Mohon tunggu...
AC Oktavia
AC Oktavia Mohon Tunggu... Lainnya - Belajar peduli

Memberanikan diri berbagi, setelah terlalu lama hanya mengeluh dalam diam

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Krisis Dewasa Muda: Apakah Hidup Pantas Dijalani?

19 November 2019   22:04 Diperbarui: 19 November 2019   22:00 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
My worth living life, dokpri

Sedang asyik melihat-lihat storygram dari kawan-kawan dunia maya, saya tertegun melihat sebuah unggahan storygram milik mantan teman sekelas saya. 

Storygram itu berlatarkan warna hitam dan hanya berisi sebaris tulisan sederhana, 'Is life worth living?' atau bila diterjemahkan secara bebas, 'Apakah hidup pantas dijalani?'.

Tentu saja reaksi awal saya adalah panik. Saya sempat berasumsi teman saya ini mendapatkan masalah besar dan berniat bunuh diri. Untungnya, dia hanya sekedar gamang. 

Lama memikirkan apa yang sebenarnya membuat hidup itu berarti, pantas dijalani. Banyak merenungkan bagaimana caranya dia dapat menjalani hidup yang pantas, yang berharga. Unggahan storygram dia hanyalah pancingan untuk mendapatkan masukan pandangan dari orang lain.

Setelah beberapa saat ikut merenung, saya menyadari pertanyaan ini bukanlah pertanyaan yang baru pertama saya dengar. Banyak teman-teman saya yang memiliki pertanyaan senada namun ditampilkan menggunakan berbagai kalimat yang berbeda, mulai dari 'enaknya kerja apa ya?', 'ah, kerja apa ajalah yang penting dekat dengan keluarga', 'ku mau minta menikah saja lah dengan pacarku, 'dulu sepertinya waktu kita jadi mahasiswa kita keren banget ya?'. Bukankah semuanya mempertanyakan cara menjalani hidup yang paling berarti?

Saya baru saja berusia 23 tahun, baru setahun lepas dari dunia perkuliahan yang indah itu. Di masa inilah, saya menemukan banyak rekan-rekan saya yang hilang arah setelah mendapatkan titel sarjana yang diperjuangkan mati-matian itu. Memang benar, lulus kuliah bukan hanya hal yang menyenangkan, tapi lebih dari pada itu, lulus kuliah adalah hal yang menyeramkan.

Lebih dari 15 tahun sebelumnya, tujuan hidup sepertinya sederhana saja. Sekedar naik kelas, lulus sd, lulus smp,lulus sma, kuliah, dan ditutup dengan lulus kuliah. 

Namun setelahnya, tidak  ada pakem yang menyatakan apa yang harus kami lakukan setelah lulus kuliah. Hidup kami yang sebelumnya hanya jalan raya, tiba-tiba berubah menjadi persimpangan dengan banyak cabang. Lanjut kuliah? Kerja luar pulau? Pulang mengabdi kampung halaman? Membuka usaha baru? Menikah?

Dan semuanya sulit dilakukan.

Tentu saja banyak cabang ini membuat pusing saya dan teman-teman saya. Pilihan hidup ini rasanya tidak sempat kami pikirkan ketika kami asyik ke sana ke mari belajar dan menikmati kehidupan mahasiswa. Kalaupun kami masing-masing mempunyai mimpi dan asa, tiba-tiba kenyataan datang dengan kesulitan yang kami tak tahu cara menghadapinya.

Saya tahu teman-teman yang memiliki mimpi yang sangat tinggi dan besar untuk Indonesia, tapi ternyata mencari dan membuat kesempatan untuk mengerjakan hal itu bukanlah hal mudah. 

Tidak ada tempatnya di Indonesia. Apalagi dengan tekanan harus segera bisa menghidupi diri sendiri dan membantu keluarga.  Apalah kami ini yang belum punya modal dan pengalaman. Merintis jalan yang baru butuh lebih dari sekedar nekat.

Apabila saat menjadi pelajar dan mahasiswa, hidup terasa berarti cukup dengan perolehan nilai di kelas dan memiliki teman-teman yang menyenangkan. Kehidupan pasca kampus tidak sesederhana itu bukan? 

Kecepatan dan tujuan masing-masing teman saya berbeda drastis. Teman yang langsung bekerja di perusahaan multinasional dengan gaji puluhan juta, ada. 

Teman yang masih mengabdi di kampus tercinta, ada. Teman yang sibuk mempersiapkan diri menyambut bayi yang dikandungnya pun, ada. Ukuran 'kepantasan hidup' yang sama tidak bisa diterapkan kepada mereka.

Jadi, bagaimana membuat hidupmu pantas dijalani?

Saya sendiri banyak merenungkan hal ini dan sampai di jawaban yang sederhana saja. Hidup saya makin berarti seiring dengan perjalanan iman saya bersama Tuhan. 

Hidup saya bermanfaat ketika dijalani untuk kepentingan sesama manusia dan bukan hanya sekedar keegoisan diri. Hidup saya pantas dijalani, karena saya hadir dan memberi warna bagi orang-orang yang ada di sekitar saya dan saya sayangi.

Tentu saja jawaban setiap orang berbeda, dan saya rasa setiap orang perlu menjalani dan merenungkan hidupnya masing-masing untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan ini. 

Namun saya merasa tertegun melihat banyaknya teman saya yang ragu dan gamang. Bagaimana bisa generasi saya kehilangan arah sejauh ini, hingga tidak lagi memiliki pemahaman mengenai hidup yang berarti? Apakah ada yang salah? Atau memang sekedar masanya?

Pada akhirnya, saya rasa teman saya ini benar-benar memberikan sebuah perenungan yang menarik. Terlepas dari umur dan kondisi anda, apakah hidup anda sudah benar-benar pantas dijalani?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun