Latar Belakang
Dalam adat Minangkabau yang menarik garis keturunannya secara matrilineal (garis ibu) memang bertolak belakang dengan garis keturunan dalam hukum Islam yang bilateral (dari garis ayah dan ibu). Â Demikian pula dengan hukum kewarisannya dalam masyarakat Minangkabau dilakukan secara kolektif, sedangkan hukum Islam melaksanakan secara individual. Sistem kewarisan kolektif ini adalah harta peninggalan diwarisi oleh waris bersama, tidak boleh dibagi-bagi kecuali hanya pemakainnya saja. Sedangkan yang dimaksud dengan sistem kewarisan individual ialah sistem kewarisan dimana ahli waris berhak memperseorangkan harta peniggalan itu dengan cara mebagi-bagikan pemelikian harta itu di antara mereka. Contoh dalam masyarakat Minangkabau yang melakukan sistem kewarisan secara kolektif, yaitu berupa warisan pusaka tinggi yang berupa sawah. Dalam hal ini, sawah tersebut tidak boleh dibagi-bagikan kepada orang lain selain ahli waris, kecuali hanya pemakaiannya saja. Sedangkan dalam sistem kewarisan Islam, para ahli waris berhak untuk memperseorangkan harta tersebut dan membagi-bagikannya kepada ahli waris lain dengan memperhatikan kehidupan ahli waris lain yang masih kekurangan. (M.S, Amir.2006. Adat Minangkabau.Jakarta:PT. Mutiara Sumber WidyaSoekanto, Soerjono. 2011. Hukum Adat Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers).
Rumusan Masalah
Bagaimana sistem pembagian waris dalam Masyarakat Minangkabau
Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui konsep pembagian waris dalam Islam.
Metode Penulisan
Dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode normatif . Metode normatif merupakan penelitian yang menkaji studi dokumen, yakni menggunakan berbagai data sekunder.
Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif yakni dengan menjelaskan data-data yang ada dengan kata-kata atau pernyataan bukan dengan angka-angka
BAB II
SISTEM HUKUM WARIS DALAM MASYARAKAT PADANG