Realisme, sebuah teori atau paham klasik buah dari pemikiran tokoh Yunani Kuno seperti Thucydides, Machiavelli, dan Hobbes dengan fokus menyoroti pentingnya kekuasaan dan konflik dalam politik. Realisme baru dianggap sebagai teori modern dalam Hubungan Internasional setelah teori ini hadir sebagai respon terhadap kegagalan idealisme pasca perang dunia I. Realisme mempercayai bahwa negara-negara bertindak berdasarkan kepentingan untuk survival (kelangsungan hidup) dan kekuasaan, serta menganggap bahwa konflik tidak dapat dihindari dalam sistem internasional yang anarkis. Teori realisme menganggap dunia itu anarki yang diartikan dengan tidak adanya otoritas pusat yang memiliki kekuasaan tertinggi untuk mengatur atau menegakkan hukum di antara negara-negara, karena dalam sistem internasional, negara-negara dianggap sebagai aktor yang berdaulat dan setara, sehingga mereka tidak perlu tunduk pada otoritas yang lebih tinggi seperti organisasi internasional yang bisa mengendalikan prilaku mereka. Dengan kata lain, hubungan antar negara berada dalam keadaan "anarki" karena tidak ada otoritas pusat yang mampu menjaga ketertiban dan mengatur interaksi antar negara. Dahulu pada abad ke-20, saat periode perang sedang gencar-gencarnya, teori ini bisa dianggap relevan karena secara akurat menjelaskan konflik, persaingan kekuasaan, dan sistem internasional anarki yang berbanding lurus dengan situasi di masa itu. Didukung juga dengan kegagalan Liga Bangsa-Bangsa yang berakhir tidak mampu mencegah agresi dan pecahnya Perang Dunia II semakin memperkuat relevannya teori ini. Namun, apakah di era globalisasi ini, teori realisme yang enggan menganggap keberadaan aktor non-negara tetap dapat relevan?Â
Seperti yang kita ketahui, era globalisasi merupakan era di mana batas-batas antar negara hilang ditandai dengan adanya keterkaitan lintas negara, perusahaan multinasional, organisasi internasional, dan lembaga non-pemerintah. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan teori realisme yang menganggap negara sebagai aktor tunggal dengan menempatkan negara sebagai aktor utama  dan cenderung mengabaikan peran aktor non-negara dalam Hubungan Internasional, maka sudah seharusnya realisme mendapatkan kritik di era globalisasi ini. Dalam teori realisme, sebagaimana dijelaskan, bahwa negara-negara bersaing dalam lingkungan anarki untuk mencapai kepentingan nasional mereka, terutama dalam aspek kekuatan militer dan keamanan. Namun, dalam konteks globalisasi yang semakin berkembang, aktor-aktor non-negara seperti perusahaan multinasional, organisasi internasional, dan lembaga non-pemerintah telah menjadi kekuatan penting yang mempengaruhi kebijakan internasional dan elemen dalam mengatasi masalah global seperti perubahan iklim, perdagangan, dan Hak Asasi Manusia.
Kritik terhadap realisme ini hadir karena teori ini telah gagal menjelaskan interaksi lintas batas di era globalisasi yang kini dipengaruhi oleh aktor-aktor non-negara. Misalnya, perusahaan multinasional seperti Apple atau Google yang tidak hanya beroperasi di banyak negara, tetapi juga memiliki kekuatan ekonomi yang melampaui banyak negara kecil, serta memengaruhi kebijakan nasional dan internasional melalui kekuatan pasar mereka. Lalu, ada pula organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dapat berperan dalam mengoordinasikan isu-isu global yang tidak dapat diatasi hanya dengan kekuatan negara-negara individu. Realisme, terlalu fokus pada persaingan kekuasaan antar negara, sering kali gagal memberikan penjelasan yang relevan tentang mengapa aktor non-negara mereka anggap tidak dapat mengurangi ketegangan dan menyelesaikan isu-isu dunia.
Kegagalan realisme dalam memperhitungkan peran penting aktor non-negara menyebabkan teori ini tidak lagi relevan di era globalisasi. Di era globalisasi ini, peran perusahaan multinasional, organisasi internasional, dan lembaga non-pemerintah dalam menyelesaikan isu-isu dunia telah menjadi bukti bahwa dunia saat ini tidak hanya bergantung pada negara, melainkan pada berbagai aktor yang lebih luas. Realisme yang terfokus pada negara sebagai aktor tunggal sudah tidak mampu mengatasi dan menghadapi tantangan di era globalisasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H