Berhubung tidak ada yang bisa menghidupkan mesin kelotok, maka supir kelotok pun terpaksa merangkap bertugas menghidupkan mesin dulu.
Meski sudah terbiasa, aku merasa kasihan juga. Atas inisitifku sendiri, aku menawarkan diri untuk membantu menghidupkan mesin kelotok. Sudah beberapa Sabtu yang lalu, aku berusaha menghidupkan mesin kelotok, namun selalu gagal.
Kegagalan demi kegagalan tidak membuatku putus asa, justru semakin membuatku penasaran. Aku harus berhasil, begitu tekadku setiap Sabtu. Fighting! Begitu kata K-Pop lover.Â
Sabtu (04/05/2022) ini mendung bergelayut manja menyelimuti Kota Palangka Raya. Mendung tak berarti hujan, hujanpun masih bisa pakai jas hujan, begitu kataku dalam hati.
Aku tetap semangat menembus dinginnya pagi dengan motor kesayanganku. Melaju pada kecepatan rata-rata 60 km/jam aku sangat menikmati perjalanan dari rumahku menuju dermaga mini di Desa Kameloh Baru (Atas) yang ditempuh dalam waktu kurang lebih 30 menit.Â
Seperti biasa, sambil menunggu rekan sejawat, di dermaga kecil depan tempat parkir motor, aku sempatkan untuk mencicil menulis apa yang ingin kutulis.
Ketika satu per satu rekan sejawat datang, aktivitas menulis pun kuhentikan, beralih dengan mengobrol ringan sampai semuanya datang dan siap melanjutkan perjalanan ke sekolah dengan 'kelotok' kurang lebih 20 menit.
Seperti biasa aku mengambil posisi duduk di belakang karena akan berusaha menyalakan mesin. Mudah-mudahan kali ini berhasil, doaku dalam hati.
Dan pagi ini, dengan sedikit trik dan tips dari supir kelotok yang juga murid kami, akhirnya aku berhasil menghidupkan mesin kelotok.
Alhamdulillah...riuh gembira ibu-ibu guru di atas kelotok menyambut keberhasilanku menghidupkan mesin kelotok. Akhirnya pecah telur, he-he-he... Hal sepele, tapi sungguh sangat berarti.Â