Memutus akar penyebab bentrokan warga yang beberapa kali terjadi di Lampung antara suku Lampung dan Bali menjadi salah satu prioritas Ridho Ficardo yang mencalonkan diri menjadi gubernur di provinsi itu.
Meski otoritas pemerintah provinsi (pemprov) sebenarnya tidak punya wilayah, provinsi tidak bisa lepas tangan terhadap masalah yang mengganggu stabilitas keamanan tersebut.
“Harus dipahami bahwa yang punya wilayah itu pemerintah kabupaten. Tanggung jawab utama ada pada kabupaten kalau terjadi kerusuhan di internal atau lokal kabupaten. Meski demikian, provinsi tidak bisa lepas tangan karena bagaimanapun itu adalah masyarakatnya,” kata Ridho.
Untuk itu, kata dia, harus diambil langkah-langkah koordinatif dengan pemkab untuk mencari akar permasahannya. “Ini karena benturan biasanya bersifat spesifik. Kita tidak bisa menyelesaikan masalah tanpa memahami akar masalahnya,” kata Rido yang tesis S-2-nya bertema manajemen kontra terorisme.
Ridho bertekad untuk menyelesaikan masalah itu sehingga kehidupan masyarakat Lampung bisa lebih tenang.
“Harus ada langkah konkret yang melibatkan para ahli, seperti ahli sosiologi hingga tokoh-tokoh masyarakat sampai tingkatan akar rumput agar masalahnya selesai,” kata Ridho.
Tapi, lanjut dia, akar rumput ini seringkali bergerak berdasarkan perintah simpul-simpul tokoh. Sehingga, kalau simpul-simpul tokoh sudah berdamai, belum tentu akar rumputnya juga ikut berdamai.
“Api sering disulut oleh tokoh-tokoh tapi begitu mereka damai, akar rumputnya belum berdamai,” kata dia.
Tentu saja untuk menyelesaikan masalah ini, kata dia, yang pertama didamaikan adalah simpul-simpul tokoh, barulah kemudian bentuk-bentuk perdamaian yang lebih konkret dan bermakna dilakukan bersama dengan akar rumput.
“Bisa melalui dialog, diskusi, dan kegiatan bersama seperti kerja bakti. Atau, apa saja yang diusulkan oleh mereka. Ayo duduk bersama. Tapi jangan bertanding sepak bola. Nanti berantem lagi,” kata dia.
Cepat Tanggap
Yang tidak kalah penting, kata Ridho, adalah kesigapan para aktor keamanan untuk cepat tanggap.
“Komunitas intelijen daerah harus betul-betul berperan sebagai mata dan telinga aparat keamanan. Sisten peringatan dini harus jalan. Sebelum api membesar, itu sudah harus dipadamkan,” kata dia.
Di sisi lain, lanjut Ridho, satuan keamanan harus memiliki kemampuan untuk bereaksi secara cepat. Pemukul reaksi cepat harus disiagakan untuk menghadapi eskalasi keamanan. “Seringkali ini yang terlambat untuk diantisipasi,” kata dia.
Antisipasi bisa dilakukan melalui sistem cegah tangkal dini. Selanjutnya, jika dibutuhkan pencegahan yang skalanya cukup masif, satuan reaksi cepat harus siap melakukannya.
“Jangan sampai setelah terjadi benturan, semua sudah rata, baru mereka datang,” kata Ridho ficardo. (cd)
sumber : ridhoficardo[dot]com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H