Mohon tunggu...
Oktaviani Rizki Handayani
Oktaviani Rizki Handayani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, program studi Jurnalistik.

Oktaviani adalah mahasisiwi semester 3 pada program studi Jurnalistik di Uin Syarif Hidayatullah Jakarta. Memiliki minat serta bakat pada bidang tulis menulis. Kalian bisa mengenalnya lebih lanjut di akun instagramnya @oktavnrh atau @antalogikotak. Selain itu, kalian juga bisa berkenalan dengan tulisan-tulisan lainnya di https://viarihanibersuara.medium.com/ .

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menelusuri Pemikiran Islam Rasionalis dalam Tubuh Mu'tazilah

30 Desember 2023   22:35 Diperbarui: 30 Desember 2023   22:58 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Oktaviani Rizki Handayani (Diolah Penulis)

Mu'tazilah adalah aliran pemikiran teologi yang berpengaruh pada awal sejarah Islam. Mereka muncul pada abad ke-8 pada masa Kekhalifahan Abbasiyah. Kata Mu'tazilah berasal bahasa Arab, yakni i'tazala yang berarti "memisahkan" atau "menarik diri". Arti nama dari aliran ini mencerminkan sikap mereka yang "menjauhkan diri" dari gagasan teologis Islam tertentu. Aliran Mu'tazilah sering disebut juga sebagai aliran rasionalis Islam karena beberapa pemikirannya.

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai aliran ini dan mengenai alasan dibalik mengapa aliran ini dikenal sebagai aliran Islam rasionalis. Maka terlebih dahulu kita harus ketahui bersama mengenai sejarah dari lahirnya aliran ini.

Sejarah Lahir dan Berkembangnya Aliran Mu'tazilah

Sejarah dari lahirnya aliran ini bermula pada abad ke-2 Hijriah di Kota Basrah, Iraq. Dimana pada saat itu pelopor atau pendiri aliran ini, yakni Wasil bin 'Atha berbeda pendapat dengan Hasan Al-Bashri yang merupakan gurunya mengenai suatu persoalan. Persoalan yang membuat murid dan gurunya ini berbeda pendapat adalah mengenai status seorang Muslim yang melakukan dosa besar. 

Dalam persoalan ini Hasan Al-Bashri berpendapat bahwa Muslim tersebut masih berstatus sebagai seorang mukmin meskipun ia sudah melakukan dosa besar. Namun, Wasil bin 'Atha berpendapat bahwa Muslim tersebut berada pada posisi tengah-tengah, yakni antara kafir dan mukmin.

Dari perbedaan pendapat tersebut, Wasil bin 'Atha akhirnya memutuskan untuk memisahkan diri dari Hasan Al-Bashri dan Hasan menyebut Wasil sebagai iti'zal (mengasingkan diri) dari barisannya atau dalam kata lain ia sudah bukan lagi murid Hasan. Semenjak saat itu Wasil bin 'Atha mulai menyebar luaskan ajaran atau doktrin dari aliran Mu'tazilah. 

Pada saat itu Bagdad merupakan pusat pemikiran dan keilmuan Mu'tazilah yang penting. Kemudian, dalam perjalanan penyebar luasan aliran ini, Wasil menyebarkan pemahaman filosofis berdasarkan pada akal / rasionalitas dalam membahas segala pemahaman mengenai ilmu-ilmu kalam. Oleh karena itu, berbagai macam syariat yang bertentangan dengan akal serta rasionalitas maka akan ditakwil atau dibersihkan.

Aliran ini tidak hanya berhasil berkembang di Basrah, tetapi juga berhasil berkembang di Baghdad. Selanjutnya, aliran ini mencapai masa emasnya dibawah kepemimpinan Khalifah Abbasiyah Al-Ma'mun. Alasan mengapa aliran ini mencapai masa emasnya pada masa Khalifah Abbasiyah karena di masa Khalifah ini, ajaran-ajaran atau doktrin aliran Mu'tazilah dijadikan sebagai keyakinan resmi kesultanan. Namun, masa emas Mu'tazilah tidak berlangsung lama karena Khalifah setelah Abbasiyah mengalihkan dukungannya kepada aliran teologi Islam lainnya.

Penyebab lainnya dari kemuduran aliran Mu'tazilah adalah karena adanya masalah internal. Dimana pada saat itu terdapat perbedaan pandangan dikalangan pemikir atau tokoh-tokoh Mu'tazilah terhadap suatu konsep teologis. Hingga akhirnya perbedaan pandangan tersebut lambat laun jadi memecah Mu'tazilah dan membawa kemuduran untuk aliran ini. Meskipun mengalami kemunduran, ajaran-ajaran atau pemikiran-pemikiran dalam aliran ini mempunyai pengaruh besar bagi Islam. Salah satu pengaruhnya adalah berkontribusi terhadap perkembangan teologi dan filsafat dalam Islam.

Pemikiran Rasionalis dalam Tubuh Mu'tazilah

Aliran Mu'tazilah disebut sebagai aliran Kalam rasionalis atau aliran Islam rasionalis karena dalam pemikirannya  atau dalam argumennya lebih mengedepankan dan mengutamakan rasional serta akal. Hal inilah yang membedakan aliran Mu'tazilah dengan aliran-aliran lainnya.

Mu'tazilah lebih mengedepankan dan mengutamakan akal serta rasionalitas karena mereka meyakini bahwa akal adalah salah satu karunia dari Allah. Karunia inilah yang menurut mereka harus digunakan sebagai "alat" untuk memahami serta menafsirkan ajaran agama dengan benar dan rasional. Pendekatan mereka yang lebih mengedepankan akal juga merupakan cara bagi Mu'tazilah untuk mengatasi kontradiksi antara keyakinan agama dengan rasionalitas manusia.

Berikut adalah alasan lain mengapa aliran Mu'tazilah lebih mengedepankan akal dan juga rasionalitas:

a). Allah Maha Adil

Aliran ini melakukan penekanan bahwasannya Allah adalah Tuhan yang adil. Sehingga untuk memahami keadilan Allah tersebut dibutuhkan akal dan rasionalitas.

b). Pemisahan antara Benar dan Salah

Dalam pandangan Mu'tazilah akal adalah alat yang harus digunakan oleh manusia untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah dalam memahami ajaran-ajaran agama. Supaya manusia dapat memiliki pemahaman agama yang baik dan benar.

c). Penolakan pada Taklid Buta

Ajaran agama tanpa mempertimbangkan rasionalitas sering kali menyebabkan adanya pendekatan buta / taklid buta. Oleh karena itu, Mu'tazilah mengedepankan akal supaya tidak ada pemahaman dan penafsiran keliru pada ajaran-ajaran agama Islam.

Itulah penjelasan singkat mengenai menulusuri pemikiran rasionalis Islam dalam tubuh Mu'tazilah. Dimana dalam sejarahnya Mu'tazilah memang lahir dari adanya perbedaan pendapat antara seorang murid dengan gurunya, tetapi tidak bisa dipungkuri pemikiran-pemikiran rasionalis dalam aliran ini juga mempunyai dampak baik bagi pemikiran Islam.

Artikel ini ditulis sebagai pemenuhan tugas UAS pada mata kuliah Akidah Ilmu Kalam dengan dosen pengampu Prof. Syamsul Rijal, MA, Ph. D

Nama: Oktaviani Rizki Handayani

NIM: 11220511000067 / 3B Jurnalistik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun