Bukan hal yang baru jika Indonesia dikritik sebagai negara yang rendah tingkat literasinya, baik membaca, menulis maupun berpikir kritis. Kita juga tidak asing akan kehadiran ponsel pintar yang telah menjadi bagian hidup kita.
Dan karena hal itu, tak sulit membuat hoax menjadi tuhan yang disembah banyak dari kita. Akui saja, pasti minimal sekali kita pernah mempercayai berita yang baru sekali kita baca. Karena apa? Kurangnya pendidikan berpikir kritis dan literasi bermutu negara ini.
Kenapa buku bermutu penting?
Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang sistem perbukuan, dikatakan BAB 1, Pasal 1, ayat 4: "Literasi adalah kemampuan untuk memaknai informasi secara kritis sehingga setiap orang dapat mengakses ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai upaya dalam meningkatkan kualitas hidupnya."
Dari pasal tersebut, dapat saya katakan kemampuan memaknai info secara kritis dan buku bermutu adalah guna meningkatkan kualitas hidup manusia. Lalu apa kabar informasi-informasi yang harus kita telaah secara kritis ini? Apakah sumber-sumber itu jelas "bermutu" untuk dikritisi?
Singkatnya, banyak buku yang bertebaran di platform-platform digital. Saya akan ambil salah satu contoh platform yang tak jarang menjadi buah bibir panas pembaca di Indonesia, tanpa perlu menyebut satu pun judul bukunya.
Platfom Wattpad. Agaknya saya akan terkesan berapi-api dan lebay di sini. Mula-mula, berkualitas atau tidaknya suatu platfrom bukan dilihat dari berdasarkan siapa penulisnya, tapi dilihat dari kinerja aplikasi tersebut. Bagi saya Wattpad itu sangat berkualitas karena aplikasinya sangat ringan, mudah digunakan dan juga enak untuk dibaca.
Namun, saya akan menilai Wattpad berdasarkan tulisan-tulisan yang ada di dalamnya, yang mana saya pikir Wattpad Indonesia termasuk salah satu platform yang kurang memuaskan. Lantaran aplikasi ini siapa pun bisa mengaksesnya, membuat bacaan baru pun tinggal menulis tanpa harus mempertimbangkan kaidah-kaidah bacaan bermutu yang rumit di mata penulis awam.
Di awal-awal menjelajahi Wattpad, saya berharap penuh dengan cerita-cerita yang menduduki jajaran top rank, berlabel, "Akan segera diterbitkan" "Akan segera difilmkan", viewers yang beratus-ratus ribu, tapi ternyata? Zonk. Semua hanya didasari oleh tingkat kepopuleritasan semata. Sambil membaca, saya hampir selalu mengumpat dalam hati, "Kok bisa yang begini jadi populer? Kenapa yang begini bisa terbit? Kenapa yang begini bisa di angkat ke layar lebar? Serendah inikah selera orang kita? Seminim inikah tingkat literasi orang kita?"
Oke, target pembaca platform ini adalah anak muda, yang mana dimayoritasi perempuan. Namun ini tidak membantu platform bacaan terpopuler di negara kita menjadi bermutu.Â
Terlalu banyak sisi gelap pada Wattpad, yang membuat namanya tampak suram dan tercemar. Sudah ada banyak pembahasan atas isu ini, yang rasanya saya sependapat dengan beberapa diskusi diantaranya. Mayoritas menilai Wattpad penuh dengan cerita berbau seks, mesum, porno, 18+, serta cerita cacat logika versi khayalan CEO muda dan wanita yang mendampinginya.
Banyak sekali author di Wattpad yang tidak memahami penggunaan tanda baca dan penggunaan bahasa yang baik untuk cerita mereka. Itu juga faktor yang membuat saya malas membaca cerita di Wattpad. Saya juga tipe orang yang memperhatikan bahasa yang digunakan para author di cerita mereka. Jadi, jika ada cerita yang bahasanya acak dan tidak klop, saya tidak akan melanjutkan membaca dan meninggalkannya.
Meski begitu, menurut saya ini bukan tentang aplikasinya tapi tentang bagaimana para penulis menulis cerita yang mereka buat. Karena saya masih bisa menemukan cerita yang sangat bagus dan layak untuk dibaca khalayak ramai, bahkan sayang jika tidak diterbitkan.
Lalu apa yang terjadi jika masyarakat kita membaca buku bermutu?
Tentunya hal itu adalah impian semua orang. Namun entah mengapa kita masih hanya bisa bermimpi tanpa melakukan apa-apa. Menurut saya, jawaban dari pertanyaan itu tentunya akan menelurkan generasi-generasi yang melek akan saintifik thinking, atau berpikir kritis, atau lebih sederhana lagi disebut open-minded.
Sangat penting pembinaan pembinaan pelaku perbukuan agar buku menjadi bermutu.
Karena sungguh mengherankan bagaimana pola pikir para remaja yang begitu mencintai karya semacam yang saya jabarkan pada platfom di atas. Untuk mencari sebuah cerita yang berkualitas pun seperti mencari berlian ditumpukan sampah yang jelas akan sulit untuk dijangkau.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H