Mohon tunggu...
Donny Oktavian Syah
Donny Oktavian Syah Mohon Tunggu... -

Penikmat masalah manajemen dan bisnis. Pendiri Konsultan Great Management Consultant. Mengajar di salah satu perguruan tinggi di bidang manajemen dan bisnis. Sedang meretas pindah kuadran dengan membangun bisnis kecil-kecilan sendiri. Pengasuh Blog Manuver Bisnis yang membincangkan topik manajemen, bisnis dan kewirausahawan (www.manuverbisnis.net). Page FB : facebook.com/Blog Manuver Bisnis

Selanjutnya

Tutup

Money

Sungging Senyum Untuk Sang Bumi

23 November 2012   08:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:47 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Banyak perusahaan karena “tekanan-tekanan” tertentu, berpura-pura untuk “ramah” pada lingkungan.  Ada juga yang ikut berslogan “green business” untuk meraih simpati konsumen tertentu. Tapi kalau ditelisik lebih jauh, kegiatan best practice yang dilakukan untuk itu terkadang tidak bergaung ke dalam sisi internalnya sendiri. Artinya slogan untuk ber-green business gaung di medianya ada, tapi gerak langgam para karyawannya sendiri terkesan abai serta adem ayem dalam perilaku ini.

Di salah satu kantor klien saya, saya pernah menjumpai para karyawannya  cukup getol membumikan nafas bisnis yang ramah terhadap lingkungan. Sekilas slogannya remeh, tapi dengan jumlah karyawannya yang lumayan banyak, saya malah yakin kalau hal ini dilakukan dengan konsisten, penuh keiklasan, dan dilambari kesadaran sepenuhnya bahwa menjaga lingkungan adalah bagian penting yang perlu dikedepankan, hal itu akan berimplikasi luas.

Yang ditradisikan tidak “muluk-muluk” dan mengawang-mengawang, tapi klien saya ini menerapakan green office untuk pengurangan limbah plastik, mengurangi penggunaan kertas, dan berhemat air.  Ketika berbicara aksi untuk pengurangan limbah plastik, saya melihat banyak para karyawan dan juga jajaran senior leader-nya sering menenteng-nenteng tumbler di kantor, saya sempat mengerenyitkan dahi, mengapa harus menggamit tumbler kesana-sini di kantor? Ternyata telah timbul kesadaran di kantor tersebut bahwa mengkonsumsi air dalam botol atau gelas itu menyebabkan menumpuknya limbah plastik yang notabene susah diurai oleh tanah. Solusinya dengan menggunakan tumbler masing-masing, yang kalau habis bisa diisi kembali, menyebabkan “tradisi” minum memakai botol atau gelas plastik jadi jauh tereduksi.

Kalau biasanya dalam rapat disediakan gelas-gelas air mineral, tetapi dengan kesadaran itu, tumbler-tumbler pribadi berdiri manis dihadapan kursi mereka, yang kalau habis bisa diisi kembali. Mungkin pertamanya akan canggung, atau malah berpikiran “gak praktis”. Tapi untuk lingkungan dan bumi yang lebih nyaman, mereka rela untuk “beribet-ribet” ria. Sebuah aksi yang layak untuk diapresiasi.

Untuk masalah kertas, beberapa komunikasi tertentu, menginjeksikan “paperless activities” pun digalakkan. Misalnya data-data tertentu, undangan meeting tidak perlu terlalu formil harus dihadirkan dengan selembar kertas. Tetapi cukup dalam bentuk file atau dikirim via email. Masih banyak kantor yang mengumandangkan “environment friendly” dengan menerepkan minimalisasi penggunaan kertas, tapi buangan kertasnya masih menggunung.

Di kantor tersebut, di setiap sudut kantor ada meja yang digunakan untuk menumpuk kertas yang sudah terpakai tapi di kertas sebaliknya, masih kosong bisa digunakan. Kesannya seperti “terlampau ngirit”  dan malah kalau yang mulutnya usil akan terkesan pelit, mosok profit gede, kertas seperti ini masih dipakai. Tapi itulah terjadi, dengan dibumbui tulisan dan ajakan untuk membuang streples di kertas ketika menumpuk kertas yang akan “dihibahkan” di sudut kantor itu. Memang terkesan gak trendy menggunakan kertas yang baliknya sudah digunakan. Tapi ini disadari benar oleh awak perusahaan itu bahwa ini semua itu untuk terciptanya lingkungan yang lebih bersahabat dan menyiapkan warisan untuk generasi manusia di kemudian hari. Amazing !

Untuk perihal air. Di setiap kran yang mengucur air, selalu ada tulisan di depan kran yang ditulis dengan tulisan yang sangat terbaca gambling untuk mengkonsumsi air secukupnya. Jadi para pengguna air, setiap saat seperti selalu digedor dan senantiasa diingatkan untuk tidak menggunakan air secara berlebihan. Sebuah pesan “remeh” yang berimplikasi luas. Acapkali saya sering melihat kantor-kantor klien lain yang kran air atau air toilet-nya bocor tapi seringkali didiamkan sedemikian lama. Kalau diingatkan, terkadang jawabanya membuat saya mengelus dada,”Tenang Pak, air kita masih cukup banyak.” Agak meremehkan, dan sedikit menjengkelkan dada jawabanyannya.

Ternyata tidak mudah yamembumikan aksi green business ? Bagaimana dengan program ramah lingkungan di tempat kerja Anda?

Tulisan ini pernah dimuat di blog Manuver Bisnis (www.manuverbisnis.wordpress.com), sebuah Blog yang membincangkan perihal bisnis, manajemen dan kewirausahawan, posting seminggu sekali tiap hari Kamis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun