020, Rumah Kreatif Production bekerja sama dengan organisasi masyarakat Nahdlatul Ulama di Blitar mulai menggarap sebuah sajian film pendek religi dengan nuansa pondok pesantren yang benar-benar kental. Film yang mengkisahkan tentang kehidupan santri yang begitu tawadhu serta mampu membaur dengan masyarakat sesuai dengan bidang yang ia geluti.
Tokoh utama di dalam film ini ialah Ning Ngesti yang diperankan oleh Alfina Nindiyani dan Kang Jalal yang diperankan oleh Muhammad Sulthon Jalal. Mereka berdua menggambarkan sosok santri putri dan santri putra yang tetap menjunjung tinggi tata krama, tuntunan agama, dan budaya Jawi meskipun mereka telah memiliki latar belakang pendidikan tinggi.
Ning Ngesti digambarkan sebagai seorang mahasiswi tingkat akhir putri seorang kyai sebuah pondok pesantren di kota Blitar. Selain menjadi seorang santri yang menjunjung tinggi kebudayaan Indonesia, Ning Ngesti merupakan sosok religius yang memiliki hobi berpetualang serta tertarik dengan dunia kepenulisan dan fotografi. Ia memiliki seorang kakak perempuan yang juga berwawasan luas sekaligus seorang writerpreneur muda.
Sedangkan Kang Jalal digambarkan sebagai seorang santri putra yang menjunjung tinggi adab, kesopanan, kedisiplinan, dan ketekunan dalam belajar. Ia mengabdikan diri di sebuah pondok pesantren tempat ia menimba ilmu sebelum akhirnya memutuskan untuk mengembangkan diri di masyarakat, menyelamai kehidupan sebagai bartender di coffe shop, petualang, fotografer, dan penulis buku. Ia merupakan santri produktif yang dekat dengan masyarakat sekitar. Bahkan, ia selalu meluangkan wakatunya untuk mengajari anak-anak desa mengaji dan belajar tentang budaya Jawa.
Film ini memberikan teladan bahwa sebagai generasi muda kita sudah seharusnya melakukan kegiatan produktif sebagai bentuk pengembangan potensi dan pengabdian kepada Indonesia, tanah air tercinta.Â
Seorang santri tidak hanya sekadar menjunjung tinggi nilai-nilai agama selama di pesantren saja, namun mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari di manapun kita tinggal. Selain itu, film ini mengajarkan bahwa seorang anak yang berbakti kepada orang tua dan guru serta ridho dengan segala keputusan keduanya akan menemukan kebahagiaan yang tidak terduga. Semakin menegaskan bahwa ridhonya Tuhan terletak pada ridhonya orang tua. Â
Film ini sangat cocok disaksikan oleh para generasi muda agar semakin termotivasi menjadi pribadi yang mampu mengembangkan bakat dan potensi dengan tetap menjaga kesucian diri dan menjunjung tinggi nilai-nilai agama serta budaya baik warisan pendiri negeri terdahulu.