Mohon tunggu...
AC Oktavia
AC Oktavia Mohon Tunggu... Lainnya - Belajar peduli

Memberanikan diri berbagi, setelah terlalu lama hanya mengeluh dalam diam

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Open Minded, Generasi Tanpa Filter

3 Oktober 2019   12:00 Diperbarui: 3 Oktober 2019   12:03 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemajuan teknologi informasi yang begitu pesat di tahun-tahun belakangan tentu saja memberikan pengaruh bagi generasi muda jaman sekarang. Pemuda masa kini tumbuh di antara informasi, ide dan nilai yang berlalu-lalang tanpa batasan.

Derasnya arus informasi 'memaksa' pemuda jaman sekarang untuk memiliki pemikiran open minded'. Sayangnya hal ini membuat generasi yang tumbuh tanpa pedoman ini akhirnya tertatih-tatih mengelompokkan informasi yang ada tanpa filter yang bekerja. 

Tak jarang kita temui generasi sekarang cenderung acuh tak acuh dan berpandangan "semauku, semauku, asal kita tak saling ganggu". Tidak ada lagi ide/pandangan yang akan ditolak mentah-mentah selama tidak menggangu kehidupan mereka secara langsung.

Pedoman-pedoman yang dimiliki generasi-generasi sebelumnya tidak lagi diikuti oleh generasi muda saat ini. Paling tidak ada tiga kelompok pedoman yang saya rasa tidak lagi digunakan oleh generasi sekarang. Pedoman tersebut adalah nilai budaya, agama, dan tokoh panutan.

Jika melihat kondisi teman-teman sebaya saya, saya rasa sebagian besar etnis di Indonesia menghadapi permasalahan yang sama terhadap generasi penerusnya. Sebagian besar dari generasi muda ini tidak lagi mengikuti nilai-nilai yang diamalkan oleh suku dan leluhur mereka. 

Jangankan mengamalkannya, tidak banyak generasi muda saat ini yang mengetahui secara utuh nilai-nilai yang dianut oleh suku mereka. Jangankan mengetahuinya secara utuh, saya rasa banyak lagu, tarian, upacara, pepatah, dan berbagai bentuk praktek adat lainnya perlahan hilang dan terabaikan.

Adat dan budaya tidak lagi dipandang sebagai gaya hidup oleh generasi muda saat ini. Generasi muda kita justru banyak terpesona dengan budaya-budaya lain, katakan saja budaya barat, maupun budaya korea. 

Nilai-nilai yang ratusan tahun dibentuk dan tumbuh di masyarakat Indonesia sepertinya ditinggalkan begitu saja oleh generasi muda Indonesia karena dipandang kolot, kaku, tidak keren, dan tidak relevan lagi.

Banyaknya konflik antar aliran agama, dan terlalu seringnya penggunaan agama dalam permainan politik akhir-akhir ini sepertinya justru beberapa kelompok pemuda sekarang ini merasa antipati terhadap ajaran agama. 

Tentu saja masih banyak generasi muda kita yang bertekun dalam pengajaran agamanya masing-masing. Namun bisik-bisik menjadi atheis atau sinis dengan berbagai agama juga banyak terdengar. 

Sayangnya orang-orang tua yang lebih banyak pengalamannya justru hanya menolak mentah-mentah pandangan ini dan bukannya memberikan pengertian logis yang menuntaskan keraguan generasi muda sekarang.

Belum lagi hilangnya sosok-sosok yang bisa menjadi panutan generasi muda sekarang, baik di keluarga, masyarakat, apalagi pemerintahan. Tingginya tingkat perceraian akhir-akhir ini membuat banyak remaja yang tidak lagi memiliki sosok panutan di keluarga. 

Para penggerak masyarakat pun rasanya tidak pernah dekat dengan generasi muda sekarang. Apalagi tokoh pemerintahan yang tidak ada keren-kerennya sama sekali di mata generasi muda jaman sekarang. Tak heran sekarang akhirnya kita lebih suka mengikuti berbagai selebgram dan vlogger yang ideologinya perlu dipertanyakan juga.

Sepertinya kita, generasi muda Indonesia saat ini, perlu duduk sejenak dan memperbaiki filter informasi yang kita punya sebelum kita tiba-tiba menjadi kelompok sumbu pendek dan radikal yang sangat mudah disetir dan digunakan oleh berbagai pihak yang memiliki kepentingannya masing-masing.

Kita sepertinya perlu kembali melihat 'akar budaya' kita. Nilai-nilai itu yang membuat suku dan bangsa kita bertahan ada sampai sekarang ini. Tentu saja kita perlu memilah nilai-nilai yang masih relevan bagi kehidupan saat ini yang kondisinya berbeda dengan masa-masa yang sudah berlalu. 

Namun janganlah kita langsung menutup diri terhadap nilai-nilai leluhur kita. Mari memberikan kesempatan, pelajari lagi berbagai adat yang kita punya, dan membiarkan diri terpesona dengan kekayaan nilai yang sebenarnya kita miliki.

Kita juga perlu mendalami agama kita masing-masing. Tuhan telah memberikan akal kepada kita untuk menguji ajaran-ajaran agama yang diberikan pada kita. 

Gali dengan seksama apa yang sesungguhnya diajarkan oleh agama kita, dan jangan hanya menerima mentah-mentah "kata orang". Jangan juga langsung menilai buruk agama dari tingkah laku pengikutnya, beri agama kesempatan, ujilah.

Melakukan verifikasi terhadap sumber-sumber informasi yang kita acu setiap harinya juga menjadi hal penting. Hindari sumber-sumber informasi penuh provokasi dengan motivasi ambigu. Sebaliknya carilah sumber-sumber informasi yang dapat dipercaya.

Menjadi generasi yang berpikiran terbuka (open minded) seharusnya membuat kita menjadi generasi yang lebih berkualitas, bukannya malah membuat kita rentan dengan berbagai macam bentuk provokasi. Mari bersama memperbaiki dan menggunakan filter informasi, ide, dan nilai kita baik-baik lalu menjadi generasi penggerak bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun