Prostitusi sering juga disebut dengan pelacuran. Pada prinsipnya "pelacur" berasal dari kata "pe" yang berarti orang dan "pelacur" diartikan sebagai "perilaku buruk". Pelacuran didefinisikan sebagai suatu bentuk penyimpangan seksual, dengan pola pengorganisasian dorongan/motivasi seksual yang tidak wajar dan tidak terintegrasi dalam bentuk pelepasan hasrat seksual yang tidak terkendali di banyak daerah, disertai dengan eksploitasi dan komersialisasi seks yang tidak terpuaskan tanpa kasih sayang.
Pelacuran dipandang sebagai pilihan yang mudah untuk mencari nafkah karena bagi masyarakat prostitusi merupakan mata pencaharian alternatif. Menurut Iwan Bloch, prostitusi adalah suatu bentuk hubungan seks di luar nikah dengan pola tertentu, yaitu terang-terangan dan hampir selalu dengan siapa saja untuk mendapatkan bayaran untuk seks atau aktivitas, aktivitas seksual lainnya untuk mewujudkan kepuasan hasrat pasangan. Dengan cepatnya perkembangan teknologi saat ini, kini prostitusi juga dilakukan secara online, prostitusi online adalah prostitusi atau tindakan menjadikan seseorang sebagai objek pertukaran melalui sarana elektronik atau online.
Prostitusi online secara garis besar dapat diartikan sebagai prostitusi yang menggunakan internet atau media online sebagai sarana transaksi bagi mereka yang merupakan pekerja seks (PSK) dan ingin menggunakan jasanya. Oleh karena itu, Internet hanyalah sarana pendukung atau komunikasi. Tidak seperti biasanya, transaksi PSK menunggu pelanggannya di pinggir jalan.
Dalam prostitusi online ini, mucikari menjadikan orang sebagai objek untuk dipertukarkan melalui perantara online. Secara Undang-Undang, prostitusi ini sangatlah salah mengingat sudah adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang prostitusi online. Pengaturan prostitusi online dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini diatur dalam UU No. 11 Tahun 2008 bersama dengan UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dengan UU No. 44 Tahun 2008 tentang pornografi, khusus Pasal 4 ayat (1) dan (2) ayat ini, barang siapa yang memenuhi unsur tindak pidana eksploitasi seksual dapat dipidana menurut ketentuan pidana yang berlaku dalam undang-undang ini. Lalu secara agama apakah prostitusi ini salah atau tidak? Tentu saja salah, Agama Hindu menganggap prostitusi sangat dilarang karena dalam agama Hindu tubuh perempuan seperti susu kehidupan bagi generasi penerus, mereka yang memperdagangkan susu kehidupan menurut agama Hindu, hukumnya adalah kutukan seumur hidup. Adapun Sloka dalam Veda yang berkaitan dengan prostitusi atau pelacuran yaitu sebagai berikut:
Sloka Ramayana I. 4
“Ragadi musuh maparo Rihatya tonggwanya Tan madoh ring awak”
Artinya:
“Nafsu, kemarahan, iri, dengki, angkuh dan kegelapan adalah musuh terdekat dalam diri manusiadihatilah tempatnya tiada jauh dari diri”.
Sloka Bhagavaditha XIV.21
“Trviddham narakasye”dam Dvaram nasanam atmanah Kamah krodas tatha lobhas Tasmad etat trayam tyayet”.
Artinya:
“Pintu gerbang neraka yang menuntun jiwâtma kelembah kesengsaraan ada tiga, yaitu: nafsu, amarah, loba. Oleh karena itu orang harus selalu menghindari dan mengendalikan ketiganya itu”.
Sloka Bhagavadgitha. III-16
“Evam pravartitam chakram Na, nuvartayati,ha yah Aghayur indriyaramo Mogham partha sajivat”.
Artinya:
“Ia yang tidak ikut memutar roda hidup ini, selalu hidup dalam dosa. Menikmati kehendak hawa nafsunya ia hidup sia-sia”.
Sloka Atharvaveda II.12.1
“Tapűmsi tasmai vrjinâni santu”.
Artinya:
“Perbuatan jahat orang yang berdosa membuat kehidupan menjadi tersiksa”.
Sloka Nitisastra sargah XIV. 3-4
“Satata musuhning mangareki widya, sad ika wilangnye ngetakena denta, ulahing aleswa malanika magong, apituwi sang wyasana ya ri dusta. Nguni-nguni yan wwang gering atiruksa, pituwi sedeng raga taruna manwan, kimuta yadin wwang satatadaridra lawan ing ulah dyah ta saha nidati”.
Artinya:
“Musuh orang menuntut ilmu ada enam macam banyaknya, camkanlah: kelalaian, adalah cacat yang besar, kebiasaan melakukan hal-hal yang buruk, penyakit atau kelemahan badan, buat orang
Dalam Manavadharmasastra Sarasamuscaya dan Parasaradharmasastra, seks selalu dianggap sebagai hal yang sakral yang hanya diperbolehkan setelah melalui proses pawiwahan yang menurut Manawadharmasastra memiliki delapan jalur. Dosa yang tak terampuni adalah selingkuh. Orang yang berzina dan pelacuran sampai akhir hayatnya tidak membudayakan akhlak, dan di kehidupan selanjutnya akan menjelma menjadi makhluk yang hina. Sangat sulit untuk bereinkarnasi sebagai manusia.
Hukuman untuk prostitusi sangat berat, dengan pengecualian pemurnian ritual atau prieasciita. Sulit menyadarkan seseorang yang sudah terjerumus kedalam prostitusi ini, lebih baik pencegahan diawal dilakukan lebih ketat. Peran orang tua sangat penting dalam masalah ini, orang tua harus mengawasi anaknya terlebih saat ia pertama kali menginjak masa pubertas atau remaja karena pada masa ini hormone mulai bergejolak. Disamping itu juga masyarakat perlu diberi edukasi terkait sex education dan tidak lupa menekankan ajaran-ajaran agama agar menghentikan hawa kainginan untuk berbuat seperti pelacuran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H