Untung tak dapat diraih malang pun tak dapat ditolak, barangkali itulah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan insiden yang menimpa rekan-rekan sejawat saya ketika dalam perjalanan pulang mengajar hari ini Jumat (15/07/2022).
Seperti yang sudah pernah saya kisahkan dalam artikel sebelumnya, perjalanan menuju sekolah kami yaitu SMPN Satu Atap 3 Palangka Raya, sangat beresiko karena harus dilalui dengan perahu kayu kecil bermotor yang biasa kami sebut 'kelotok' menyusuri kanal banjir dan sungai Sabangau kurang lebih 20-30 menit.
Dan tepat pukul 10.00 WIB, Â masuk kabar melalui Grup WA sekolah bahwa kelotok sekolah yang mengangkut 5 guru dan 2 peserta didik mengalami insiden ditabrak oleh kelotok pencari ikan di pertigaan kanal banjir. Untuk sesaat, sungguh perasaan saya campur aduk tak terdefinisikan begitu membaca pesan singkat tersebut. Maklum, sebagai guru baru yang belum genap setengah tahun bertugas di SMPN Satu Atap 3 Palangka Raya, pada awal-awal kedatangan, saya sudah mendapat banyak cerita tentang suka duka mengajar di sekolah dengan akses yang beresiko tinggi ini. Hati sedikit lega setelah tahu ketujuh penumpang kelotok dalam keadaan selamat dan baik-baik saja, meski basah kuyup dan sempat mengalami syok. Satu guru yang menjaga mesin bahkan spontan melompat ketika insiden tersebut terjadi.Â
Kalau sudah begini kami hanya bisa berikhtiar dan kencang berdoa agar akses jalan darat bisa segera tembus. Kami menyadari bahwa hal tersebut adalah bagian dari resiko kerja. Kami hanya bisa berharap dan berdoa semoga insiden yang terjadi pada hari ini adalah yang terakhir kalinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H