Mohon tunggu...
Oktaviani Putri Nur Hamidah
Oktaviani Putri Nur Hamidah Mohon Tunggu... Relawan - Mahasiswi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Gadis Pecinta hujan yang mengharapkan ridho tuhannya

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Review "Dua Garis Biru", Pernikahan Dini dan Konflik yang Menyertainya

13 Juli 2019   23:35 Diperbarui: 14 Juli 2019   00:14 3109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Film Dua Garis Biru baru saja dirilis pada tanggal 11 Juli kemarin. Film garapan sutradara Gina S. Noer tersebut berhasil mematahkan reaksi negatif segelintir orang yang menganggap film tersebut terlalu gamblang menceritakan dinamika persoalan remaja. Padahal, film tersebut diangkat dari permasalahan yang kerap terjadi di sekeliling kita, yaitu permasalahan pernikahan dini. Namun, permasalahan harus diselesaikan. Bukan lantas dibiarkan atau berlarut larut atas ego masing-masing.

Debutnya sebagai sutradara, diawali dengan standar tinggi yang sebenarnya udah dilakukannya sejak jadi penulis naskah Ayat-ayat Cinta (2008), Hari untuk Amanda (2010), Posesif (2017), Kulari ke Pantai (2018), dan Keluarga Cemara (2018). Ia menggambarkan tanpa basa-basi. Sebuah isyarat tentang pentingnya pendidikan seks sejak usia dini. Bukan pada konteks mengajak anak-anak remaja untuk membolehkan remaja melakukan hubungan yang luas sejak dini.

Buktinya alur cerita ini dibuat dengan landasan yang jelas sejak awal. Konflik pun dibiarkan menganga agar terasa jelas. Hasilnya? Cerita film ini tegas dan jelas. Plus, ada solusi yang diberikan di dalam film ini. Pilihan-pilihan solusi yang membuat situasi menjadi campur aduk. Haru, kepolosan remaja, kehangatan keluarga hingga tawa benar-benar menyatu di dalam filmnya.

Dua Garis Biru pun tegas dalam memainkan warna anak-anak mudanya. Di sepanjang film, kamu akan disuguhkan dengan warna-warna gambar yang disesuaikan dengan mood adegannya. Sebuah film drama remaja yang berkelas, ketika banyak produksi film-film lainnya yang hanya menawarkan cerita yang itu-itu saja.

Official poster Dua Garis Biru (Starvision Plus)
Official poster Dua Garis Biru (Starvision Plus)
Karakter Maksimal Tanpa Cela
Dalam film ini, semua karakter dibuat padat dan berakting maksimal, bahkan figuran pun juga. Contohnya, para tetangga Bima yang secara enggak langsung ngasih tahu soal kehidupan rumah tangga yang penuh polemik, atau keberadaan Asri Welas yang sekilas menggambarkan respons natural melihat kehamilan dini.

Setelah menonton film ini, mungkin seorang yang kalian tepuk tangani adalah Dara yaitu Zara JKT48. Dia berakting maksimal tanpa cela. Akting Zara yang memukau sudah terlihat dari film Keluarga Cemara (2018).

Karakternya sangat cocok untuk memainkan film ini ditambah jika ia beradu acting dengan Angga Yunanda sebagai Bima. Hebatnya Angga, ekspresinya bisa menyampaikan dialog. Ketika akting diam, membisu, dan bengong pun, Angga bisa sampaikan maksud, seperti aktingnya di Sajen (2018), Tabu: Mengusik Gerbang Iblis (2019), dan Sunyi (2019).

Menghadirkan pemain senior seperti Cut Mini dan Arswendy Bening Swara sebagai orangtua Bima, serta Lulu Tobing dan Dwi Sasono sebagai orangtua Zara. Mereka menjadi gambaran orangtua yang berbeda strata dalam menghadapi masalah.

Visual dan Timing yang Sangat Pas
Detail visual yang dihadirkan film Dua Garis Biru secara jelas menata nuansa dan mood adegan. Meski problem serius, film ini enggak menggambarkan kesuraman. Malah, saking berwarnanya, masalah serius di film ini seakan bisa memberikan harapan bagi orang-orang yang pernah mengalaminya.

Pengambilan gambar perbedaan keluarga Dara di perkotaan yang kaya raya, berbeda dengan shoot keluarga Bima di perkampungan yang berkecukupan. Stratanya punya mood gambar masing-masing.

Contohnya, dilihat dari warna kulit. Bukan bermaksud rasis, warna kulit di film Dua Garis Biru membedakan strata lewat cara berpikir dan bertindak menghadapi suatu masalah.

Bisa simak adegan di UKS yang bakal jadi adegan memorable film Dua Garis Biru karena shoot-nya, emosinya, dan akting totalnya yang membuat penulis meneteskan air mata.

Makna film makin ngena karena scoring yang luar biasa. Gina bersama dengan departemen musiknya meramu semuanya dengan timing yang pas.

Pemilihan soundtrack juga enggak neko-neko. "Jikalau" dari Naif, "Biru" dari Banda Neira, "Sulung" dari Kunto Aji, "Growing Up" dari Rara Sekar, "Sorry" dari Pamungkas, dan "Muda, Tangguh, dan Perkasa" dari Angsa & Serigala. Semuanya, menyatu.

Makna Film Dua Garis Biru
Tak heran jika sembilan tahun lamanya Gina S. Noer memaksimalkan film Dua Garis Biru ini agar film ini tak lahir "prematur". Selalu saja banyak pesan yang ingin ia sampaikan dari film ini kepada orang tua, anak dan anggota keluarga lainnya.

Film ini juga menjadi alat kepada setiap keluarga yang menonton jika sedang atau pernah mengalami kesalahan anggota keluarganya, dan proses memaafkan satu sama lain demi perjalananannya menjadi lebih baik.

Enggak hanya itu, film Dua Garis Biru juga menjadi desakan Gina untuk para pihak yang bertanggung jawab agar lebih serius mengurangi jumlah kesalahan fatal seperti kehamilan dini pada remaja Indonesia.

Kesalahan itu bisa berujung pada kematian ibu atau bayinya, menambah jumlah angka pelajar yang putus sekolah, lingkaran kemiskinan, bahkan kekerasan dalam rumah tangga karena ketidaksiapan pernikahan dini.

Film ini patut ditonton semua keluarga Indonesia sebagai salah satu upaya preventif remaja dan orangtua soal pendidikan seks yang lebih komprehensif. Bukan cuma soal seks, tapi dalam hal lainnya. Sebab, memahami hal mendasar seperti seks sebenarnya adalah bagian dari perjalanan mengenali dan menghargai diri sendiri sebagai manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun