Mereka menyebut kegiatan semacam ini sebagai tren, fomo, atau bahkan inilah cara hidup kekinian. Hidup bersama gadget di genggaman dan kurang peduli dengan kondisi sekitar.
Hal tersebut tidak dapat dipungkiri oleh sebagian besar orang tua di Indonesia. Sejumlah stereotip negatif bermunculan dan melekat di benak mereka bila berbicara tentang putri mereka di zaman sekarang.Â
Para orang tua mengeluh , tantangan menjaga dan mendidik putri mereka kini jauh lebih sulit daripada sebelumnya, yakni di zaman ketika mereka masih belia.
Apabila dulu semuanya masih dapat dipantau secara langsung dengan kedua pandangan indera penglihatan serta pengawasan seadanya, kini semuanya berubah.Â
Padahal, putri-putri belia merupakan rahim bangsa karena dari merekalah kelak calon pemimpin dan penerus bangsa dilahirkan. Dalam hal ini, pendidikan bagi seorang perempuan memang benar-benar diperlukan sejak dini, terutama dari kedua orang tua.
Para orang tua yang tengah berusaha mendidik anak perempuannya pasti mampu menghadapi segala kemungkinan perilaku putri mereka.Â
Meskipun secara umum peran seorang ibu dalam proses pendidikan anak perempuan lebih dominan karena kedekatan emosional yang telah terjalin sejak kecil, kontribusi ayah pun tak kalah penting. Keduanya memang sudah seharusnya saling bersinergi untuk membuat kondisi pendidikan di rumah yang sehat.Â
Dalam hal ini, para orang tua memerlukan sikap mental yang dinamis dan seimbang, antara ikhlas dan berilmu, antara sabar dan tegas, serta antara teladan dan pemaaf.Â
Bekal tersebut sekaligus merupakan perangkat teknis agar materi pendidikan berhasil dan dapat diterima dengan baik oleh sang putri tercinta.
Proses pendidikan bagi perempuan tak hanya dilakukan dalam jangka waktu satu hari atau dua hari saja. Dilihat dari perspektif orang tua, mendidik seorang anak perempuan merupakan kewajiban yang dilakukan sepanjang anak tersebut masih menjadi tanggungan orang tua (belum menikah).Â
Kelak, setelah seorang anak perempuan menikah maka tugas pemberian pendidikan akan dilimpahkan sepenuhnya kepada suami perempuan tersebut. Mengingat betapa mulianya dan betapa harus terjaganya seorang perempuan seolah ia membutuhkan guru sepanjang hayat yang dapat terus membimbing dan mengarahkan setiap perjalanan kehidupannya.